Oleh: Didi Sopyan S (Sejarah UPI)
Para petani wanita
babut dengan cara mencabuti benih-benih padi pada barisan penyemayan padi di
dalam satu petak yang disebut dengan pawinian
dalam satu pawinian terdapat
beberapa gugula atau baris penyemaian
benih padi yang berukuran lebarnya ±1-1,5 meter sedangkan panjangnya mengikuti panjang
sepetak sawah yang dijadikan tempat penyemaian tersebut atau pawinian. Setelah benih padi yang di
babut mencapai sekepalan tangan orang dewasa, kemudian benih tersebut diikat
dengan menggunakan tali dari gebog cau (pelepah
pisang) atau menong bahan pembuatan
samak/tikar. Kemudian dikumpulkan dalam setiap delapan ikatan disebut dengan sebentèl atau satu bentèl.
Biasanya dalam satu gugula
petani mendapatkan minimal 5-10 bentèl sesuai
dengan panjang dan lebarnya dalam satu gugula.
Setelah selesai babut benih sekepalan tangan yang diikat tersebut kemudian
ditanggung dengan menggunakan carangka (cerangka)
ke tempat petakan sawah yang sudah siap tanam dan jika dekat cukup dibawa
dengan cara dijinjing saja. Untuk penanaman di tengah-tengan sawah atau tengah
sawah dalam satu petak biasanya benih-benih yang diikat tersebut dilemparkan
agar petani wanita yang tandur tidak kelelahan karena cape bolak-balik untuk
mengambil ikatan benih yang belum ditandur.
Babut sampai saat ini masih dilakukan oleh
masyarakat Subang secara turun temurun dari generasi ke generasi yang merupakan
suatu cara dalam sistem pertanian tradisional. Babut dilakukan dengan cara
telunjuk dan jari tengahctangan kiri memisahkan ataw menyekat 5-10 ruas batang
benih padi yang akan dicabut sementara ibu jari dan telunjuk tangan kanan
memegang dan menarik pertengahan tangkai benih yang sudah di kait oleh jari
tangan kiri secara beriringan sampai mencapai sekepalan tangan sebelum diikat
akar padi tersebut dibilas kedalan air yang ada dalam pawinian tersebut agar
tanah yang ikut tercabut dalam akar menjadi bersih dan ringan dibawa setelah
itu barulah diikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar