Selasa, 30 Agustus 2022

Guru : "The Great Creation in The School"

 


Oleh: Didi Sopyan Sutardi, S.Pd (Guru Penggerak Angkatan 6) SMAN 1 Compreng

Pendidikan dan pengajaran merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan walaupun memiliki arti dan makna yang berbeda pada praktinya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya di sekolah kedua konsep tersebut berjalan beriringan. Pendidikan merupakan sebuah proses mendidik dari asal kata didik atau mengarahkan dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak baik menjadi baik agar bisa membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan sahabatnya yaitu pengajaran merupakan dari kata belajar, ajar atau sebuah proses transformasi ilmu dan pengetahuan dari guru kepada muridnya mengenai bebagai hal yang ia pelajari mengenai keilmuannya.

Kedua konsep ini berjalan secara beriringan dan tak pernah putus, sehingga dikenal dengan itilah belajar sepanjang hayat. Begitu juga dengan proses mendidik yang tidak akan pernah lelah guru berikan kepada muridnya. Dengan adanya konsep merdeka belajar pada hakikatnya muncul dari pemikiran bapak pendidikan Indonesia yaitu KI Hajar Dewantara atau bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjadiningrat dengan konsep Tridayanya yaitu cipta rasa dan karsa agar bangsa Indonesia bisa dapat bersaing di era globalisasi ini. Dengan adanya pemahaman tentang konsep-konsep dari kurikulum merdeka saya menyadari bahwa pengetahuan siswa di era digitalisasi ini tidak boleh terbatasi oleh pengetahuan yang guru miliki saja, akan tetapi siswa diberikan kebebasan sebebas-bebasnya dalam mengembangkan ilmu dan cita-cita dirinya yang tentunya dibarengi dengan nilai-nilai karakter yang tertuang dalam profil pelajar pancasila yang hari ini diterapkan di sekolah tempat saya bertugas yaitu di SMAN 1 Compreng Kabupaten Subang. Sebagai guru sejarah saya merasa bahwa dunia pendidikan yang sekarang ini sangat "fulgar" tidak seperti saya sekolah dulu diantara tahun 1996-2007 yang sering sekali bolak-balik ke perpus untuk mencari informasi dengan cara membaca sehelai demi sehelai lembaran buku. Di masa sekarang dengan adanya perkembangan teknologi anak dan guru bisa saling melengkapi bahkan tidak sedikit anak lebih melek teknologi dari pada gurunya sehingga konsep "ing madya mangun karso" lebih cocok diterapkan dalam hal ini, karena walau bagaimana pun anak harus tetap didampingi agar tidak terkena dampak dari sisi buruk yang ditimbulkannya.

Di era digitaliasi ini guru lebih banyak diuntungkan karena akses yang begitu mudah, anak banyak belajar secara praktis dan mudah. Kemampuan meniru anak semakin cepat dari berbagai sumber baik dari tulisan artikel maupun video dalam hal ini guru secara sadar atau tidak harus bisa mengakui bahwa kemerdekaan dalam mengajar harus mulai dilakukan. Guru tidak boleh "kudet" (kurang update) guru harus dapat merdeka dari rasa malasnya dalam mencari pengetahuan baru yang menunjang karir dan keilmuannya agar bisa mengimbangi akselerasi yang begitu sangat terasa yang dialami peserta didik. Guru harus bisa mengkolaborasikan antara ilmu pengetahuan dengan kondisi lingkugan siswa yang dialami pada masa sekarang atau lebih dikenal dengan istilah "contextual learning" sehingga pembelajaran menjadi lebih berarti dan tidak membosankan.

Guru merupakan pencipta besar di sekolah, seperti judul artikel yang saya tuliskan. Ini mungkin harapan saya sebagai guru, saya yakin orang-orang besar diluar sana adalah hasil karya/ cipta dari seorang guru yang hebat. Harapan saya hanya satu ingin menjadi guru yang hebat yang bisa menciptakan sekolah peradaban karena apabila saya memiliki semangat yang besar maka saya yakin akan sebuah ekspetasi tidak ada usaha yang membohongi hasil. Konsep keteladan menjadi faktor utama sejalan dengan "Ing Ngarso Sung Tulodo" mengajarkan dan mendidik siswa tidak harus dengan kata-kata namun juga harus dibarengi dengan keteladanan seperti membiasakan mengucapkan salam, senyum, sapa atau memungut, menyapu sampah yang terlihat di depan mata. Ketika kita bisa menjadi teladan baik bagi siswa maupun rekan pendidik lainnya maka akan sangat mudah dalam menggerakan sebuah cita-cita bersama yaitu membentuk sebuah peradaban bangsa yang lebih baik. 

Anak bisa menemukan jadi diri dan cita-cita yang ia inginkan, sebagai guru kita harus dapat mendorongnya sebagai bentuk dukungan dan pemberi motivasi dengan hal-hal yang baik dan tidak boleh memvonis sebagaimana konsep Tut Wuri Handayani. Ketika anak berhasil dengan apa yang dia inginkan dan cita-citakan disinilah kita harus sadar bahwa kita adalah seorang guru sebagai pencipta besar di sekolah. Mereka akan merasa bangga dalam dirinya karena telah melahirkan generasi bangsa yang hebat-hebat.