Senin, 28 Januari 2013

SISWA “DIPAKSA” PERKOSA GURU SEJARAH..!!




Hai Soobb,,, Pasti di otaak Loo sekarang lg pada Omeezzz,, Iyaaa Kaann.. Hayooo ngakuuu?? Cerita ini berawal dari kekesalan siswa terhadap pelajaran sejarah yang ga bisa-bisa n ga masuk-masuk.. Lo setuju ga? Klo pelajaran sejarah adalah pelajaran yang sangat membosankan. Kamu-kamu pasti setuju dong? Karena pelajaran sejarah bisa membuat kita “bikin bĂȘte”, membuat bad mood, dan cenderung membuat mengantuk.
Citra tersebut masih saja tetap melekat terhadap proses pembelajaran sejarah. Aneh tapi nyata loh, saya sempat mewawancarai beberapa siswa dan siswi secara acak dari mulai kelas X sampai kelas XII di salah satu sekolah deket rumah gw. Mau tau ga jawaban apa yang mereka berikan?? jawaban mereka mayoritas mengatakan  hal yang demikian, seperti yang disebutkan di atas. Gilaaa bangeet ya,, padahal klo kamu-kamu tau pelajaran sejarah adalah pelajaran yang paling gw suka loh wkt SMA dulu.. hehehe,,, Eiiitss,,, bukan suka sm guru looh,,, gurunya juga Cowok boos,, sm gw homring.. J asal deeh..
Pelajaran sejarah tidak semestinya dicitrakan demikian, karena walau bagaimana pun lo harus suka,, klo lo pada ga suka berarti lo udh nolak mentah-mentah cinta Guru Sejarah dan melanggar pasal 363 KUHP. Maksaaa Banget sih gw.. Hahaha J,, Pasti sekarang di benak lo bertanya-tanya.. “gimana ya biar gw suka sama sejarah??” dan bagi gUru sejaraaah jangan mau diam,, mari berkreatif.. caranya siiih gampang-gampang susah..
Menurut sesepuh gw Prof.Rochiati Wiraatmadja menyarankan dalam proses pembelajaran sejarah harus dilakukannya suatu “pendekatan multikultural” (multicultural approach) Naaah,, Loo Ngerti kaga?? Jangan sambil hoKcaY yaa..biasa za kale.. maksudnya:
multicultural approach” adalah suatu pemahaman dalam memandang keragaman budaya dalam kesetaraan para pengikutnya. Masyarakat bangsa Indonesia yang seperti dalam moto bineka tunggal ika, menggambarkan sebagai bentuk keragaman, seperti etnik, bahasa, adat kebiasaan, kebudayaan dan agama adalah satu, dengan kesetaraan dalam jenis perbedaan itu (Rochiati, 2007:218)
Masiih ngAngaah Sob?? Kaga ngerti ya? Sama.. Gw juga.. Xixixixix J ,, oia buat Lo siswa-siswi yang masih malas belajar loh harus paksa guru Lo biar ga Ku’uleun dan ajak dia buat “BUKA-BUKAAN”.. Eiitss,, maksud Gw buka-buka’an buku tentang pembelajaran kreatif biar Loo semua pada asyiik cuy belajar sejarahnya. Karena loo semua berhak diarahkan untuk:
1.    Menyadari bahwa Lho mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan mencapai hasil pendidikan sesuai dengan potensinya.
2.    Lho juga diharuskan berpartisipasi secara kompeten dalam kegiatan masyarakat yang sifatnya antar budaya
3.    Dan buat Lho Bro,, guru sejarah harus memfasilitasi efektif hasrat belajar para siswa, tanpa membeda-bedakan.. biasanya klo gurunya cowook suka ngasih nilai gde ma muridnya yang cakep.. hehehe.. sumpah bukan termasuk gw ya.. J
4.    Nih buat sekolah juga harus memperhatikan setiap kegiatan yang sifatnya deskriminatif dan menekan terhadap siswa yang mempunyai perbedaan.. misalnya ada komunitas siswa yang berbeda aliran,, kaya buat Genk-Gonk or apalah,, bagi gW ga masalah,, yang penting bagaimana GenK mereKa ntu kudu bisa gW ajak ke hal yang Positif tentunya yang berhubungan dengan pelajaran seJarah donk… misal ada siswa Lho yang ikut GenK motoR ga masalah,, sekalian ikut n Lho ajak ke tempat2 bersejarah,, ya ajakinnya jangan dulu belajar,, bilang saja foto-foto nah,, pas lagi nyante2nya Lho cerita deh sejarah gedung itu,, tanpa sadar dah masuk tuk sm materi sejarah..
5.    Terakhir ni adalah saran kalo proses pembelajaran di kelas harus “student contered” nah ketika Lho ma siswa Lho yang pernah diajak jalan-jalan ke tempat bersejarah,, Lho suruh saja dia bercerita tentang jalan-jalannya tersebut dan tanya apa yang siswa Lho tau tentang tempat itu.. lama-lama mereka akan tertarik dan bisa jadi Genk-Gonknya berubah jadi komunitas yang tidak lagi meresahkan bahkan cenderung akan berjiwa patriot..
Naaah,, sekarang terserah Lho,, semoga dapat inspirasi,, dan sorry… isi ga sesuai dengan judul.. Tp intinya gW pengen nyampein ni semua.. soalnya kalo ga di sampein gW berdosa sama kalian,, punya sedikit ilmu tp ga di amalin,, kan Ga enaK.. Oke Selamat mencoBa n’ Good Luck Ya sooBB… J

Jumat, 18 Januari 2013

PERANG DAN DIPLOMASI DI SUBANG (antara Jepang Vs Belanda)



LANUD SURYADARMA KALIJATI TERKUAT PADA MASA
Dalam pikiran kita mungkin terbayang mengapa Belanda dan Jepang harus melakukan perundingan dan p[enyerahan kekuasaan di Subang? Padahal Kalijati, Subang merupakan kota kecil yang jauh dari kota-kota besar dan strategis seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Palembang, Tarakan, balikpapan dan kota-kota lainnya? Siapa yang tak kenal Kalijati? Hampir pasti semua orang Subang pasti mengetahui Kota Kecamatan di barat Kabupaten Subang  itu. Keberadaanya saat ini tidak hanya terkenal karena memiliki pangkalan udara. Namun ternyata  pada kenyataannya masih banyak orang yang tidak mengenal bahkan mengetahui sejarahnya, mereka mengenal kalijati-subang hanya di buku paket pelajaran sekolah saja. Keberadaannya yang strategis dimanfaatkan oleh Jepang untuk kepentingan Perang dan Diplomasi dengan Belanda.

SEJARAH kalijati dalam peralihan kekuasaan penjajahan tidak hanya dari pangkalan udara. Tetapi juga banyak peninggaalan yang menjadi saksi bisu fakta sejarah, termasuk Rumah Sejarah Kalijati. Rumah itu menjadi tempat peneyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang.
Belanda berhasil menguasai penjajahan di Indonesia lebih dari tiga setengah abad. Namun  perjalanannya terhenti setelah Jepang menggempur kekuatan Belanda, akhirnya harus menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang. Sebagai  bukti kekalahan tersebut, maka pada 8 Maret 1942 dilaksanakan perundingan antara Belanda dengan Jepang di  Kalijati Subang.
Perjalanan Jepang menguasai Kalijati, bermula pada 1 Maret 1942. Di bawah pimpinan Vice Admiral Takahasi, balatentara Jepang mendarat di Pulau Jawa. Salah  satu tempat yang menjadi pendaratan tentara Jepang adalah di pangkalan udara Kalijati di bawah pimpinan Kolonel Shoji.
Dalam pendaratanya Jepang di Kalijati bermaksud untuk menggempur sekutu Belanda yang waktu itu masih menjajah Indonesia. Menurut Kepala Museum Rumah Sejarah Kalijati Andan Fitriyah (46), kedatangan Jepang ke Kalijati waktu itu karena melihat kekuatan Belanda yang lemah. Perkiraan  itu memang benar, sebab kekita mendarat boleh dikatakan Belanda tidak ada perlawanan yang berarti.
Selain itu dikisahkan Andan, kekuatan tentara Jepang sangat banyak dengan lebih dari 3.000 serdadu. Mereka menguasai Kalijti  dilengkapi dengan sepeda dan kereta tempur (panser). Pasukan  ini terdiri dua batalyon infantri dengan komandannya Mayor Wakamutsu dan Mayor Ega Shira. Dengan keadaan seperti ini, pada 1 Maret 1942, pertempuran terjadi dan akhirnya tentara Belanda kocar-kacir, bahkan kalah oleh tentara Jepang.
Lebih lanjut Andan mengatakan kedatangan tentara Jepang ke Kalijati sangat menggemparkan rakyat Kalijati waktu itu. “Pasukan rakyat Jepang begitu cepat menguasai Kalijati. terutama di sekitar pangkalan  udara Kalijati, sehingga hal ini membuat masyarakat sangat terkejut,” kisahnya.
Setelah sekutu Belanda kalah oleh Jepang, maka dalam waktu yang singkat tentara Jepang mampu menguasai pangkalan udara Kalijati dan sekitarnya. “Setelah Belanda kalah dan mundur ke jurusan Bandung, akhirnya Jepang berhasil menduduki dan menguasai wilayah Kalijati,” tutur Andan.
Kemenangan tentara Jepang ternyata tidak membuat Kolonel Shoji puas. Sehingga  ia memerintahkan tentara Jepang untuk terus mengejar Belanda yang waktu itu lari ke arah wilayah Bandung. Markas Kolonel Shoji di pusat perkebunan Pamanukan, Ciasem, menjadi tempat awal bagi tentara Jepang memburu musuhnya.
Perburuan pasukan Belanda oleh tentara Jepang dilanjutkan ke arah Bandung, terus mendesak ke daerah Ciater dan Lembang. Pada 6 Maret 1942 Jepang memukul mundur pasukan Belada dari Ciater. Kawasan yang terkenal dengan daerah air panas itu jatuh ke tangan tentara Jepang.
Sementara Subang jatuh dan pertahanan Belanda di Ciater runtuh, berarti jalan menuju Bandung terbuka lebar dan hambatan makin berkurang. Sisa-sisa serdadu Belanda yang terus mundur ke Kota Kembang digiring dengan serangan dari udara. “Melalui Lembang sisa-sisa serdadu Belanda lari ke Bandung dengan terus dihantui pengejaran militer Jepang,” ujar Andan.
Di pihak lain, Gubernur Jenderal Tjarda pada 5 Maret 1942 menyerahkan pimpinan tinggi tentara kepada Legercomandant yang selanjutnya mengeluarkan ketentuan, tidak dibenarkan Bandung dijadikan ajang pertempuran. Maksudnya untuk mencegah serangan Jepang, mengingat  Kota Bandung penduduknya sudah padat. Dengan pertimbangan demikian, pimpinan KNIL mengajukan agar diadakan perundingan.
Sekutu Belanda menyerah pada 8 Maret 1942. Akhirnya perundingan antara sekutu Belanda dan militer Jepang dilangsungkan. Awalnya direncanakan lokasi perundingan bertempat di daerah Jalancagak atau Ciater. Tetapi ternyata tidak jadi di Jalancagak yang merupakan kesepakatan awal, melainkan perundingan berlangsung di Pangkalan Udara Kalijati.
Hal  ini dengan pertimbangan bahwa Pangkalan Udara Kalijati merupakan pangkalan yang kuat di Jawa Barat yang dibentengi dengan pesawat-pesawat tempur dan pembom. “Kalau misalnya perundingan gagal dan pertempuran meletus, Jendral Hitashi Imamura dapat mengontrol langsung jalannya operasi pertempuran. Selain itu secara psikologi menunjukkan kepada Belanda bahwa Jepang memiliki pesawat-pesawat yang setiap saat bisa digunakan,”