Kamis, 23 April 2009

METODOLOGI SEJARAH (KRITIK SUMBER)

BAB I

PENDAHULUAN

2. 1. Latar Belakang Masalah

Salah satu tahapan dalam metodologi sejarah adalah Kritik Sumber, yaitu suatu kegiatan analisis terhadap sumber sejarah setelah melakukan kegiatan Heuristik yaitu, kegiatan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Kritik sumber bertujuan untuk menganalisis kebenaran atau keaslian sumber berupa dokumen maupun arsip, kegiatan kritik sumber ini sebagaimana telah diungkapkan oleh Langlois dan Signobos bahwa ‘kegiatan-kegiatan analisis’ “(opertaions analityques; analytical operations; Kritik) yang harus ditampilkan oleh para sejarawan terhadap dokumen-dokumen setelah mengumpulkan mereka dari arsip-arsip” Langlois dan Signobos (Sjamsuddin: 2007: 130). Yang menjadi latar belakang masalah dengan adanya kritik sumber adalah manusia tidak luput dari kesalahan, baik itu kesalahan yang disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja sebagaimana dijelaskan Sjamsuddin bahwa

“…dalam kehidupan nyata sehari-hari, manusia selain telah banyak berbuat yang benar tidak jarang pula membuat kesalahan-kesalahan (disengaja ataupun tidak disengaja), bahkan ada pula yang tidak segan-segan melakukan pemalsuan atau kejahatan lainnya.” Selain dari itu Sjamsuddin juga memberikan contoh seperti “Dalam surat-surat pembaca disurat atau majalah, misalnya, sering kali ditemui pembaca-pembaca yang kritis mencoba membantah atau meluruskan asal dan/ isi berita atau artikel yang dimuat sebelumnya, dan acap kali dilarat oleh penulis atau surat kabar atau majalah yang bersangkutan” (2007: 131-132)

Oleh karena permaslahan diatas diperlukannya kritik sumber sebagai bagian dalam metodologi sejarah, lantas bagaimankah kritik sumber itu dapat dilakukan, sehingga keontetikan atau keaslian dari sumber sejarah itu dapat dipertanggung jawabkan. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai metode kritik sumber sejarah, metode-metode didalamnya dijelaskan mengenai kritik eksternal dan kritik internal mencangkup tujuan dari masing-masing metode tersebut.

2. 2. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah agar sumber sejarah itu benar-benar asli atau dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya?”. Agar dalam menguraikan permasalahan menjadi lebih terarah maka kami membatasi permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:

1. Mengapa harus adanya kritik sumber dalam metodologi sejarah?

2. Apa dan bagaimana dalam melakukan kritik eksternal mengenai otentisitas, deteksi sumber palsu, dan integritas?

3. Apa dan bagaimana dalam melakukan kritik internal mengcangkup tugas kritik internal, arti sebenarnya dari keaslian, kredibilitas kesaksian, sumber-sumber yang sesuai (concurring sources)?

2. 3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya maka jawaban dari permasalahan dalam makalah ini ialah untuk mengetahui dan memahami kritik sumber sejarah. Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui urgensi dari kritik sumber sejarah.

2. Untuk mengetahui dan memahami kritik eksternal terhadap sumber sejarah.

3. Untuk mengetahui dan memahami kritik internal terhadap sumber sejarah.

1.3 Metode Penulisan Makalah

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode tinjauan pustaka baik dari buku sumber yang menurut kami terdapat kesesuaian dengan pembahasan dalam makalah ini maupun sumber internet yang mendukung dengan sumber utamanya dari buku Metodologi Sejarah karya Helius Sjamsuddin.


1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dalam penyusunan makalah ini adalah:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah, mengenai dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari kesalahan.

1.2. Rumusan Masalah, mengenai pertanyaan yang kami ajukan dalam memecahkan masalah.

1.3. Tujuan Penulisan Makalah, untuk mengetahui dan memahami dalam metode kritik sumber sejarah

1.4. Metode Penulisan Makalah, merupakan rujukan atau kajian pustaka yang digunakan dalam melakukan pengkajian masalah.

1.5. Sistematika Penulisan Makalah, yaitu menjelaskan garis besar apa yang dibahas dalam makalah ini.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Urgensi dari metode kritik sumber sejarah

2.2. Kritik Eksternal: Otentisitas, deteksi sumber palsu, dan integritas terhadap sumber sejarah.

2.3. Kritik Internal: Tugas kritik internal, Arti sebenarnya dari keaslian, Kredibilitas kesaksian, Sumber-sumber yang sesuai (concurring sources).

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan, pendapat terakir dari uraian-uraian yang dijelaskan pada Bab pembahasan

3.2. Saran, pengajuan dari penulis terhadap pembaca makalah.

DAFTAR PUSTAKA


BAB 2

KRITIK SUMBER SEJARAH

2.1. Urgensi dari Metode Kritik Sumber Sejarah

Sejarah tidak terlepas dari unsur subjektif maka dari itu untuk meminimalisir hal tersebut dilakukannya kritik sumber sejarah dengan tujuan “untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil” Sjamsuddin (2007: 131) kegiatan ini dimaksudkan sebagai proses analisis dari metodologi sejarah terhadap kebenaran atau keaslian atau keotentikan terhadap sumber sejarah seperti dokumen dari arsip-arsip maupun sumber sejarah lainnya. Sehingga dengan dengan adanya tahapan kritik sumber ini dapat mengetahui kebenaran atau keaslian dan keotentikan dari sumber sejarah tersebut sehingga sejarah yang ditulis (historiografi) oleh sejarawan dapat di uji kebenarannya. Adapun fungsi dan tujuan dari kritik sumber adalah untuk membedakan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil, karena dalam kehidupan nyata sehari-hari, manusia selain telah banyak berbuat yang benar tidak jarang pula membuat kesalahan-kesalahan (disengaja ataupun tidak disengaja), bahkan ada pula yang tidak segan-segan melakukan pemalsuan [sumber sejarah] atau kejahatan lainnya oleh karena itu diperlukannya kritik terhadap sumber sejarah. Dalam kritik terhadap sumber sejarah dibagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan kritik internal sebagaimana akan dijelaskan pada uraian berikutnya.

2.2. Kritik Eksternal (exsternal criticism): Otentisitas, Deteksi Sumber Palsu, Integritas, Penyuntingan Terhadap Sumber Sejarah.

Kritik Eksternal adalah kritik yang diberikan terhadap aspek luar dari sumber sejarah dengan cara “…melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek ‘luar’ dari sumber sejarah”. Dalam memproses evidensi para sejarawan harus;

“(1) menegakan kembali (re-establish) teks yang benar (criticism of restoration); (2) menetapkan dimana, kapan, dan oleh siapa dokumen itu ditulis (criticism of origin); (3) mengklasifikasi dokumen ini menurut system dari kategori-kategori yang diatur sebelumnya (system of preset categories)” Sjamsuddin (2007: 130)

Menegakan kembali teks yang benar disini adalah mengetahui teks yang aslinya jika dalam dokumen ada yang tidak jelas tulisannya karena kehapus atau rusak, dan mengetahui bahwa teks itu asli dari penulisnya atau dianggap benar (otentik), dan menetapkan dimana, kapan, dan oleh siapa dokumen itu ditulis mengetahui waktu dan tempat serta siapa orang yang menuliskan dokumen itu seperti dalam teks proklamasi ditulis di Jakarta pada tanggal 17 agustus 1945 yang ditulis oleh Sokarno, Hatta, dan Ahmad Subardjoyang disahkan oleh Soekarno dan Hatta yang kemudian di tik ulang oleh Sayuti Melik, dalam mengklasifikasikan disini adalah sumber primer (aslinya) atau sekunder (salinannya dalam bentuk scan dari yang aslinya) terdapat dalam buku sejarah. Adapun maksud dengan dilakukannya kritik eksternal adalah:

“suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak” Sjamsuddin (2007: 134)

Sehingga dalam hal ini kritik eksternal harus dapat menegakan fakta dari kesaksian sebagaimana disebutkan oleh Sjamsuddin bahwa:

“-Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini (authenticity).

-Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).” (2007: 134)

Dapat dijelaskan mengenai kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini (authenticity) adalah memberikan data berupa terhadap sumber tersebut berdasarkan saksi atau pelaku dalam sejarah itu sedangkan kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity) adalah tidak adanya pemalsuan dari dokumen atau sumber sejarah tersebut walaupun ada duplikasinya atau copyannya bisa dibandingkan dengan dokumen yang sama lainnya sehingga terdapat kesamaan dan tidak adanya perubahan sedikitpun maka itulah yang dinamakan kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorupted). Adapun fungsinya dari kritik eksternal adalah untuk memeriksa sumber sejarah atas dasar menegakan sedapat mungkin otensitas dan integritas dari sumber itu, sedangkan fungsinya dari kritik eksternal adalah untuk memeriksa sumber sejarah atas dasar menegakan sedapat mungkin otensitas dan integritas dari sumber itu.

a) Otentisitas (authetincity)

Menurut Lucey yang dikatakan sumber otentik adalah:

“Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar adalah produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu dimaksudkan oleh pengarangnya” Lucey (Sjamsuddin, 2007: 134)

Sjamsuddin disini menjelaskan bahwa sebenarnya antara kata ‘asli’ (genuine) dan ‘otentik’ (authentic) tidak selalu sinonim karena sumber asli disini adalah sumber yang tidak palsu, sedangkan sumber otentik ialah “sumber yang melaporkan dengan benar mengenai sesuatu subjek yang tampaknya benar”. Jaques dan Henry (Sjamsuddin, 2007: 134) sebagai contoh seorang jurnalis yang menulis artikel tentang suatu peristiwa kerusuhan yang tidak disaksikannya sendiri, tulisan tersebut dapat dikatakan asli tetapi tidak otentik karena harus melakukan identifikasi terhadap penulis dalam menegakan otentisitasnya, karena kadang-kadang penulis tidak dapat ditandai [diragukan], tetapi tidak berarti sumber itu hasil suatu pemalsuan. Biasanya dalam jurnalis seperti di surat kabar nama pengarang sering menggunakan nama samara. Dalam segi keotentikan lebih ditekankan bahwa asal dari sebuah sumber dapat diragukan dan oleh karenanya otensitasnya harus dipertanyakan sampai penulisnya benar-benar diketahui, setelah penulisnya kemudian dapat diketahui namun publikasinya dapat kurang otentik karena itu bukan yang seharusnya.

“Dalam otentisitas diperlukan informasi yang lengkap: tanggal dari penulisan (komposisi) atau dihasilkan (produksi); tempat dari hasil penulisan atau dihasilkan; originalitas dari penulisan” Sjamsuddin (2007: 136) yang menyangkut informasi yang mungkin ada tentang asal-mula dari sumber itu karena semakin banyak asal-mula sumber itu maka akan semakin otentik.

b) Deteksi Sumber Palsu

Dalam sebuah sumber tidak dipungkiri bahwa akan terdapatnya sumber palsu, sehingga “banyak dokumen rahasia negara dalam interaksi antara negara yang sedang konflik dijajakan oleh para pemalsu kepada kedaulatan, intel atau koresponden surat kabar yang dikatakan asli tetapi kenyataannya adalah palsu” Sjamsuddin (2007: 137) cara untuk mendeteksi sumber itu adalah dengan saringan ketat uji otensitas dokumen, terutama terhadap dokumen yang dicurigai palsu, dengan menggunaka ujian-ujian terhadap sumber-sumber yang ditemukan dengan mengaplikasikan kritik sumber yaitu kritik eksternal dan kritik internal yang terbagi kedalam empat kategori;

1. Kritik fisik yaitu dengan mengetahui periode yang berbeda dari periode yang dikalim dengan menggunakan ujian kimia mengenai kertasnya, atau melihat jenis tinta atau cat padahal belum dikenal pada zaman tersebut sesuai dengan periode dokumen itu.

2. Garis asal-usul dari dokumen atau sumber yaitu, mengetahui kejelasan asal-usul dari sumber tersebut sehingga sampai kepada sejarawan jiak menemukan keraguan dari suatu garis pemilik yang tidak dikenal maka kemungkinan sumber itu dipalsukan.

3. Tulisan tangan yaitu, dengan perbandingan yang dilakukan diantara dokumen-dokumen yang dianggap penulis dikenal otentik dengan dokumen yang sedang diperiksa yang kemudian terbukti palsu

4. Isi dari sumber yaitu mengetahui kesalahan-kesalahan dari penulis yang sebenarnya tidak melakukannya, atau pandangan yang dinyatakan bertentangan dari pandangan penulis yang sesungguhnya.

Tahapan dalam deteksi sumber palsu tersebut harus dilakukan agar sebuah dokumen palsu tidak dapat lolos dan tanpa menimbulkan kecurigaan. “Ujian secara terus-menerus oleh pengeritik-pengeritik, adalah jaminan bahwa sumber-sumber sejarah palsu tidak akan mendapatkan jalan masuk kedalam perpustakaan dan arsip Negara kita”. Lucey (Sjamsuddin, 2007: 140)

c) Integritas

Integritas disini dimasksudkan terpeliharanya keotentikan sumber sejarah selama masa transmisi dari saksi mata aslinya sampai kepadanya dengan mengetahui apakah sumber tersebut mengalami perubahan atau tidak. Menurut Lucey dalam Sjamsuddin (2007: 140) bahwa:

Suatu sumber mempunyai otentisitas yang tetap jika kesaksian yang asli dapat terperihara tanpa korupsi atau ubahan-ubahan (corruption) meskipun ditransmisikan dari masa ke masa. Jika itu semua benar-benar diketahui maka dapat dikatakan bahwa fakta dari kesaksian (fack of testimony) telah ditegakan bagi sejarawan.

“Jadi integritas itu adalah satu aspek dari otensitas dan adalah suatu aspek yang sangat penting”. Sjamsuddin (2007: 140) untuk mengetahui integritas dari sumber tersebut seorang sejarawan dapat melakukan cara membandingkan manuskrip asli dengan salinannya. “Caranya ialah seorang membaca naskah asli dan sejarawan mengikuti naskah salinan” Barjun dan Graff (Sjamsuddin, 2007: 141) dengan cara inilah seorang sejarawan dapat mengetahui penambahan atau penghilangan dari sumber sejarah baik itu tanda baca maupun kata-kata yang terdapat dalam sumber tersebut sehingga dapat diketahui integritasnya.

d) Penyuntingan

Proses ini juga merupakan hal yang penting dalam sumber sejarah karena jika seorang yang tidak kompeten dalam mengedit (disunting) secara sembarangan dapat merusak sumber sejarah, apalagi mengenai tanda baca karena penambahan maupun pengurangan akan dapat merubah arti secara keseluruhan. Sehingga jika ada perubahan atau penambahan atau penghilangan pembaca haruslah diberitahu, dalam penyutingan ini “Penyunting dapat menggunakan tanda-tanda tertentu dalam mengoreksi kesalahan atau ejaan, istilah atau nama yang dibuat oleh penulis asli dsb” Sjamsuddin (2007: 143).

2.4. Kritik Internal: Tugas Kritik Internal, Arti Sebenarnya dari Keaslian, Kredibilitas Kesaksian, Sumber-Sumber yang Sesuai (concurring sources).

Kritik Internal adalah kritik yang diberikan terhadap aspek dalam sumber sejarah tersebut, “interpretif (‘internal’, interpretive criticism of evidence) (‘hermeneutics’)”. Carrard (Sjamsuddin, 2007: 131) Dalam penapsiranya terdiri dua prosedur yang kompelementer: (1) suatau analisis atas isi dokumen dan suatu pengujian (examination) ‘positif’ (‘positive’) mengenai apa yang dimaksudkan oleh penulis; (2) suatu analisis keadaan-keadaan (circumstances) dan suatu pengujian ‘negatif’ (negative’) atas pernyataan-pernyataan penulis”.

a) Tugas Kritik Internal

Setelah ditegakannya sumber sejarah oleh kritik eksternal kemudian seorang sejarawan mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu yaitu, dengan memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan (reliable) taua tidak. Untuk mengetahuinya menurut Sjamsuddin (2007: 144) didasarkan atas penemuan dua penyelidikan (inkuiri):

1. Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami. apakah sebenarnya yang ingin dikatakan penulis? Adalah mustahil untuk mengevaluasi sesuatu kesaksian kecuali orang tahu jelas apa yang telah dikatakan. Sesuatu yang telah dikatakan tidak selalu jelas sehingga tidak mudah untuk memahami apa sebenarnya maksudnya.

2. Setelah fakta dan kesaksian itu dibuktikan dan setelah arti sebenarnya dari isinya telah dibuat sejelas mungkin, selanjutnya kredibilitas saksi harus ditegakan. Saksi atau penulis harus jelas menunjukan kompetensi (copentence) dan verasitas (veracity, kebenaran).

Dalam hal ini seorang peneliti harus dapat yakin akan nilai moral dan kejujuran dari saksi dan bahwa ia sedang mengatakan yang sebenarnya tentang kejadian yang dia amati saat itu dalam artian tidak menipu sejarawan. “Jadi adalah tugas kritik internal untuk menegakan fakta-fakta ini” Lucey dan Gee (Sjamsuddin, 2007: 144)


b) Arti Sebenarnya dari Kesaksian

Dalam menentukan arti sebenarnya dalam kesaksian dapat menimbulkan suatu masalah yang serius, yaitu dalam kata tersebut mempunyai dua pengertian:

1. Arti harfiah (literal). yang berarti ‘menurut huruf’ atau menurut artinya bukan maksud dari penulis.

2. Arti sesungguhnya (real). Kata literal disini ditinggalkan dan digantikan dalam suatu pengertian kiasan atau metapora yaitu “mengandung arti tertentu bagi sipenciptanya tetapi mempunyai arti lain bagi publik umumnya” Lucey (Sjamsuddin, 2007: 145)

Dalam hal ini seorang sejarawan harus memiliki pemahaman retorika dan hermeneutis untuk mengetahui bahasa dalam mana sumber atau dokumen ditulis, sedangkan dalam mengevaluasi kesaksian seorang sejarawan dapat mengajukan sejumlah pertanyaan dalam menuntunnya terhadap suatu dokumen. Seperti yang dicontohkan oleh Sjamsuddin (2007:147). Misalnya saja:

Apa tujuan penulis dalam menulis atau memberikan kesaksian ini? Apa kedudukan penulis dalam hidup, bagaimana sifatnya, pandangan atau kecenderungan politiknya, pendidikannya? Apakah ia ahli dalam suatu bidang tertentu? Apa alas an dari tulisannya itu? Apa dia berpidato dalam suatu pertemuan politik atau keagamaan? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan dapat membantu menjelaskan apa yang ingin dikatakan penulis.

c) Kredibilitas Kesaksian

Kredibilitas (dapat dipercaya) tidak harus ditolek secara a priory kecuali saksi secara keseluruhan telah dinyatakan tidak dapat dipercaya. Jadi kredibelitas kesaksian berasal dari kopetensi dan kebenaran saksi. Menurur Lucey dalam Sjamsuddin (2007: 148) bahwa:

Harus diketahui bagaimana kemampuan saksi untuk mengamati, bagaimana kesempatannya untuk mengamati teruji benar atau tepat, bagaimana jaminan kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu dibandingkan dengan saksi-saksi dengan memperhitungkan kemungkinan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh saksi lain.

Dalam hal ini seorang sejarawan harus berhati-hati terhadap kelemahan-kelemahan dari suatu ingatan yang salah dan prasangka, karena hal ini akan memunculkan keberpihakan dari hasil pencatatan peristiwa atau kejaadian itu. Selain dari itu sejarawan juga menghendaki saksi-saksi kontemporer artinya dekat dengan kejadian yang dilaporkannya, dapat dijelaskan seperti anak dari saksi yang sebenarnya yang diwariskan dari generasi berikutnya. Kemudian seorang sejarawan menghendaki pula saksi-saksi yang kompetensi, kejujuran, pertimbangannya yang masuk akan dan tidak memihak dapat dijamin. Sehingga seorang sejarawan sedapat mungkin mengumpulkan banyak saksi-saksi untuk membandingkan satu sama lain dengan demikian kesalahan-kesalahan dari seorang saksi dapat dihilangkan. Sementara itu untuk membandingkan suatu sember dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, Lucey dalam Sjamsuddin (2007: 152) membaginya kedalam tiga kemungkinan diantaranya:

1. Sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber A, sumber yang dibandingkan (concurring sources).

2. Sumber-sumber lain berbeda dengan sumber A (disseting sources)

3. Sumber-sumber lain itu ‘diam’ saja, artinya tidak menyebutkan apa-apa (silent sources)

d) Sumber-sumber yang Sesuai

Dalam menentukan sumber-sumber yang sesuai terletak pada jawaban atas pertanyaan sebagaimana diterangkan oleh Sjamsuddin (2007: 152-153) bahwa:

Titik berat pembuktian terletak pada jawaban atas pertanyaan: apakah sumber-sumber ini independen (berdiri sendiri) atau dependen (tergantung)?...Jadi saksi-saksi yang sesuai itu harus independen…sehingga saling mengisi mengenai suatu peristiwa yang sama.

Jadi kredibilitas sumber (sumber A) tidak lagi titegakan apabila sumber lain mendukung yaitu sesuai dengan kesaksiannya yang telah ditemukan, secara independen.


e) Sumber-sumber berbeda

Dalam permaslahan ini tergantung pada tingkat perbedaan, pada hakikatnya dari sumber-sumber yang berbeda itu. Jika terdapat perbedaan pada rincian atau pada butir-butir atau hal-hal kecil, namun semuanya tidak dapat membatalkan begitu saja kesaksian dari sumber yang dibicarakan. Namun apabila terdapat kesamaan antara dua orang yang sebenarnya saling berlawanan maka perlu dicurigai akan adanya kerjasama dalam melakukan pemalsuan. Tetapi dimana terdapat pertentangan yang sungguh-sungguh antara sumber-sumber itu mengenai substansial dari kesaksian maka kecil kemungkinan untuk menggunakan salah satu sumber sampai kresibilitas dari satu atau yang lain dapat ditegakan atas dasar alas an yang kuat. Menurut Sjamsuddin dalam hal ini “kita tidak boleh tergesa-gesa menyimpulkan bahwa terdapat suatu kontradiksi yang sunguh-sungguh dan tidak terpecahkan dalam kesaksian-kesaksian itu” (2007:154). Sebagaimana dijelaskan oleh Lucey bahwa “Kesaksian yang bertentangan dari pihak-pihak yang berlawanan atau bersaingan adalah umum, dan biasanya kebenaran akan ditemukan diantara kedua kutub itu” (Sjamsuddin, 2007: 154). Jadi jika terdapat sumber-sumber yang berbeda akan menambah wawasan juga untuk sejarawan dalam menuju kearah yang paling benar yaitu diselesaikan dengan cara hati-hati karena pada akhirnya sumber-sumber yang berbeda ini akan dapat diatasi.


BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam kehidupan nyata sehari-hari, manusia selain telah banyak berbuat yang benar tidak jarang pula membuat kesalahan-kesalahan (disengaja ataupun tidak disengaja), bahkan ada pula yang tidak segan-segan melakukan pemalsuan atau kejahatan lainnya.” Selain dari itu Sjamsuddin juga memberikan contoh seperti “Dalam surat-surat pembaca disurat atau majalah, misalnya, sering kali ditemui pembaca-pembaca yang kritis mencoba membantah atau meluruskan asal dan/ isi berita atau artikel yang dimuat sebelumnya, dan acap kali dilarat oleh penulis atau surat kabar atau majalah yang bersangkutan, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dalam penulisan sejarah harus dilakukannya kritik sumber sejarah dengan cara kritik eksternal dan kritik internal terhadap sumber sejarah agar memiliki keaslian dan keotentikan dari sumber sejarah tersebut. Sehingga sejarah yang ditulis (historiografi) oleh sejarawan dapat di uji kebenarannya. Adapun fungsi dan tujuan dari kritik sumber adalah untuk membedakan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil.

3.2. Saran

Baik sejarawan maupun mahasiswa harus memahami urgensi dari kritik sumber sejarah agar apa yang telah ia tuliskan dari hasil penelitian dapat di uji dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.


DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

2 komentar:

sari mengatakan...

trims makalahnya, kebetulan saya lagi dapat tugas kritik sumber, mudah-mudahan banyak membantu,amin.

kangguru mengatakan...

iya sama2