Sabtu, 07 Mei 2011

PERADABAN MESIR

A. Letak Geografis Mesir
Keadaan geografis negeri Mesir hampir sama dengan Mesopotamia. Namun, yang membedakan antara kedua daerah ini adalah, jika proses munculnya peradaban di Mesopotamia (dari zaman batu sampai munculnya peradaban) berjalan dengan lamban, proses peradaban di Mesir (dari neolithikum sampai munculnya budaya kekotaan) sangat cepat. Sangat mungkin bila hal itu disebabkan karena keberadaan Sungai Nil. Oleh karena itulah Herodotus menyebut negeri Mesir dengan sebutkan “Berkat dari Sungai Nil”. Peradaban Nil menurutnya adalah hadiah dari Sungai Nil (Daldjoeni, 1995: 64)
Sungai Nil mempunyai peran yang sangat penting bagi munculnya peradaban di daerah Mesir. Sekitar 10.000 tahun yang lalu, iklim di daerah Mediteran tampaknya berubah. Hujan semakin berkurang. Bangsa pengembara mulai berpindah mendekati Sungai Nil. Sungai itu merupakan sungai terbesar di Afrika Utara. Di dekat muaranya, Sungai Nil membentuk delta yang luas yang sebagian besar berupa rawa dan sebagian berupa tanah keras. Panjang Sungai Nil ± 6670 km yang bermuara di Laut Tengah. Daerah lembah sungai itu dipagari oleh padang pasir yang sangat luas. Selain itu, daerah di samping Sungai Nil merupakan daerah yang sangat hijau, sedangkan tak jauh dari daerah hijau ini terdapat pemandangan yang sangat kontras, yaitu padang gurun yang sangat gersang. Pada masa prasejarah, lembah-lembah lateral yang kini sepenuhnya kering, mungkin masih cukup basah sehingga memungkinkan diselenggarakan pertanian yang efektif. Di daerah banjir di dekat Nil dan Delta dahulu telah merupakan suatu daerah pemukiman yang cukup mapan, antara 5000-4000 SM. Hal Ini merupakan fase sejarah yang stabil dan panjang. Setiap setahun sekali Sungai Nil meluapkan airnya ke areal pertanian yang memang telah disiapkan untuk menampung air luapan tersebut. Oleh karena itu di sini diperlukan suatu cara untuk mengendalikan banjir itu, sebagaimana kini masih dilakukan di banyak tempat di dunia. Setiap tahun endapan dari Sungai Nil membawa endapan baru yang dapat menyuburkan daerah itu. Sehingga pada zaman kuno orang-orang Mesir hidup di daerah tepian Sungai Nil, dan biasanya tidak lebih jauh dari 15-50 km dari Sungai Nil. Mereka hidup bercocok-tanam di tepian Sungai Nil yang subur. Untuk itu, secara bertahun-tahun bangsa Mesir kuno mempelajari cara-cara mengairi daerah yang tandus. Saluran-saluran digali untuk mengalirkan air dari Sungai Nil ke tanah mereka yang tandus. Mereka menggunakan semacam timba sederhana untuk mengangkat air sungai ke daerah yang lebih tinggi letaknya. Pertanian berkembang dengan baik. Mereka mengolah tanahnya dengan menggunakan bajak yang ditarik sapi. Mereka mengamati iklim sepanjang tahun untuk menentukan saat yang tepat untuk mulai bercocok tanam dan memperkirakan saat datangnya banjir.
Jelaslah bahwa penghuni daerah sekitar Sungai Nil dalam kehidupannya sangat tergantung pada air Sungai Nil. Melihat kondisi seperti itu, penggalian saluran-saluran untuk pengaturan dan pembagian air bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan secara individu melainkan harus dikerjakan oleh masyarakat seluruhnya. Untuk mengatur semua itu harus ada suatu kekuasaan yang dapat ditaati oleh semua orang. Muncullah di Mesir suatu pemerintahan di bawah seorang raja yang berkuasa secara mutlak.
Dengan gambaran itu kita melihat, bahwa tanpa Sungai Nil, maka daerah ini menjadi daerah yang mati. Tetapi karena Sungai Nil, maka daerah ini menjadi daerah yang tersubur di daerah Timur Tengah.
Sejarah Mesir pertama kali muncul di Mesir Hulu, sebuah lembah sempit di Sungai Nil. Negeri ini terbagi atas 3 bagian yaitu lembah Nil atas yang sempit, bagian delta yang lebar, dan daerah gurun dengan oase-oasenya yang mengapit Sungai Nil. Secara geografis penduduk yang tinggal di tepian sungai ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yang masing-masing mempunyai ciri yang berbeda, yaitu daerah Mesir atas yang terletak di sebelah selatan dan daerah Mesir bawah yang terletak di sebelah utara. Terdapat suatu perbedaan yang sangat tajam antara kedua daerah ini. Penduduk di daerah Mesir atas biasanya menekuni dalam bidang peternakan, di antaranya beternak biri-biri, babi, dan kerbau sedangkan Mesir bawah menekuni pertanian. Dengan kondisi tanah yang baik dan yang tandus, penduduk lembah Sungai Nil dipaksa untuk bertani dengan cara yang intensif sehingga sejak zaman prasejarah di situ hidup suatu bangsa yang memiliki mata pencaharian bertani dengan panenan 3 kali dalam setahun (Daldjoeni, 1982:61-64).

B. Keadaan alam, tumbuhan dan hewan-hewan
Sifat suatu bangsa serta budayanya terutama ditentukan oleh keadaan bumi di mana bangsa tersebut bertempat tinggal. Keadaan tanah, cara khas bertani dan hasil pertaniannya, seluk beluk iklim dan permusimannya, luas areal pertanian, semuanya itu menentukan pembangunan bidang ekonomi dan politik suatu bangsa. Di Mesir kuno hal-hal tersebut dapat dilihat kenyataannya pada bangsa yang mendiami lembah Sungai Nil bagian atas maupun bagian bawah yang pada akhirnya membentuk suatu kota. Munculnya kota-kota di Mesir pada dasarnya memiliki pola yang sama dengan di Mesopotamia. Tetapi pola ini berubah sekitar 3300 SM ketika kota-kota dan desa-desa di sepanjang Sungai Nil menyatukan diri menjadi dua buah kerajaan, yakni Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Pada 3100 SM, Fir’aun Mesir (Raja Menes) menyatukan kedua bagian Mesir tersebut ke dalam sebuah entitas tunggal yang merupakan kekaisaran pertama di dunia. Di bawah pemerintahan para Fir’aun inilah yang berlangsung selama 2500 tahun, Mesir memiliki sebuah kebudayaan yang berbeda dari sebelumnya. Farao menyebutkan dirinya raja, penguasa Mesir Hilir dan Mesir Hulu.
Perkembangan bidang pertanian dan peternakan ini tidak lepas dari peranan Sungai Nil, kondisi geografis dan klimatologis dari wilayah tersebut. Tempat lahirnya peradaban manusia memang di lembah-lembah sungai besar, khususnya Nil, Eifrat dan Tigris. Baik lembah Nil maupun Eufrat-Tigris mengandung latar belakang alami yang baik untuk terjadinya permukiman permanen, dengan perincian keterangan sebagai berikut:
a. adanya sungai besar dengan luapan airnya secara periodik, memberikan kesuburan yang berupa lumpurnya, sehingga terjaminlah panenan yang kaya.
b. Tersedianya banyak hewan liar, baik binatang menyusui, aneka burung terbang dan yang tidak terbang.
c. Terapit oleh gurun yang berfungsi sebagai pengahalang bagi serbuan musuh dari luar.
d. Adanya langit subtropika yang terang sepanjang tahun memungkinkan manusia melakukan penyelidikan atas benda-benda langit yang dihubungkan dengan kegiatan pertanian. Akhirnya muncul astronomi dan ilmu pasti yang mendorong berbagai penemuan lainnya (Daldjoeni, 1982: 62)
Walaupun sebelum jaman kuno penduduk Mesir telah membina daerah yang maju. Terutama sekali mereka telah mulai bercocok tanam, menggunakan perkakasan tembaga manggantikan perkakasan batu dan tidak lama sebelum 3100 SM mereka telah membangun tulisan yang dikenal sebagai Hieroglief.

C. Sistem Kekuasaan Raja-Raja Mesir
Sejarah politik di Mesir berawal dari terbentuknya komunitas-komunitas di desa-desa sebagai kerajaan-kerajaan kecil dengan pemerintahan desa. Desa itu disebut nomen. Dari desa-desa kecil berkembanglah menjadi kota yang kemudian disatukan menjadi kerajaan Mesir Hulu. Proses tersebut berawal dari tahun 4000 SM namun pada tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan kedua kerajaan tersebut menjadi satu kerajaan Mesir yang besar.
Mesir merupakan sebuah kerajaan yang diperintah oleh raja yang bergelar fir’aun. Ia berkuasa secara mutlak. Fir’aun dianggap dewa dan dipercaya sebagai putra Dewa Osiris. Seluruh kekuasaan berada ditangannya baik sipil, militer maupun agama.
Sebagai penguasa, fir’aun mengklaim atas seluruh tanah kerajaan. Rakyat yang tinggal di wilayah kerajaan harus membayar pajak. Untuk keperluan tersebut fir’aun memerintahkan untuk sensus penduduk, tanah, dan binatang ternak. Ia membuat undang-undang dan karena itu menguasai pengadilan. Sebagai penguasa militer fir’aun berperan sebagai panglima perang, sedangkan pada waktu damai ia memerintahkan tentaranya untuk membangun kanal-kanal dan jalan raya.
Untuk menjalankan pemerintahannya fir’aun mengangkat para pejabat yang pada umunya berasal dari golongan bangsawan. Ada pejabat gubernur yang memerintah propinsi, panglima ketentaraan, hakim di pengadilan dan pendeta untuk melaksanakan upacara keagamaan. Salah satu jabatan penting adalah wazir atau Perdana Menteri yang umumnya dijabat oleh putra mahkota.
Sejak tahun 3400 SM sejarah Mesir diperintah oleh 30 dinasti yang berbeda yang terdiri dari 3 zaman yaitu kerajaan Mesir Tua yang berpusat di Memphis, kerajaan Tengah di Awaris dan Mesir Baru di Thebe.
Secara garis besar keadaan pemerintahan rja-raja Mesir adalah sebagai berikut:

1. Kerajaan Mesir Tua (2660-2180 SM)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu ia digelari Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar. Kerajaan Mesir Tua disebut zaman piramida karena pada masa inilah dibangun piramida-piramida terkenal misalnya piramida Sakarah dari fir’aun Zosser. Piramida di Gizeh adalah makam fir’aun Cheops, Chifren dan Menkawa. Runtuhnya Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya terjadilah perpecahan antara Mesir Hilir dan Mesir Hulu.

2. Kerajaan Mesir Tengah (1640-1570 SM)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain membuka tanah pertanian, membangun proyek Irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syria dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan samapai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir tengah diserbu dan ditaklukkan ole bangsa Hyksos.
3. Kerajaan Mesir baru (1570-1075 SM)
Lembah Nil sudah menjadi kawasan tempat kekal manusia sejak zaman Paleolitik. Penduduk awal bercocok tanam, memburu serta memancing untuk dapat hidup. Menjelang 6000 SM kehidupan penduduk menjadi lebih berorganisasi. Fir’aun Menes telah menyatukan wilayah-wilayah di lembah Nil dan menubuhkan kerajaan Mesir yang pertama pada 3200 SM. Dengan ini, pemerintahan Mesir secara dinasti bermula.

D. Sejarah Mesir Kuno
Sejarah Mesir kuno dibagi menjadi masa Pradinasti dan masa Dinasti. Pada masa Pradinasti, daerah Mesir terbagi menjadi beberapa bagian. Pada akhir abad ke-4000 SM, daerah Mesir yang terpecah-pecah itu disatukan menjadi dua kelompok besar yang dikenal dengan sebutan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Kedua bagian itu kemudian disatukan di bawah pemerintahan Menes. Sejak saat itu mulai dikenal masa Dinasti. Penyatuan Mesir yang menandakan permulaan jaman kuno bermula sekitar 3100 SM. Sebelum itu Mesir atas (selatan) dan Mesir bawah (utara) dikuasai oleh pemerintah yang berlainan. Dengan penyatuan kedua wilayah ini membenarkan sistem pusat dan pengaliran perdagangan sepanjang Sungai Nil. Dalam riwayat tradisi penyatuan Mesir dikatakan oleh pahlawan dari selatan yang bernama Narmer, Firaun pertama yang berjaya menguasai seluruh Mesir utara sehingga ke delta Mediterranean. Kemungkinannya proses penyatuan tersebut berlaku secara perlahan-lahan.
Firaun merupakan pemerintah kedua kerajaan ini dan mengetuai struktur negara Mesir silam. Firaun bertindak sebagi raja, pemimipin kerohanian dan commander-in-chief bagi kedua tentara darat dan tentara laut. Firaun dianggap dewa, hubungan antara manusia dan para dewata dibawahnya adalah kerajaan yang dibagi dua ( satu bagi Mesir atas dan satu lagi bagi Mesir bawah).
Menjelang tahun 3000 SM, kerajaan-kerajaan kecil itu telah dapat membentuk dua buah kerajaan besar yaitu Mesir Hulu di daerah Selatan dengan Thebes sebagai ibu kotanya (kini Luxor) dan Mesir Hilir di bagian Utara dengan Memphis sebagai ibu kotanya. Raja Mesir Hilir yang bernama Menes telah berhasil menyatukan dua buah kerajaan tersebut dengan mengekalkan Memphis sebagai ibukota.
Bangsa Yunani menyatakan bahwa Memphis merupakan sebuah ibukota Mesir purba (2615-1920). Di kota inilah didirikan kerajaan Mesir awal daripada dinasti pertama (3200 SM). setelah itu, terbentuknya kerajaan Mesir baru (1570-322 SM), maka ibukotanya dipindahkan dari Memphis ke Thebes.
Rakyat Mesir itu sendirilah yang menghubungkan daerah hulu dan hilir menjadi satu kerajaan besar dengan Menes sebagai pendiri dinasti yang pertama. Banyak penemuan arkeologis yang menunjukkan adanya kebudayaan yang cukup tinggi sebelum munculnya dinasti Menes. Dari ibukotanya di Memphis, dinasti ini memerintah apa yang disebut :kerajaan kuno” yang membentang dari Mesir Hulu ke daerah Hilir. Di bawah dinasti berikutnya, yakni Dinasti IV (2600-2500 SM) dibangunlah piramid-piramid yang terkenal di Gizeh. Piramid-piramid itu dibangun oleh Cheops dan raja-raja lain sebagai tempat pemakaman mereka.
Raja-raja dinasti I-IV diantaranya adalah Khufu, Khafre, dan Menkaure, mendirikan bangunan mastabo (makam), piramida, dan bangunan untuk pemujaan dewa penguasa kota Memphis. Dewa lainnya yang dipuja adalah Ra, Osiris, dan Isis. Bangunan piramida yang didirikan oleh dinasti I-IV antara lain adalah piramida Teras Zosser dan piramida Cheops atau Khufu di Gizeh. Piramida-piramida itu ada yang didampingi oleh arca Sphynx.

E. Masa Kerajaan baru
Kerajaan berikutnya disebut Kerajaan baru. Kerajaan itu berlangsung selama 500 tahun (1560-1085 SM). Pada masa itu Kerajaan Mesir merupakan negara yang terkuat di dunia. Masa kejayaannya telah berlangsung sejak tahun 1560 SM, di bawah pemerintahan Raja Ahmosis dinasti XVIII, berhasil mengusir tentara Hyksos yang masih menguasai sebagian wilayah Mesir. Ia mempunyai tentara yang terlatih baik dalam menggunakan kereta kuda. Kota Thebe kembali menjadi kota penting. Amon diangkat sebagai dewa kota. Ia disamakan dengan Re sehingga disebut juga Amon-Re.
Salah seorang pengganti Ahmosis adalah Ratu Hatshepsut. Ia merupakan wali dari Thutmosis III yang saat itu masih kecil. Setelah menjadi raja, Thutmosis III dikenal dengan sebutan “Napoleon dari Mesir”. Ia menaklukkan dan menjalin persahabatan dengan daerah lain. Daerah kekuasaannya terbentang dari lembah Sungai Tigris dan Eufrat di timur laut, Asia Kecil dan Kreta di utara, Libya di barat, dan Nubia di selatan.
Pada akhir abad ke-17 SM pemerintah selatan Mesir (atas) melancarkan pemberontakan terhadap Hyksos. Ahmose merupakan penguasa Dinasti ke-18, ia berkuasa dari 1560-1087 SM. Secara berurutan Mesir diperintah oleh tiga dinasti secara berturutan yaitu dinasti ke-18, 19 dan 20. Corak pemerintahan Kerajaan baru menyerupai Kerajaan lama, tetapi lebih mutlak. Kuasa ketentaraan kini menjadi asas pemerintahan fir’aun. Fir’aun agung yang terakhir adalah Ramses II yang memerintah dari 1182-1151 SM. Setelah itu, terbentuk kerajaan Mesir baru (1570-322 SM), maka ibukotanya dipindahkan dari Memphis ke Thebes.
Sesudah diduduki bangsa Hyksos, Mesir memasuki zaman kerajaan Baru atau zaman imperium. Disebut zaman imperium karena para Fir’aun Mesir berhasil merebut wilayah di Asia Barat termasuk Palestina, Funisia dan Syiria. Raja-raja yang memerintah zaman Mesir baru antara lain:
1. Ahmosis 1, ia berhasil mengusir bangsa Hyksos dari Mesir sehingga berkuasalah dinasti ke-18, ke-19 dan ke-20.
2. Thutmosis 1, pada masa pemerintahannya Mesir berhasil menguasai Mesopotamia yang subur.
3. Thutmosis III, merupakan raja terbesar di Mesir, ia memerintah bersama istrinya Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut ia digelari “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan kuil Karnak dan Luxor.
4. Amenhotep IV, kaisar ini dikenal seorang raja yang pertama kali memperkenalkan kepercayaan yang bersifat monotheis kepada rakyat Mesir Kuno yaitu hanya menyembah dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Ia juga menyatakan sebagai manusia biasa dan bukan dewa.
5. Ramses II, dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abusimbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah Sungai Nil dengan Laut Merah namun belum berhasil. Masa ramses II diperkirakan sejaman dengan Nanbi Musa
Setelah pemerintahan Ramses II kekuasaan di Mesir mengalami kemunduran. Mesir ditaklukkan Assyria pada tahun 670 dan pada tahun 525 SM menjadi bagian imperium Persia. Setelah Persia, Mesir dikuasai oleh Iskandar Zulkarnaen dan para penggantinya dari Yunani dengan dinasti terakhir Ptolemeus. Salah satu keturunan dinasti Ptolemeus adalah Ratu Cleopatra dan sejak tahun 27 SM, Mesir menjadi wilayah Romawi.
Sejarah Mesir mengalami perubahan di bawah pimpinan Amenhotep IV atau Ikhnaton. Ia memperkenalkan penyembahan dewa matahari yang disebut Aton. Dewa itu dikatakan sebagai pengganti Amon dan segala dewa lainnya, kecuali Re, karena Re merupakan bagian dari Aton. Ibu kota kerajaannya dipindahkan ke Akhetaton, 5000 kilometer di utara Memphis dan Thebe.

F. Hasil Kebudayaan bangsa Mesir
1. Sistem Kepercayaan
Masyarakat Mesir mengenal pemujaan terhadap dewa-dewa. Ada dewa yang bersifat nasional yaitu Ra (dewa matahari), amon (dewa bulan) kemudian Amon-Ra. Sebagai lambang pemujaan kepada Ra didirikan obelisk yaitu tiang batu yang ujungnya runcing. Obelisk juga dipakai sebagai tempat mencatat kejadian-kejadian. Untuk pemujaan terhadap dewa Amon-Ra dibangunlah kuil karnak yang sangat indah pada masa Raja Thutmosis III.
Selain dewa nasional maka ada dewa-dewa lokal yang dipuja pada daerah-daerah tertentu seperti Dewa Osiris yaitu hakim alam baka, Dewi Iris yaitu dewi kecantikan isteri Osiris, Dewa Aris sebagai dewa kesuburan dan dewa Anubis yaitu dewa kematian. Wujud kepercayaan yang berkembang di Mesir berdasarkan pemahaman sebagai berikut:
1. Penyembahan terhadap dewa berangkat dari ide/gagasan bahwa manusia tidak berdaya dalam menaklukkan alam.
2. Yang disembah adalah dewa/dewi yang menakutkan seperti dewa Anubis atau yang memberi sumber kehidupan.
Kepercayaan yang kedua berkaitan dengan pengawetan jenazah yang disebut mumi. Dasarnya membuat mummi adalah bahwa manusia tidak dapat menghindari dari kehendak dewa maut. Manusia ingin tetap hidup abadi. Agar roh tetap hidup maka jasad sebagai lambang roh harus tetap utuh.
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa selama tubuh jasmani manusia masih utuh (meskipun sudah meninggal), ia sebenarnya masih hidup. Oleh karena itu, bangsa Mesir kuno selalu mengawetkan mayatnya dengan cara dibalsem. Mayat diawetkan dengan menggunakan ramuan rempah-rempah dan wewangian. Setelah itu, mayat dibalut dengan kain tipis sampai seluruh tubuh mayat tertutup, lalu dimasukkan ke dalam peti. Mayat yang sudah dibalsem itu disebut mumi. Selain mayat, peti mati itu dilengkapi dengan berbagai bahan kebutuhan hidup, seperti makanan, pakaian, minuman, dan perhiasan. Peti yang berisi mumi itu kemudian disimpan di makam yang dibuat berundak dan dilengkapi dengan alat-alat pengaman agar tidak diganggu orang. Peti mayat Firaun disimpan di dalam piramida.
Setelah munculnya doktrin bahwa kekuasaan raja itu tak terbatas, maka gambaran yang paling menyolok dari agama Mesir kuno adalah penekanannya yang begitu obsesif pada alam hidup setelah mati. Secara harfiah, ini merupakan keprcayaan yang lebih menekankan pada ketidakmatian badan daripada kepercayaan yang mengajarkan bahwa roh itu tidak akan pernah mati.
Akhirnya kepercayaan orang Mesir akan tidak adanya kematian terekspresikan dalam pemujaan terhadap dewa yang khusus, Osiris yang diidentifikasikan dengan Sungai Nil, saudara perempuannya Issis yang Ia kawini, diidentifikasikan dengan tanah dan kesuburan.
Agama Mesir kuno yang populis itu muncul sebagai semacam politheisme dengan ritualismenya yang cukup rutin. Dalam perkembangan selanjutnya golongan pendeta melakukan penghalusan kepecayaan politheistik pada monotheisme dengan hanya menyembah Ikhnaton (1375-1358 SM). Raja ini mengajarkan agama Aton, cakra matahari, cakra yang memancar dari sinar-sinar yang masing-masing sinar itu berakhir ditangan manusia.

2. Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebut Hieroglyf berbentuk gambar. Tulisan Hieroglif ditemukan di dinding piramida, tugu obelisk maupun daun papirus. Huruf Hieroglyf terdiri dari gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna. Tulisan Hieroglifh berkembang menjadi lebih sederhana kemudian dikenal dengan tulisan hieratik dan demotis. Tulisan hieratik atau tulisan suci dipergunakan oleh para pendeta. Demotis adalah tulisan rakyat yang dipergunakan untuk urusan keduniawian misalnya jual beli.
Huruf-huruf Mesir pada waktu itu semula menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan pada waktu Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799 salah satu anggota pasukannya menemukan sebuah batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.
Batu itu kemudian dikenal dengan batu Rosetta memuat inskripsi dalam tiga bahasa. Pada tahun 1822 J.F. Champollion telah menemukan arti dari isi tulisan batu Rosetta dengan membandingkan tiga bentuk tulisan yang digunakan yaitu Hieroglif, Demotik dan Yunani.
Selain di batu, tulisan Hieroglif juga ditemukan di kertas yang terbuat dari batang papirus. Dokumen papirus sudah digunakan sejak dinasti yang pertama. Cara membuat kertas dari gelagah papirus adalah dengan memotongnya. Kemudian kulitnya dikupas dan intinya diris/disayat tipis-tipis.
Pengkaji Mesir purba (Egyptologis) merujuk kepada tulisan Mesir sebagai Hieroglief bersama dengan Cuneiform script Mesopotamia sebagai sistem penulisan tertua di dunia. Hieratic adalah bentuk Hieroglief Mesir bersambung yang pertama sekali digunakan semasa dinasti pertama ( 2925-2775 SM ).
Di kampung Rasyid terdapat sebuah prasasti yang mengandung catatan Ptolomeus V dari Yunani tahun 320 SM. Catatan tersebut didapat di dalam tiga tulisan yaitu Hieroglifs, demotic dan Coptic. Dalam tulisan tersebut terdapat nama Ptolemy dan Cleopatra. Ptolemy merupakan silsilah raja-raja Mesir yang berjumlah 15 orang dari mulai tahun 304-30 SM. Mereka menjadikan Iskandariah sebagai kota pemerintahan. Bertitik tolak dari saat itulah, tulisan hieroglifs sudah dapat dibaca sehingga mampu menyingkap sejarah Mesir Purba.
Kita dapat tahu banyak tentang Mesir Kuno berkat penerjemahan penggalan-penggalan sejarah Mesir ke dalam bahasa Yunani serta penelitian-penelitian arkeologis yang cukup cermat. Di samping itu sumber lainnya adanya inskripsi-inskripsi yang jumlahnya melimpah serta adanya papyrus-papyrus yang jumlahnya juga tidak sedikit. (papyrus adalah semacam kertas yang terbuat dari sejenis alang-alang yang kemudian diawetkan di udara yang kering). Bahasanya, bahasa di dalam papyrus itu pertama kali berhasil diungkap oleh seorang Prancis Champoleon dari Batu Rosetta yang ditemukan di Delta pada tahun 1799.
Untuk bidang kesusastraan hanya ada beberap contoh yang sampai di tangan kita, adanya berbagai variasi bentuj karya sastra yakni puisi, cerita pendek, sejarah, karya-karya tentang astronomi dan matematika dasar. Kesusastraan Mesir, khususnya aphorisme-aphorisme yang bernada kecewa atau ungkapan-ungkapan moralnya.
Dari hasil pengamatan itu, akhirnya mereka dapat membuat suatu sistem penanggalan. Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan dan 365 hari. Mereka juga mengenal tulisan yang disebut tulisan hieroglif.

3. Sistem kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus (peredaran) bulan selama 29 ½ hari. Karena dianggap kurang tetap kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12x30 hari lalu ditambahkan 5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat. Penghitungan ini sama dengan kalender yang kita gunakan sekarang yang disebut tahun Syamsiah (sistem Solar). Penghitungan kalender Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh bangsa Romawi menjadi kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem lunar (peredaran bulan) menjadi tarik Hijriah.
Menurut penelitian Ed. Mayer penanggalan Mesir kuno dipakai sejak 19 Juli 4241 SM. Dalam penanggalan Mesir Kuno satu tahun ada 360 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan Juli yakni hari permulaan banjirnya Sungai Nil. Tanggal ini bertepatan dengan munculnya kembali di langit bintang Sotis (Syrius) pada pagi hari.
Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan yang panjangnya masing-masing ada 30 hari. Pada akhir tahun diadakan 5 hari tambahan sehingga setahun menjadi 365 hari. Tiap empat bulan mewujudkan
Suatu musim khusus masa banjir (echet), masa tanam (projet), masa tuai (Sjomu).
Setiap tahun pada pertengahan bulan Juni air Sungai Nil mulai naik. Ini disebabkan karena sungai tersebut ketambahan air dari wilayah hulunya (Sungai Nil Biru dan sungai Ataba) di Ethiopia, di mana juga ada banyak pencairan salju. Baru pada pertengahan bulan Juli terjadi peluapan hebat di bagian hilir, yaitu di Mesir; ini berakhirnya lambat yaitu pada bulan November berikutnya.
Kemudian dalam bulan Januari, Februari dan Maret, ladang-ladang gandum yang pernah keluapan air Sungai Nil, menjadi kering. Mulai bulan April barulah permukaan sungai tersebut mencapai ketinggian yang terendah.
Selain berpedoman pada meluapnya tahunan Sungai Nil, para ahli perbintangan Mesir berusaha menyempurnakan penanggalan Mesir, yang panjangnya setahun sudah diketahui 365 ¼ hari seperti dalam kalender. Untuk mudahnya satu tahun dibagi menjadi 12 bulan, dengan panjang masing-masing 30 hari. Adapun kekurangannya sebanyak 5 hari ekstra. Lalu kekurangan ¼ hari, dibiarkan saja selama empat tahun, untuk kemudian disatukan menjadi hari ekstra yang keenam; inilah yang disebut tahun kabisat.
Puncak-puncak kebudayaan Mesir cenderung terjadi bersamaan dengan periode kejayaan politik atau paling tidak bangkitnya kembali penguasa pribumi. Walaupun korelasi ini agaknya tidak sempurna atau sedikit naif namun ternyata banyak karya-karya seni Mesir yang berasal dari Dinasti kerajaan Lama, Kerajaan Madya dan Kerajaan Baru, misalnya piramid-piramid besar berasal dari periode Kerajaan Tua atau Lama.
Masyarakat Mesir yang hidup dalam zaman antik itu dibentuk oleh suatu kesatuan ekonomi yang terkontrol secara ketat. Masyarakat Mesir terdiri dari kaum pendeta dan bangsawan yang jumlahnya kecil yang berada di atas masa penggarap tanah yang jumlahnya besar, atau kelompok mayoritas dalam stratifikasi sosial masyarakat itu. Hampir segala kehidupan ekonomi di Mesir, mulai dari pengedalian banjir Sungai Nil hingga distribusi hasil panen, diatur dan direncanakan dari atas yakni daro orang-orang disekitar sang Pharaoh. Tanah adalah milik Pharaoh, Pharaoh dianggap sedemikian sakralnya sehingga namanya “ Per-O “, diartikan rumah agung.
Tersentralisasikannya sistem penguasa tanah. Masyarakat Mesir adalah masyarakat yang didasarkan atas kepercayaan keagamaan yang merupakan cara yang sangat efektif untuk mempertahankan suatu masyarakat yang terorganisir secara Hierarkhis.

4.Seni bangunan (arsitektur)
Dari peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki kemampuan yang menonjol di bidang matematika, geometri dan arsitektur. Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan.
Piramida dibangun untuk tempat pemakaman fir’aun. Arsitek terkenal pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya memiliki kamar bawah tanah, pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.
Tiang-tiang dan dindingnya dihiasi yang indah. Di bagian dalam terdapat lorong-lorong, lubang angin dan ruang jenazah raja. Di depan piramida terdapat spynx yaitu patung singa berkepala manusia. Fungsi spynx adalah penjaga piramida.
Piramida terbesar adalah makam raja Cheops, yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh juga terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Sakarah terdapat piramida fir’aun Zosser. Selain piramida apakah ada tempat pemakaman yang lain di Mesir? Berdasarkan penggalian di daerah El badari ditemukan pemakaman yang disebut Hockerbestattung (Hocker artinya jongkok dan besttatung artinya pemakaman) karena orang yang meninggal dimasukkan dengan cara didudukkan menjongkok. Ada pula pemakaman yang disebut mastaba untuk golongan bangsawan.
Bangunan kedua adalah kuil yang berfungsi sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Kuil terbesar dan terindah adalah Kuil Karnak untuk pemujaan Dewa Amon Ra.
Kuil Karnak panjangnya kurang lebih 433 m (1300 kaki), tiang-tiangnya setinggi 23,5 m dengan diameter kurang lebih 6,6 m (20 kaki). Tembok, tiang dan pintu gerbang dipenuhi dengan lukisan dan tulisan yang menceritakan pemerintahan raja.
Tiap-tiap kota kecil dan besar tidak lagi harus bersifat mandiri dan akhirnya menjadi saling tergantung sama lain. Di tengah-tengah masyarakat ini, istana fir’aun memperoleh kemakmuran dan kekuasaan besar, baik secara politis maupun agama. Fir’aun menjadi lebih dari seorang raja, ia muncul di dunia untuk disembah sebagai proyek-proyek rekayasa teknik berukuran raksasa dibangun. Antara 3800 tahun SM dan 2500 SM, misalnya, lebih dari 35 piramid masih dibuat sebagai makam bagi para fir’aun itu. Yang terbesar, didirikan di bawah pemerintahan Fir’aun Cheops (2700-2675 SM), mempunyai tinggi sama dengan sebuah gedung berlantai 45.
Piramid dan bangunan besar lain yang didirikan oleh orang-orang Mesir adalah bukti luarbiasa mengenai apa yang pada saat itu dianggap sebagai kebudayaan paling maju di dunia, namun semua itu ahnyalah sebagian dari cerita. Sentralisasi kekaisaran memungkinkan berkembangnya seni dan ilmu pengetahuan terutama matematika dan astronomi melebihi apa yang diketahui sebelumnya di tempat manapun di dunia.
Piramida-piramida, reruntuhan bangunan di Karnak (Thebes). Sphinx, makam-makam yang terbuat dari batua-batuan karang, dekorasi dinding patung-patung yang kecil, bahkan perhiasan dan barang-barang yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada mulanya seni-seni itu sangat kasar dan primitif, tetapi setelah diketemukan teknologi baru, maka seni-seni itu mengalami perkembangan. Patung-patung Mesir mempunyai kemiripan dengan patung-patung dari zaman Yunani kuno dan sehingga kita mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Pengaruh-pengaruh itu tidak hanya berupa agama dan kesenian, tetapi juga keterampilan-keterampilan praktis misalnya seperti keahlian dalam bidang tukang batu, pengukuran tanah, tata buku dan akuntansi, perlogaman dan pertekstilan, pembuatan tembikar, keahlian dalam memasak dan pembalseman. Dari keahlian pembalseman dan mummifikasi, bangsa Mesir sesungguhnya sudah banyak belajar tentang anatomi manusia. Iklim di Mesir yang cukup kering menyebabkan mummi, papyrus, serta inskripsi-inskripsi dapat awet atau tersimpan dengan baik.


RANGKUMAN
Secara geografis Mesir terletak di Afrika Utara. Negara ini mempunyai pesisiran pantai Laut Mediterranean dan Laut Merah; ia bersebelahan dengan Libya di barat, Sudan di selatan, dan semenanjung Gaza, Palestina dan Israel ke Timur. Mesir purba terbagi kepada dua kerajaaan, dikenali sebagai Mesir Hulu dan Hilir. Berlainan dengan kebiasaan ,Mesir Hulu (Upper Egypt) terletak di selatan dan Mesir Hilir (Lower Egypt) di Utara, dinamakan menurut aliran Sungai Nil. Sungai Nil mengalir ke Utara dari titik selatan ke Mediterranean bukannya kebagian selatan daripada titik utara. Sungai Nil, yang merupakan tumpuan penduduk negara tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi kebudayaan Mesir semenjak kebudayaan Naqada dan Zaman Batu.
Mesir purba telah banyak dipengaruhi oleh Sungai Nil, yang telah membolehkan negara Mesir didiami manusia. Sungai Nil yang banjir secara berkala dengan tetap pada musim panas membawa bersamanya lumpur yang subur, dan surut tepat pada masanya pada musim menanam.
Sejarah Mesir pertama kali muncul di Mesir Hulu. Sebuah lembah sempit di Sungai Nil, sekitar 800 mil dari daerah antara Cataract dan delta Mesir Hilir, yakni di delta itu sendiri yang memanjang sepanjang 100 mil. Di daerah banjir di dekat Nil dan delta dahulu merupakan suatu daerah pemukiman yang cukup mapan, antara 5000-4000 SM. Banjir Sungai Nil yang demikian teraturnya sehingga pemimpin Mesir, mungkin kaum pendetanya, sejak dini mampu menghitung tahun matahari yang lamanya 365 hari. Setiap tahun endapan dari Sungai Nil membawa endapan baru yang dapat
Menjelang tahun 3000 SM, kerajaan-kerajaan kecil itu telah dapat membentuk dua buah kerajaan besar yaitu Mesir Hulu di daerah Selatan dengan Thebes sebagai ibu kotanya (kini Luxor) dan Mesir Hilir di bagian Utara dengan Memphis sebagai ibu kotanya. Raja Mesir Hilir yang bernama Menes telah berhasil menyatukan dua buah kerajaan tersebut dengan mengekalkan Memphis sebagai ibukota.
Bangsa Yunani menyatakan bahwa Memphis merupakan sebuah ibukota Mesir purba (2615-1920). Di kota inilah didirikan kerajaan Mesir awal daripada dinasti pertama (3200 SM).
Setelah itu, terbentuknya kerajaan Mesir baru (1570-322 SM), maka ibukotanya dipindahkan dari Memphis ke Thebes. Zaman purba Mesir purba merujuk kepada kebudayaan di lembah hulu Nil. Sebagai kebudayaan yang berasaskan pengairan Ia merupakan contoh jelas (quintessential example) empayar hidrolik.

Tidak ada komentar: