Kamis, 28 Mei 2009

FENOMENA MARAKNYA PEDAGANG NANAS DI JALAN CAGAK

BAB I

PENDAHULUAN

2. 1. Latar Belakang Masalah

Salah satu komoditas dagang khususnya buah yang khas di Kabupaten Subang adalah buah nanas, buah nanas ini paling banyak ditanam di Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang-Jawa Barat. Berawal dari segelintir pedagang nanas di pinggiran jalan raya Bandung-Subang kini menjadi puluhan saung (kios) pedagang nanas yang tersebar di pinggiran jalan di kecamatan Jalan Cagak, Kecamatan Ciater bahkan di Jalan Dr.Setiabudi di depan kampus Universitas Pendidikan Indonesia atau yang sering kita kenal UPI. Ini merupakan sebuah fenomena sejarah sehingga hal inilah yang menurut kami menarik untuk dikaji dan diteliti. Fenomena maraknya pedagang nanas di pinggir jalan raya Kecamatan Jalan Cagak mempunyai keunikan tersendiri mengenai dampak sosial ekonomi baik itu bagi masyarakat lainnya maupun bagi pemerintahan setempat. Sampai akhirnya hal tersebut menjadikan status jalan cagak sebagai kecamatan perdagangan buah nanas, hal ini Nampak pada tugu nanas yang telah ada sejak lama di Kecamatan Jalan Cagak kabupaten Subang-Jawa Barat.

2. 2. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah “Fenomena maraknya pedagang nanas di pinggir jalan raya Kecamatan Jalan Cagak”. Agar dalam menguraikan permasalahan menjadi lebih terarah maka kami membatasi permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:

1. Dimanakah letak geografis Kecamatan Jalan Cagak?

2. Mengapa Masyarakat Jalan Cagak memilih menjadi pedagang nanas?

3. Kehidupan Pedagang nanas di Jalan Cagak?

4. Apa dampak yang di timbulkan dari perdagangan nanas di Jalan Cagak?

2. 3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya maka jawaban dari permasalahan dalam makalah ini ialah untuk mengetahui bagaimana awalnya kondisi perdagangan nanas dijalan cagak sampai akhirnya menyebabkan maraknya perdagangan nanas di pinggiran jalan raya Bandung-Subang. Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Letak geografis Kecamatan Jalan Cagak

2. Untuk mengetahui Sejarah kehidupan pedagang nanas di kecamatan Jalan Cagak.

3. Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh perdagangan nanas.

4. Untuk melatih penulis dalam menyusun karya ilmiah dengan mempraktekan materi mata kuliah metodologi sejarah serta aplikasinya dalam menulis sejarah lokal.

1.3 METODE PENULISAN MAKALAH

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode tinjauan pustaka baik dari buku sumber yang menurut kami terdapat kesesuaian dengan pembahasan dalam makalah ini maupun sumber internet yang mendukung dengan cara berupa heuristik dan kritik sumber dan selanjutnya yaitu “(1) penapsiran dan pengelompokan fakta-fakta dalam berbagai hubungan mereka yang dalam bahasa Jerman disebut Auffasung dan (2) formulasi dan presentasi hasil-hasilnya yang dalam bahasa Jerman disebut Darstellung dan (3) menentukan dari kritik dokumen-dokumen kepada penulisan teks yang sesungguhnya”. Carrard (Syamsudin, 2007: 155) yang kemudian kami jadikan sebagai makalah sebagai hasil kajiannya.


1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dalam penyusunan makalah ini adalah:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

1.4. Metode Penulisan Makalah

1.5. Sistematika Penulisan Makalah

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Dimanakah Letak Kecamatan Jalan Cagak? Membahas mengenai letak goegrafisnya dalam bentuk peta serta identitas singkat dari kecamatan jalan cagak.

2.2. Latar belakang mengapa Masyarakat Jalan Cagak memilih menjadi pedagang nanas, mengenai penduduk dijalan cagak khususnya mereka yang rumahnya berada di pinggir kecamatan Jalan Cagak yaitu, jalan raya Bandung-Subang.

2.3. Kehidupan Pedagang nanas di Jalan Cagak, melihat dan mencari tahu mengenai pendapatan para pedagang nanas yang ada di pinggiran jalan kecamatan Jalan Cagak dengan cara pemilihan sampel dengan metode Random Sampling Sederhana dengan bentuk wawancara.

2.4. Dampak dari perdagangan nanas di Jalan Cagak yang memunculkan maraknya perdagangan nanas di pinggiran jalan raya di kawasan lainnya.

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB 2

Buah Nasas sebagai Komoditas Dagang Masyarakat Jalan Cagak dalam Menunjang Perekonomian Keluarga

2.1. Dimanakah Letak Kecamatan Jalan Cagak?

Kecamatan Jalan Cagak terletak di Kabupaten Subang, yaitu salah satu wilayah penghasil nanas dan juga menjadi tempat penjualan nanas. Untuk bisa menikmati atau melihat hamparan kebun nanas, tengoklah Kabupaten Subang, sekitar 25 kilometer dari Kota Bandung, tepatnya di Kecamatan Jalancagak, selain dari Kecamatan Jalan Cagak terdapat di Kecamatan Cijambe, atau di Cisalak. Ratusan hektar tanaman “Ananas comosus” ini terhampar luas.

“SUBANG memang sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah penghasil nanas paling besar di daratan Jawa Barat karena memiliki areal yang ditanami komoditas nanas cukup luas. Tiga tahun lalu, luas panen komoditas nanas tercatat mencapai 48.629.278 pohon dengan produksi sekitar 689.151 kuintal.

Nanas yang merupakan tanaman asal Amerika dan masuk ke Indonesia awalnya dikenal sebagai tanaman pekarangan, ternyata cukup luas pengaruhnya di masyarakat Subang. Sejumlah wilayah di Subang dikenal sebagai sentra penghasil tanaman nanas antara lain, Jalancagak, Cijambe, Tambakan, dan sekitarnya”. (http://www.kompas.com/bisnis/index.htm)

Wilayah ini merupakan kawasan pegunungan yang ditanami teh sehingga sepanjang kecamatan Jalan Cagak sampai Ciater dipenuhi oleh perkebunan teh seperti PT.Perkebunan Nusantara VIII sebagai BUMN Indonesia. Dalam mengenali dan menemukan kecamatan Jalan Cagak ini sangatlah mudah karena memiliki ciri yang khas yaitu, terdapatnya patung nanas di jalan antara ke Bandung, Subang, dan Sumedang sekitar 25 kilometer dari Kota Bandung yang kami jadikan sebagai kajian sejarah lokal, yang dimaksud dengan ‘sejarah lokal’ berarti sejarah yang terjadi dalam lokalitas yang merupakan bagian dari unit sejarah bangsa atau lebih tepat, negara” Mulyana dan Gunawan (2007: 17). Dijelaskan pula oleh Abdulloh mengenai lokal disini bahwa: “Pengertian kata lokal tidak berbeli-belit, hanyalah ‘tempat, ruang’. Jadi ‘sejarah lokal’ hanyalah berarti sejarah dari suatu ‘tempat’, suatu ‘locality’, yang batasannya ditentukan oleh ‘perjanjian’ yang diajukan penulis sejarah” (2005: 15). Mengapa penulisan disini mengenai “Buah Nanas sebagai Komoditas Dagang Masyarakat Jalan Cagak dalam Menunjang Perekonomian Keluarga” kami jadikan sebagai kajian sejarah lokal? Karena kajian kami disini menunjukan lokalitas tertentu yang dicantumkan diatas yaitu mengenai pedagang nanas di kecamatan Jalan Cakak.

2.2. Latar belakang mengapa Masyarakat Jalan Cagak memilih menjadi pedagang nanas.

Suasana dalam perjalanan Bandung-Subang seorang penumpang kendaraan baik itu kedaraan umum atau pribadi seperti mobil maupun motor pasti akan melihat banyaknya para pedagang nanas yang sedang memajangkan dagangan nanasnya di pinggiran jalan dengan saung (kios) berukuran 5m x 3m ditempat-tempat yang mereka anggap ramai dan strategis seperti tempat pariwisata, perapatan, bahkan depan kampus UPI sekalipun. Siapa sangka fenomena maraknya pedagang nanas itu berawal dari kecamatan ke-27 dari kabupaten Subang yaitu kecamatan Jalan Cagak yang masyarakatnya berprofesi sebagai pedagang nanas di pinggiran jalan raya Bandung-Subang. Hal tersebut disebabkan karena luasnya perkebunan nanas di kecamatan tersebut, sehingga buah nanas ini menjadi komoditi perdagangan buah utama di kecamatan tersebut karena selain nanas terdapat pula buah “manggu” (manggis), “pisitan”, “duku”, “durian” dan “salak” namun buah-buahan ini hanya ada pada musim-musim tertentu tidak seperti buah nanas yang selalu ada menjadi penghias sepanjang jalan kecamatan Jalan Cagak.

Menurut Koentjaraningrat, metode wawancara dalam rangkan penelitian masyarakat ada dua macam wawancara yang pada dasarnya berbeda sifatnya, bahwa:

“(1) wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan (2) wawancara untuk mendapatkan keterangan tentang diri pribadi, pendirian dan pandangan dari individu yang diwawancara, untuk keperluan komparatif.” (1977: 163)

Selain itu menurutnya juga dijelaskan mengenai

“siapakah yang memiliki keahlian yang terbaik mengenai hal yang ingin kita ketahui, tanpa banyak harus coba-coba dahulu, adalah suatu hal yang tak mudah. Dalam suatu masyarakat yang baru, tentu kita harus memulai dari keterangan seorang informan pangkal yang dapat memberikan kepada kita petuntuk lebih lanjut tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan lebih lanjut yang kita perlukan”. Koenjaraningrat (1977: 163-164)

Dalam metode wawancara yang kami gunakan adalah ) wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, sehingga kami pun mulai menentukan subjek mana yang harus kami butuhkan informasinya sehingga kami mendapatkan beberapa “informan” yang menurut kami pangkal yang dapat memberikan kepada kami petuntuk lebih lanjut tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan lebih lanjut yang kita perlukan, yaitu mereka yang pedagang pertama yang berjualan nanas di pinggiran jalan Kecamatan Jalan Cagak.

Kecamatan Jalan Cagak merupakan kecamatan yang memproduksi buah nanas terbanyak karena terhampar luas perkebunan milik warga di kecamatan tersebut.

“Pusat pembudidayaan nanas terbesar berada di Kecamatan Jalancagak, seluas 2.592 hektar, dengan lahan yang berpotensi hanya 100 hektar. Selain itu, ada Kecamatan Cisalak yang luas kebun nanasnya 137 hektar dan Cijambe seluas 38 hektar” (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0708/18/Jabar/25358.htm)

.Setiap tahun Subang menghasilkan tidak kurang 59.000 ton nanas. Sentra produksi buah yang kulitnya bersusun sisik ini di Kecamatan Jalancagak. Tetapi, tidak semua nanas yang dihasilkan adalah nanas "Si Madu" yang kondang ke seluruh negeri. Nanas jenis ini terkenal karena berair banyak dan mempunyai rasa manis tanpa rasa getir dan tidak menyebabkan gatal di kerongkongan.

Buah yang memiliki berat antara 3-3,5 kilogram ini menjadi istimewa karena tidak mudah ditemukan. Sama seperti satu atau dua kelapa muda kopyor yang ditemukan dalam rimbunan buah kelapa, sebutir atau dua butir nanas madu mungkin bisa ditemukan dalam satu kuintal nanas. Itu sebabnya tidak mudah bagi yang ingin mencicipi buah itu menemukannya dalam deretan kios penjual nanas yang bertebaran di sepanjang jalan di Kecamatan Jalancagak.

Dalam proses produksi ini menurut Supardan bahwa:

“Suatu proses produksi tidak akan berjalan melalui proses produksi. Sebab suatu produksi tidaklah terjadi dengan tiba-tiba, melainkan melalui tahapan suatu proses yang cukup panjang. Proses produksi adalah suatu proses atau kegiatan untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, tujuan pokok dari produksi adalah untuk konsumsi” (2008: 400)

Sedangkan dalam pemasarannya seorang produsen tidak dapat melakukannya secara langsung jika jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, oleh karena itu menurut Abdulloh, “diperlukan adanya usaha-usaha untuk menyampaikannya kepada konsumen. Usaha-usaha untuk menyampaikan barang-barang dari produsen ke konsumen tersebut dinamakan prose ‘sistribusi. Abdulloh (Supardan, 2008: 400-401). Oleh karena itu disini terdapat peranan para pedagang yang dapat berhubungan langsung baik itu dengan produsen maupun konsumen, melihat dengan potensi daerah yang dihasilkan melimpah ruah mengenai buah nanas hal itulah yang kemudian membuat masyarakat Kecamatan Jalan Cagak khususnya yang mempunyai rumah di pinggir jalan raya lebih memilih menjadi pedagang nanas, karena selain letaknya yang sangat strategis juga keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan nanas cukup besar dalam menyokong ekonomi keluarga. Menurut Pak Edi (30 thn) sebuah “Tradisi ketika orang tua sudah berhenti dilanjutkan oleh anaknya” atau dalam ilmu sosiologi dikenal sebagai mobilitas generasi yang menurut pemahaman kami merupakan suatu kegiatan atau status sosial yang tidak ada perubahan dalam bidang profesi dari orang tua yang diwariskan kepada anaknya yang memiliki pekerjaan yang sama. Seperti orang tua Pak Edi kepadanya. Namun berbeda dengan Ibu Maryati (64 Tahun) anaknya menjadi guru dan ada pula yang menjadi pengusaha di Jakarta serta anaknya yang bungsu masih duduk di bangku kuliah Akademi Keperawatan Subang dan Pak Yanto (52 Tahun) yang anaknya masih kuliah di Universitas Pasundan.

2.3. Kehidupan Pedagang nanas di Jalan Cagak.

Bagaimana mungkin seorang pedagang nanas yang dagangannya berukuran 5m x 3m bisa menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat Perguruan Tinggi, namun itu memang benar-benar terjadi faktanya seorang ibu rumah tangga yang profesi kesehariannya sebagai pedagang nanas bisa menyekolahkan ke-lima anaknya sampai bangku kuliah yaitu, Ibu Maryati selain Ibu Mayati juga ada bapak Yanto yang anaknya kini Kuliah di Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Kota Bandung, untuk mendapatkan informasi ini kami menggunakan wawancara dengan metode penggunaan data pengalaman individu dalam ilmu sejarah dikenal sebagai “human document” yang dijelaskan Koentjaraningrat bahwa:

“Guna dari data semacam itu dalam hal melakukan penelitian terhadap suatu masyarakat yang bersangkutan adalah bahwa si peneliti itu dapat memperoleh suatu pandangan dari dalam, melalui reaksi, tanggapan, interpretasi, dan penglihatan para warga terhadap dan mengenai masyarakat yang bersangkutan”. (1977: 197)

Disamping mempelajari data pengalaman individu sebagai bagian dari realitas gejala sosial, kami juga mempelajari hal itu untuk memperdalam pengertiannya mengenai detail yang tak akan dapat dicapai dengan metode lain. Adapun mengenai tujuan ini kami menggunakan ilmu bantu diantaranya sosiologi dan ekonomi untuk mengetahui data pengalaman individu yang penting bagi kami, untuk memperoleh pandangan dari dalam mengenai gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat melalui pandangan dari masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan dari hasil pengamatan dilapangan nampaknya para pedagang nanas ini mencukupi kehidupan keluarga bahkan lebih dari itu, sebagaimana diakui oleh Pak Edi (30 tahun) ia bias membeli kendaraan roda empat dan kendaraan sepeda motor selama lima tahun berjualan nanas, sedangkan ibu Maryati (60 Tahun) masih bertahan dari tahun 70-an sampai sekarang bisa menyekolahkan kelima anaknya sampai bangku kuliah padahal beliau suaminya sudah meninggal dunia. Begitu juga Pak Yanto (50 tahun) yang memiliki anak yang sedang menempuh pendidikan di PTS yang ada di Bandung, dari ketiga informan ini yang dijadikan sampling menyatakan dengan berjualan nanas “cukup lumayan dalam menyokong ekonomi keluarga”.

2.4. Dampak dari perdagangan nanas di Jalan Cagak

a. Maraknya pedagang nanas di Pinggir Jalan Raya Bandung-Subang

Jika kita perhatikan dalam melakukan perjalanan Bandung-Subang terlihat berjejeran pedagang nanas di berbagai wilayah yang dianggapnya strategis dan merupakan tempat banyaknya orang berkunjung dan tempat parimisata misalnya di depan kampus UPI tepatnya di jalan Setiabudhi sampai ke Kecamatan Cijambe. Sebagaimana diberitakan dalam liiputan6.com bahwa:

“Hampir di sepanjang jalur Subang-Ciater-Tangkuban Perahu-Lembang hingga ke Kota Bandung, Jawa Barat berjajar warung buah yang menjajakan nanas. Jenisnya bermacam-macam, seperti semut kayen hingga nanas nomor wahid yang digelari “si madu”. Nanas pun menjadi oleh-oleh khas Subang”. http://mobile.liputan6.com/?c_id=7&id=149095

Fenomena seperti ini tentu cukup menarik untuk dikaji, tidak boleh melewatkan fakta-fakta begitu saja tanpa arti. Kita bisa melihat mengapa buah nanas ini banyak di perjual-belikakan di pinggir jalan di pinggir jalan raya Bandung-Subang? Tentu saja ada beberapa faktor yang melatar belakangingnya.

1. Buah nanas yang notabene banyak berasal dari Subang khususnya di Kecamatan Jalan Cagak, sudah tentu buah nanas sangat melimpah ruah diwilayah tersebut, sehingga terjadi suatu penumpukan dan terjadi persaingan yang cukup ketat dalam pemasaran.

2. Bandung merupakan daerah yang sangat dekat dengan subang dan merupakan wilayah yang ramai dan padat penduduk, sangat cocok untuk tempat pemasaran buah nanas.

3. Berjualan buah nanas sangat menguntungkan tidak memerlukan modal yang cukup besar. Selain itu buah nanas cukup tahan lama tidak mudah rusak. Seperti halnya ibu Maryati yang menjual nanasnya jika sepi pengunjung ia mempunyai jaringan dengan supermarket di Jakarta yang rutin memesan darinya setiap bulan, beda halnya dengan Pak Edi, ia lebih menekankan kepada kenalan dan membangun komunikasi yang banyak sehingga banyak pula kenalan yang didapatnya yang menjadi keuntungan baginya dalam mempercepat penjualan nanas, sedangkan Pak Yanto jika dagangannya sudah terlalu lama ia suka menjualnya kepada para tengkulak untuk dijadikan “dodol nanas” atau ke tukang rujak. Jika kita perhatikan dengan seksama hal ini jauh dengan kerugian usaha berdagang nanas, sehingga hal inilah yang menjadi penyebab maraknya pedagang nanas di sepanjang jalan Bandung-Subang.

4. Lapangan pekerjaan yang sangat sempit membuat manusia berpikir mencari solusi bagaimana cara untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, sehingga dengan berjualan buah nanas merupakan salah satu solusi yang tepat. di bandingkan dengan cara kriminalitas dengan menggunakan sedikit akal dalam memunculkan ide kreatif munculah berbagai macam makanan yang berbahan dasar dari buah nanas ini seperti; dodol nanas, wajit nanas, keripik nanas, dll.


Aneka makanan khas oleh-oleh Subang berbahan dasar dari buah nanas


Melihat permasalahan mengenai maraknya pedagang nanas berdasarkan analisa kami seperti diatas maraknya pedagang nanas di pinggir jalan raya Bandung-Subang merupakan sebuah tuntutan ekonomi keluarga mereka untuk membiayai hidup sehari-hari, karena kebanyakan dari mereka hanya sebagai pedagang buah nanas bukan petani nanas. Mereka mendapatkan nanas tersebut dengan cara memesan langsung kepada petani bisa juga melalui tengkulak(Bandar) atau melalui pelelangan. Seperti pedagang nanas di jalan Setiabudi depan kampus UPI Bandung terlihat berjejeran penjualan buah nanas seperti yang diberitakan oleh kompas bahwa:

“Kawasan Jalan Setiabudi, Bandung, Jawa Barat dikenal sebagai sentra penjualan buah nanas Subang, seperti yang terlihat Senin (30/3). Nanas yang diminati para wisatawan yang sedang berkunjung ke Bandung tersebut dijual dari Rp 4.000-Rp 15.000 per buahnya. Kompas/Arum Tresnaningtyas” http://202.146.4.25/detail_news.php?id=18258

Hal itu dibenarkan pula oleh Ibu Maryati bahwa perdagangan nanas di Bandung buah nanasnya berasal dari Jalan Cagak.

b. Perdagangan buah nanas di daerah sampai internasional

Mulyanto (43), salah seorang petani nanas di Desa Kasomalang Kulon, Kecamatan Jalancagak, menyatakan, “mayoritas penduduk di desa itu menggantungkan hidup dari nanas yaitu perkebunan”. Biasanya mereka menjualnya kepada tengkulak yang kemudian di jual lagi ke pedagang eceran. Buah nanas juga pernah menjadi komoditas buah ekspor menurut surat kabar yang kami dapatkan yaitu Kompas menyatakan bahwa:

“Nanas, kata Kepala Subdinas Hortikultura Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jabar Wandy Ruswandy, merupakan salah satu komoditas buah dari Jabar yang dilirik importir dari negara Asia. Mulai tahun ini, nanas Subang diekspor ke Korea Selatan. Meski dengan standar mutu lebih rendah dan tidak terlalu ketat, sebanyak 45 ton nanas telah dikirim ke sana.

‘Tiga kontainer, masing-masing memuat 15 ton nanas, sudah dikirim ke Korea. Ekspor terakhir awal Agustus,’ ujarnya, Rabu (15/8)”. http://64.203.71.11/ver1/ekonomi/

Hal ini merupakan sebuah potensi yang menurut kami harus bisa dikembangkan agar mendapat perhatian penting baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, sehingga menjadi sumber pendapatan devisa negara.

c. Perusakan Kebun Nanas

Maraknya pedagang nanas dan semakin banyaknya permintaan dari konsumen maka akan semakin banyak pula produksi yang harus ada, sehingga hal ini menyebabkan pembukaan lahan baru untuk penanaman pohon nanas yang semakin luas sehingga membutuhkan lahan untuk dijadikan kebun nanas, kemudian dengan adanya keputusan bupati subang pada tahun 1998, menurut Syamsu Nursyam bahwa: “Keputusan Bupati Subang Tahun 1998, warga berhak menempati lahan tersebut. Dalam SK itu juga tercantum diizinkannya petani setempat untuk menanam pohon nanas asalkan membayar cukai atau pajak kepada PTPN VIII” bukannya untung dalam penjualan nanas malah bunting, karena satu bulan lagi menjelang “Lebaran” (Hari Raya Iedul Fitri) biasanya akan banyak masyarakat baik itu dari dalam daerah subang maupun di luar daerah subang mengadakan rekreasi yang sudah menjadi tradisi setiap sepekan setelah hari raya atau tahun baru sering melakukan tamasya bersama keluarga maupun rekan sekampung. Hal inilah yang selalu ditunggu oleh para petani nanas karena harga nanas melambung tinggi pada saat liburan hari besar tiba, namun niatan tersebut harus urung karena:

“Ratusan hektare tanaman nanas milik warga Kecamatan Jalan Cagak, Subang, Jawa Barat rata dengan tanah setelah ditebang sekelompok orang tak dikenal, belum lama ini. Masyarakat setempat hanya menangis sambil memunguti buah nanas yang masih bisa dimanfaatkan. Warga menduga pelaku adalah tenaga bayaran yang disewa sebuah Badan USaha Milik Negara, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII” http://mobile.liputan6.com/?c_id=7&id=147903

Adapun pemicu peristiwa ini adalah persoalan sengketa tanah. Lahan yang telah ditanami warga itu diklaim milik PTPN VIII. Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Subang Tahun 1998, warga berhak menempati lahan tersebut. Dalam SK (Surat Keputusan) itu juga tercantum diizinkannya petani setempat untuk menanam pohon nanas asalkan membayar cukai atau pajak kepada PTPN VIII. Guna menyelesaikan masalah ini warga meminta Pemerintah Kabupaten Subang segera turun tangan. Dalam hal ini kami tidak melakukan penelitian berlanjut karena waktu dan tenaga yang kurang memungkinkan, soalnya menurut kami tidak mudah dalam melakukan penelitian seperti kasus yang menimpa kaum petani nanas di Kecamatan Jalan Cagak ini karena:

“Tahap heuruistik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga, fikiran, dan perasaan…kita harus lebih dahulu menggunakan kemampuan pikiran kita mengatur strategi: di mana dan bagaimana kita akan mendapatkan bahan-bahan tersebut; siapa-siapa atau instansi apa yang dapat kita hubungi; berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan, akomodasi kalau ke tempat-tempat lain, untuk fotokopi, informan, dll” Sjamsuddin (2007: 86)

Pada sub bab ini kami hanya menemukan sumber dari informan selaku pedagang nanas yaitu Ibu Maryati yang mengatakan pernyataan “telah terjadinya pembabatan kebun nanas di Desa Kumpay” kemudian kami crossceck kembali melalui media internet ternyata dibenarkan dengan ditemukannya Vidio dan artikel yang menurut kami sumber otentik setelah dilakukannya kritik sumber. Kami pun hanya melihat bekas dari kebun nanas di Perkebunan kelapa sawit milik PT.Perkebunan Nusantara VIII.

Foto ini diambil saat melakukan penelitian ke-2 dengan mengadakan crossceck mengenai kabar perusakan kebun nanas tersebut yang sekarang menjadi kebun sawit.

d. Nanas mengangkat daerah Subang dan “Indonesia”

Pembuatan identitas itu dilakukan karena dibuatnya patung nanas "Itu terjadi tahun 1990 yang membuat nama Subang naik daun, yang kemudian diapresiasikan pemerintah melalui patung nanas," kata Dadang, pedagang nanas di Jalancagak. Selain itu nanas Subang juga mampu mengangkat nama Indonesia seperti yang diberitakan di Kompas bahwa:

“Kenyataannya nanas Subang ternyata mampu mengangkat nama Indonesia, sehingga ada sebuah perusahaan yang mengemas dalam makanan kalengan atau kemudian dibuat jus oleh pengusaha lainnya di Bandung. Di samping itu ada pula nanas yang dibuat dodol. Pokoknya, nanas dapat diolah dengan berbagai macam cara sehingga memberi kontribusi bagi masyarakat dan pemerintah daerah”. http://www.kompas.com/bisnis/index.htm

Karena selain padi, lanjut Wawan bahwa:

“komoditas unggulan pertanian lainnya ialah buah-buahan. Nanas, pisang, dan rambutan merupakan buah andalan kabupaten ini yang dikenal hingga ke luar daerah”…”Nilai kegiatan ekonomi Subang terbanyak disumbangkan oleh sektor pertanian, yakni Rp 3,44 triliun atau sebesar 38,28 persen. Berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan Rp 1,74 triliun atau 19,44 persen ekonomi Subang, disusul industri pengolahan yang menyumbangkan Rp 1,12 triliun atau 12,48 persen nilai kegiatan ekonomi kabupaten ini”. (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0708/18/Jabar/25358.htm)

Dengan menurut kami itu merupakan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian daerah, sektor pertanian, termasuk di dalamnya agrobisnis, memang menjadi andalan pembangunan di Kabupaten Subang. Untuk mengembangkan sektor tersebut, pemerintah kabupaten masih membuka lebar kesempatan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Subang. Bidang agrobisnis yang terbuka antara lain pengembangan nanas, rambutan, dan manggis dalam rangka pembangunan ekonomi daerah maupun pusat.


BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Keuntungan yang menggiurkan dari penjualan buah nanas membuat semakin maraknya penjualan nanas di pinggiran jalan raya Bandung-Subang, apalagi setelah di apresiasikan oleh pemerintah kabupaten subang dengan dibuatnya patung nanas di pertigaan jalur ke-Bandung-Subang-Sumedang pada tahun 1990-an. Bukan hanya itu saja buah nanas pun menjadi komoditas perdagangan buah-buahan yang sangat mendominasi di Kabupaten Subang khususnya di Kecamatan Jalan Cagak. Berawal dari Kecamatan Jalan Cagak kemudian menjalar ke Kecamatan Ciater sampai ke Jalan Setiabudi Kota Bandung tepatnya di depan kampus UPI Bandung.

3.2. Saran

Agar tidak mengganggu ketertiban lalu-lintas sebaiknya para pedagang nanas yang ada di pinggiran jalan raya tidak terlalu mengambil bagian dari bahu jalan, pemerintah Kabupaten Subang secepatnya harus mendirikan sebuah lembaga khususnya untuk mengembangkan usaha penjualan nanas dan juga lembaga yang mengkhususkan budidaya tanaman nanas di bawah departemen pertanian Subang, karena yang kami temukan hanyalah sebuah koperasi kecil yang anggotanya satu-persatu mulai meninggalkannya, jadi jangan hanya memunguti pajak saja tetapi juga harus mengadakan pengembangan baik itu dalam pengolahan buah nanas menjadi makanan yang kreatif dan unik sampai kepada perawatan budidaya perkebunan nanas. Sehingga pada akhirnya buah nanas yang berkualitas menjadi sektor utama dalam ekspor buah ke luar negeri, sebagai sumber pendapatan negara. Ibu Maryati pernah berpesan bahwa “dalam berdagang jangan mudah putus asa

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. (2005). SEJARAH LOKAL DI INDONESIA. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Danudjaja, Rini S. (2009). Menuai Berkah dari Semut Kayen [Online]. Tersedia: http://trinurmalasari.blogspot.com/2009/01/menuai-berkah-dari-semut-kayen-buah.html [08 Mei 2009]

Julianery. (2002). Kabupaten Subang: Agribisnis Jadi Pilihan [Online]. Tersedia: http://64.203.71.11/kompas-cetak/0704/05/Jabar/11889.htm [08 Mei 2009].

Koentjaraningrat. (1977). METODE-METODE PENELITIAN MASYARAKAT. Jakarta: PT. Gramedia.

Kompas,Litbang. (2007). Subang Sambut Baik Penanam Modal Baru: Agrobisnis Menjadi Andalan [Online]. Tersedia: : http://64.203.71.11/kompas-cetak/0704/05/Jabar/11889.htm [08 Mei 2009]

Liputan6.com. (2007). Laporan Daerah: Ratusan Hektare Kebun Nanas di Subang Dirusak [Online].Tersedia: http://mobile.liputan6.com/?c_id=7&id=147903 [08 mei 2009].

__________. (2007). Dodol Nanas Oleh-Oleh Khas Subang [Online]. Tersedia: http://mobile.liputan6.com/?c_id=7&id=149095

Mulyana, Agus dan Gunawan, Restu. (2007). SEJARAH LOKAL: Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press.

Sjamsuddin. (2007). METODOLOGI SEJARAH. Yogyakarta: Ombak.

Supardan, Dadang. (2008). Pengantar Ilmu Sosial, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumiaksara

Tresnaningtyas, Arum. (2009). Sentra Buah Nanas [Online]. Tersedia: http://202.146.4.25/detail_news.php?id=18258 [08 Mei 2009].

LAMPIRAN

Foto patung nans ini diambil ketika melakukan penelitian ke-1


Kiri: Pak Yanto yang mempunyai anak melanjutkan pendidikannya ke salah satu PTS Bandung

Kanan: Pak Edi seorang anak dari pedagang nanas yang diwariskan usahanya kepadanya.


Bawah: Ibu Maryati, yang bisa menyekolahkan lima anaknya sampai ke bangku kuliah dari hasil penjualan nanas selama puluhan tahun


Kiri: Mobil tengkulak nanas yang mengirimkan barang dagangannya kepada pedagang nanas.

Kanan: Pelanggan Pak Edi yang membeli nanasnya ketika kami sebelum melakukan wawancara dengannya.


Kebun nanas sebelum dilakukannya pembabatan kebun nanas di Kecamatan Jalan Cagak.

Kebun nanas yang dulu kini berubah menjadi kebun Sawit setelah setahun pembabatan.

Salam penulis untuk pembaca:


“Semoga dengan adanya kegiatan penelitian sejarah Lokal ini menjadikan kami paham akan pentingnya penulisan sejarah dan mempertajam analisis kami dimasa yang akan datang”.

Terimakasih…

Update by: DIDI SOPYAN. S

Tidak ada komentar: