Selasa, 09 Februari 2010

SEJARAH KEBANGKITAN BANGSA-BANGSA ASIA (MALADEWA-INDONESIA)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat hal itu juga tidak terlepas dari menurut Hans J. Morgenthau tidak terlepas diantaranya dari unsur Letak Geografis dan Watak Nasional [karakter manusia] dalam suatu negara tersebut. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya kembali Maladewa sebagai kawasan wisata bahari di Asia Selatan akibat dari bencana alam Gempa Bumi dan Tsunami pada tahun 2004 sehingga para akademisi-akademisi Maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka masih miliki. Maladewa adalah negara Asia bagian selatan yang terletak di samudera Hindia, berupa negara kepuluan dan memiliki potensi untuk menjadi negara yang maju dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa atol-atol dan terumbu karang serta keindahan wisata bahari yang menjadi potensi Negara teresebut, begitu juga dengan Negara Indonesia yang memang seperti yang kita ketahui terkena pula imbasnya secara langsung di Kawasan Pulau Sumatera khususnya Aceh [NAD] dan pulau-pulau lainnya, yang menjadi permasalahan disini adalah Bagaimana cara dari kedua negara tersebut dalam memulihkan suatu kondisi geografis yang rusak akibat bencana alam agar kembali normal? Dan Mengapa hal itu dilakukan? Serta bagaimana hasilnya?
Dalam makalah ini juga saya bahas pula negara Indonesia yang memiliki keunikan yang sama dengan Maladewa dalam potensi sumber daya alam khususnya dalam sektor bahari, dengan dikaitkannya antara kemajuan sektor bahari di Maladewa dengan permasalahan yang terjadi di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada permasalahan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah Bagamana peran masyarakat dan pemerintahan Maladewa serta Indonesia dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang negara tersebut miliki untuk kemajuan Negara dan meningkatkan investasi masyarakatnya? Agar dalam menguraikan permasalahan menjadi lebih terarah saya menggunakan ilmu bantu sejarah yaitu ilmu geografi maka kami membatasi permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu :
1. Bagamanakah peristiwa gempa dan tsunami samudera hindia itu berlangsung pada tahun 2004 yang berimbas kepada negara-negara di kawasan Asia?
2. Bagamanakah upaya pemerintahan Maladewa dapat bangkit pasca Tsunami tahun 2004-2005?
3. Bagamanakan upaya pemerintahan Indonesia dapat bangkit pasca Tsunami tahun 2004-2005?
4. Bagamanakah posisi potensi Indonesia dalam bidang letak geografis untuk kebangkitan nasional?

1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya maka tujuan dari permasalahan dalam makalah ini ialah untuk mengetahui dan menunjukan bagamana cara yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Maladewa dalam mengoptimalkan potensi bahari untuk meningkatkan perekonomiannya. Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menunjukan letak geografis maladewa, pengertian dan potensi gempa dan tsunami dan imbas bencana tersebut kepada negara-negara di kawasan Asia.
2. Menjelaskan bagamana Maladewa menyayangi dan menjaga potensi bahari dalam kondisi geografis secara maksimal.
3. Untuk mengetahui potensi Indonesia yang memiliki kesamaan dengan Maladewa dalam potensi letak geografis yang strategis.
4. Untuk ikut serta membangun, memperbaiki dan menyumbangkan sebagai insan akademik dalam upaya perbaikan untuk umat dan bangsa Indonesia.

1.4. Metode Penulisan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode tinjauan pustaka baik dari buku sumber yang menurut kami terdapat kesesuaian dengan pembahasan dalam makalah ini maupun metode wawancara untuk proses heuristik dan kritik dan selanjutnya yaitu (1) penapsiran dan pengelompokan fakta-fakta dalam berbagai hubungan mereka yang dalam bahasa Jerman disebut Auffasung dan (2) formulasi dan presentasi hasil-hasilnya yang dalam bahasa Jerman disebut Darstellung dan (3) menentukan dari kritik dokumen-dokumen kepada penulisan teks yang sesungguhnya”. Carrard (Syamsudin, 2007: 155)
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sitematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1.4. Metode Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan

BAB 2 ANALISIS KEBANGKITAN NEGARA MALADEWA DAN INDONESIA PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI SAMUDERA HINDIA 2004-2005 [PERSFEKTIF: HANS J. MORGENTHAU]
2.1. Pengertian Gempa Bumi, Tsunami dan Gambaran Umum Tentang Peristiwa Terjadinya Bencana Alam Gempa Tsunami Samudera Hindia 2004.
2.2. Kebangkitan Maladewa Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami 2004.
2.3. Kebangkitan Indonesia Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami 2004.
2.4. Dampak dan Rekomendasi.

BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Gambar
- Kliping

BAB 2
ANALISIS KEBANGKITAN NEGARA MALADEWA DAN INDONESIA PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI SAMUDERA HINDIA 2004-2005 [PERSFEKTIF: HANS J. MORGENTHAU]
2.1. Pengertian Gempa Bumi, Tsunami dan Gambaran Umum Tentang Peristiwa Terjadinya Bencana Alam Gempa Tsunami Samudera Hindia 2004 Melanda Bangsa-Bangsa Asia.
Mari kita perhatikan gambar di bawah ini:

Sumber Gambar: Australian Institute of Marine Science, 2006
Gambar diatas merupakan gambar pengindraan jarak jauh dalam ilmu geografi lebih dikenal dengan istilah SIG (Sistem Informasi Geografi) dengan menggunakan foto satelit, foto ini diambil ketika Gempa Bumi dan Tsunami berlangsung. Dalam foto tersebut terlihat wilayah kepulauan negara Maladewa dan Indonesia terkena imbas dari bencana alam tersebut yaitu bencana Gempa bumi dan Gelombang Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi secara mengejutkan dan merupakan hal baru bagi kebanyakan masyarakat yang terkena musibah tersebut di wilayah Samudera Hindia. Kejadian tersebut berlangsung tanpa peringatan pada hari dengan cuaca cerah; sehingga banyak masyarakat setempat dan wisatawan yang berada di pantai berjalan diatas rataan terumbu pada saat air laut menyurut agar dapat mengamati alam yang biasanya tersembunyi. Dalam beberapa menit saja, serangkaian gelombang kuat datang menyapu mereka dan menghempas daratan. Rangkaian tsunami tersebut mengakibatkan lebih dari 250.000 orang meninggal dunia atau hilang serta rusaknya infrastruktur dan sumberdaya pesisir. Dalam makalah ini, yang menjadi pusat perhatian saya adalah dampak yang menimpa sumber daya alam pesisir, terutama potensi geografis di negara Maladewa dan Indonesia, serta tanggapan yang dikeluarkan dunia internasional. Namun demikian, saya tidak dapat memungkiri bahwa dampak yang jauh lebih membekas terjadi pada kehidupan masyarakat wilayah setempat dan dunia.
Sesungguhnya tsunami bukan merupakan hal baru, karena terdapat sejarah panjang tentang tsunami dan gempa bumi yang pernah terjadi di Samudera Hindia. Sejarah ini tertanam secara mendalam pada cerita rakyat dan budaya masyarakat adat; yang berlari ke daratan tinggi sebelum gelombang-gelombang datang; sayangnya, masyarakat yang menjadi korban jiwa, tidak memiliki pengetahuan megenai dampak gempa bumi dan tsunami.
Kejadian tsunami mengejutkan berbagai institusi nasional, internasional, dan juga media, karena tidak pernah terjadi tsunami di negara-negara ini dalam catatan sejarah kurun waktu terakhir. Disamping itu, gempa berlangsung pada hari minggu pagi saat sebagian besar masyarakat dunia sedang memperingati hari raya Natal. Hal tersebut juga mengakibatkan berita-berita awal mengenai tsunami kurang menggambarkan dampak dan seluruh kerusakan yang terjadi, dan tertundanya kebanyakan respon baik nasional maupun internasional.
Gempa bumi 26 Desember 2004 di lepas barat laut Sumatra, Indonesia merupakan peristiwa seismic terbesar di bumi selama lebih dari 40 tahun terakhir. Gempa berasal dari 30 km di bawah dasar laut lepas pantai Sumatra dan memicu retakan pada segmen garis patahan antara Lempeng Hindia dan Eurasia sepanjang 1.300 km dan meluas sampai ke Kepulauan Andaman dan Nikobar. Energi yang dilepaskan setara dengan bom berkekuatan 11 giga ton, 1.500 kali lebih besar dari bom nuklir terbesar yang pernah diledakkan dan 100 kali lebih besar dari energi gempa bumi San Fransisco tahun 1906. Gempa di dasar laut ini memindahkan lebih dari 30 kilometer kubik air laut dan membuat tsunami yang paling menyengsarakan dalam sejarah; lebih dari 230.000 orang mati, dan lebih dari 1 juta orang telah terpindahkan di negara-negara yang terkena dampak tsunami di Asia Tenggara dan Asia Selatan serta Afrika Timur. Tsunami telah menyebabkan kerugian besar ekonomi di negara-negara Samudera Hindia, menyengsarakan industri primer dan sekunder, serta mengacaukan perekonomian pariwisata. Dampak peristiwa ini mendunia; tsunami diamati di seluruh samudera di dunia dan seluruh dunia terus ‘terkait’ dengan keterkejutan gempa bumi tersebut sampai berbulan-bulan. Bab ini memberikan ringkasan singkat tentang asal gempa bumi dan tsunami yang mengikutinya.
Detil teknis awal Gempa Bumi Dahsyat Sumatra - Andaman. Skala yang ada termasuk keseluruhan kegiatan 10 menit berikutnya, dimana gempa menuju arah barat laut sampai 1.300 km di utara Kepulauan Andaman (sumber www.earthquake.usgs.gov)

[gambar hal 20 buku utama]






A. Apakah Tsunami Itu?
Tsunami berasal dari kata dalam Bahasa Jepang – tsu, artinya pelabuhan dan nami, artinya gelombang yang sekarang digunakan di seluruh dunia untuk menyebut gelombang laut besar yang terjadi akibat perpindahan permukaan laut secara mendadak. Perpindahan air bisa disebabkan oleh gempa bawah laut, longsor, letusan gunung berapi, atau dampak hantaman meteor yang besar. Saat sejumlah besar lautan terpindahkan secara vertikal, gangguan menyebar luas dalam bentuk tsunami karena laut mencoba untuk kembali pada keseimbangan gravitasinya. Saat skala horisontal gangguan jauh lebih besar dibandingkan kedalaman air, seluruh kolom air dari permukaan sampai ke dasar laut bergerak koheren dalam arah horisontal. Biasanya, tsunami besar akan melintasi laut dalam sebagai gelombang kecil, bahkan sering kurang dari satu meter, tetapi kecepatannya 600 km/ jam atau lebih. Sehingga dapat melewati kapal tanpa diketahui, karena itu para nelayan Jepang menamainya tsunami untuk menggambarkan gelombang yang dapat menghancurkan rumah mereka di darat, tanpa dapat diketahui kedatangannya saat di laut. Saat tsunami mendekati perairan dangkal, gelombang melambat dan ukurannya meningkat secara dramatis, kadang mencapai ketinggian sepuluh meter.
Fisika tsunami adalah sama seperti gelombang perairan dangkal, karena memiliki periode yang panjang (waktu antara dua gelombang yang berurutan) dan panjang gelombang yang besar (jarak antara dua gelombang yang berurutan). Namun, mereka sangat berbeda dengan gelombang yang disebabkan oleh angin, yang merupakan gelombang normal di laut. Gelombang yang disebabkan oleh angin hanya mengakibatkan pergerakan air di dekat permukaan laut dengan periode 10 – 20 detik dan panjang gelombang 100 – 200 m pada umumnya. Secara kontras, tsunami melibatkan pergerakan air sampai ke dasar laut (kedalaman 3 – 4 kilometer di laut dalam) dengan periode 10 – 60 menit dan panjang gelombang 100 km atau lebih, berarti mereka melibatkan pergerakan massa air yang jauh lebih besar.
Kekuatan merusak timbul saat energi yang terkandung dalam gelombang berkedalaman ribuan meter, terkonsentrasi di perairan dangkal paparan benua dan terutama di estuaria dangkal.
Walaupun tsunami cukup besar untuk mempengaruhi keseluruhan cekungan laut, pada kenyataannya sangatlah jarang terjadi satu kali dalam satu generasi; tsunami besar hampir selalu menyebabkan kerusakan karena dapat mengangkat energi ke jarak yang jauh dengan kecepatan tinggi secara efisien. Tsunami adalah salah satu bencana alam yang menakutkan di dunia karena dapat berasal dari jauh, tak terlihat, dan dari sumber yang tak terasakan, sehingga dapat terjadi tanpa ada pertanda jelas. Beberapa tsunami di masa lampau telah menyebabkan kerugian jiwa dan properti. Sehingga, tsunami terkait erat dengan cerita rakyat dan diperkirakan menjadi penyebab utama kehancuran beberapa peradaban, seperti lenyapnya peradaban Minoan yang kemungkinan berhubungan dengan meletusnya Gunung Santorini dan menyebabkan tsunami sekitar tahun 1500 SM. Walaupun Samudera Pasifik memiliki frekuensi tsunami tertinggi diantara seluruh samudera di bumi, tsunami juga menyebabkan kerusakan berarti di Laut Mediterania dan Samudera Hindia serta Atlantik.

B. Tsunami Dan Zona Subduksi Gempa
Gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember terjadi di sepanjang fitur khas di lempeng tektonik utama pada permukaan bumi yang disebut sebagai zona subduksi. Zona ini terbentuk akibat permukaan bumi yang terus bergerak, dimana lapisan terluar batuan yang disebut litosfer terbentuk dan terhancurkan. Lapisan terluar ini terdiri dari sejumlah lempengan kaku yang terbentuk di sepanjang jalur pertengahan samudera yang kemudian hancur di zona subduksi, dimana lempeng-lempeng tersebut bertumbukan dan saling tumpuk-menumpuk. Proses tumbukan dan hancurnya bagian lempeng-lempeng ini disebut subduksi, yang kemudian membentuk batasan lempeng baru tempat proses ini terjadi yang disebut zona subduksi.
Zona subduksi yang timbul saat gempa 26 Desember 2004, terbentuk akibat pergerakan lempeng Hindia dan Australia ke arah utara, yang terus bergerak sejak patahnya ‘benua-super’ Gondwana sekitar 50 sampai 150 juta tahun yang lalu. Karena lempengan-lempengan ini bergerak dengan kecepatan 6 sampai 7 sentimeter per tahun (serupa dengan pertumbuhan kuku jari), tepian litosfer samudera bergeser menuju ke bagian dalam bumi di bawah Lempeng Eurasia di sepanjang Busur Sunda (Sunda Arc). Busur ini terbentang dari Timor di sisi timurnya, terus ke selatan Indonesia sampai ke Kepulauan Andaman di barat laut. Walaupun pengukuran pergerakan permukaan tanah menunjukkan bahwa lempeng Hindia dan Australia merupakan satu kesatuan yang terpisah, batas diantara keduanya amat samar dan cenderung menyatu, sehingga tidak jelas lempeng mana yang meluncur ke dalam bagian utara Sumatra. Namun demikian, diketahui bahwa lempeng Hindia meluncur ke bawah Kepulauan Andaman dan Nikobar.
Struktur tektonik dari lempeng yang menindihnya juga rumit. Tidak hanya blok Sunda (sub-lempengan), dimana Sumatra terletak, terpisah dari lempeng Eurasia di bagian utara, tetapi juga tepi barat daya blok Sunda terpisah dari lempeng Hindia dan Australia oleh lempeng mikro yang sering disebut sebagai Lempeng Mikro Burma atau Potongan Andaman. Terlepas dari segala kerumitan ini, gempa bumi tersebut berasal dari gabungan tekanan 2 buah lempeng (seringkali disalahpahami sebagai ‘Lempeng Indo-Australia’) yang mensubduksi di bawah Sumatra.
Zona subduksi umumnya dicirikan oleh intensitas kegiatan geologi. Proses subduksi menarik lempeng yang tersubduksi dan lempeng yang menindihnya ke arah bawah di sepanjang sumbu zona subduksi sehingga menciptakan palung yang dalam. Palung ini merupakan bagian terdalam dari lautan, berkisar mulai kedalaman 4 km pada palung yang dangkal sampai kedalaman 10 km pada Palung Mariana di timur Phillipina. Elemen yang rapuh terseret ke bagian dalam bumi yang panas di zona subduksi dan melelehkan material sub-kerak di atas lempeng yang tersubduksi, dan seringkali mengarah pada pembentukan rantai gunung api aktif di lempeng yang menindih secara parallel terhadap sumbu zona subduksi. Krakatau adalah contoh sebuah gunung berapi diantara lebih dari 100 gunung berapi aktif di sepanjang nusantara Indonesia. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat gambar dibawah ini:

[gambar hal 22 buku utama]











Sumber Gambar: Ó dari Commonwealth of Australia, Geoscience Australia 2006

Saat ‘benua super’ Gondwana terpecah belah sekitar 150 juta tahun yang lalu, 2 lempeng tektonik besar Hindia dan Australia terpisah dan bergeser ke arah utara dengan kecepatan yang amat sangat lambat namun konsisten dan kuat. Mereka bergabung dengan benua super Eurasia, sehingga membentuk kondisi gempa bumi 26 Desember

Gunung-gunung berapi ini merupakan sumber utama tsunami. Sebelum tahun 2004, satu-satunya tsunami di Samudera Hindia yang terdokumentasi adalah saat letusan Krakatau tahun 1883. Tsunami ini menelan 36.000 korban di Indonesia dan menyebabkan kerusakan yang cukup nyata di sepanjang Samudera Hindia, termasuk Seychelles:
“Pukul 4:00 sore tanggal 27 Agustus, gelombang pasang tiba-tiba datang menyerbu dengan kecepatan 4 mil per jam, dan mencapai ketinggian sekitar 2,5 kaki di atas pasang tertinggi pada umumnya. Gelombang tertarik kembali setelah seperempat jam, meninggalkan kapal-kapal yang terdampar ke daratan. Gelombang kemudian kembali lagi, dan hal yang sama terjadi lagi, …” (H.W. Estridge, Pengutip Bea Cukai di Mahe, Seychelles, 1993).

Tsunami besar lainnya di Laut Arabia, Teluk Bengal, dan di Samudera Hindia antara Jawa dan Australia (lihat Tabel halaman 27), seperti juga tsunami tahun 2004, disebabkan oleh gempa bumi di zona subduksi.

[gambar hal 23 buku utama]











Sumber Gambar: copyright@ga.gov.au. 2006

Ketiga diagram ini mengilustrasikan runutan peristiwa gempa bumi akibat subduksi. Pada (a) lempeng tektonik di sebelah kiri mencoba untuk subduksi di bawah lempeng sebelah kanan. Namun, karena adanya kekuatan friksional, lempeng menyatu dengan lempeng atasnya selama beberapa waktu yang menyebabkan kedua lempeng terdeformasi, terutama lempeng bagian atas yang membengkok ke arah dua buah panah merah; saat ikatan friksi (garis bergelombang) terputus saat gempa bumi (b), lempeng di sebelah kanan terpental kembali ke posisi aslinya (panah merah kini berlawanan arah), sehingga memindahkan sejumlah besar volume air. Air yang dipindahkan ini kemudian menyebar ke segala arah sebagai tsunami (c).

C. Gempa Dahsyat Sumatra-Andaman Pada 26 Desember 2004
Gempa dahsyat ini memisahkan 1.300 km segmen mega sungkup Busur Sunda yang membentang dari Sumatra (kira-kira 3oLU) sampai Kepulauan Andaman (kira-kira 14oLU). Gempa dimulai di lepas barat laut Sumatra di dekat Pulau Simeulue pukul 7:59 pagi, saat pemisahan awal timbul jauh di dalam kerak bumi. Pergerakan sesar sampai pada titik maksimumnya di 15-20 meter dekat pucuk utara Sumatra saat pemisahan menjalar ke arah utara di sepanjang tepi lempeng pada kecepatan 2,4 kilometer per detik (8.640 kilometer per jam). Saat pemisahan menjalar ke arah utara menuju Kepulauan Andaman, ternyata kecepatannya berkurang dan pergerakan sesar pun berkurang, kira-kira 8 menit setelah pemisahan awal, pergerakan maksimum sesar sebesar 10 meter di Kepulauan Andaman. Keseluruhan proses pemisahan berlangsung selama sekitar 10 menit. Gempa pertama adalah gempa terbesar sejak gempa Alaska tahun 1964. Gempa menyebabkan guncangan hebat di Sumatra dan Kepulauan Nikobar, dan dapat dirasakan sampai berkilo-kilometer jauhnya di Sri Lanka, utara Thailand, dan Maladewa. Gempa juga menyebabkan gelombang seismik yang mengitari bumi berulang kali, dan menstimulasi getaran harmonis di seluruh bumi yang masih dapat dideteksi oleh peralatan seismometrik berbulan-bulan setelah gempa. Sejumlah gempa susulan masih terus terjadi di sepanjang dangkalan tepi lempeng yang terpisah karena gempa; ini merupakan kelompok gempa paling aktif yang pernah teramati.
Gempa menyebabkan pergerakan permanen yang meluas di permukaan bumi. Terdapat lebih dari 6 meter pergeseran horizontal di sebagian Kepulauan Andaman dan Nikobar, dan ada juga pengangkatan dan penyusupan: sisi barat terangkat sekitar 1 m (pengangkatan maksimum sebesar 1,5 m di Nikobar Besar), sementara sisi timur menyusup sejauh nilai yang sama, sehingga secara permanen menenggelamkan beberapa bagian kepulauan ini. Terdapat fakta visual yang luar biasa tentang perubahan ini: beberapa pantai terangkat, terumbu karang mencuat keluar dari air (lihat gambar di halaman berikutnya), dan hutan mangrove serta bangunan terangkat dan hancur. Pergerakan kecil bumi sebesar beberapa sentimeter, terdeteksi dari jarak ribuan kilometer dengan menggunakan observasi GPS.

[gambar hal 25]

Terdapat beberapa data kerusakan potensi geografis di negara-negara Asia yang disebabkan oleh Gempa dan Tsunami yang terlihat pada gambar:
1. Sisi barat laut Pulau Simeulue terangkat 1,5 m;
2. Ujung tenggara Kepulauan Nikobar turun sekitar 2 m, menggenangi Mercu Suar Campbell secara permanen di Pulau Nikobar Besar;
3. Pulau Car Nikobar bergeser lebih dari 6 m secara horizontal dari arah barat ke tenggara;
4. Pulau Langkawi di Malaysia terus meluncur ke arah barat daya sampai 80 hari setelah pergeseran cepat pertama, dan menjauhkannya 6 cm dari peluncuran awal; dan
5. Singapura bergeser 2 cm ke arah barat.


Gambar: Kepulauan Andaman dan Nikobar pada sebelum Tsunami berlangsung yang mengalami menyusutan air laut akibat gempa bumi [www.newscientist.com]

D. Tsunami Samudera Hindia 26 Desember 2004
Gempa Dahsyat Sumatra-Andaman menyebabkan dasar laut terangkat dan menyusup, menghasilkan pergeseran sekitar 30 kilometer kubik air laut secara langsung di atas sesaran. Ini menyebabkan gelombang yang menyebar ke seluruh penjuru Samudera Hindia dan dikenal sebagai Tsunami Samudera Hindia atau Boxing Day Tsunami.
Efek bencana tsunami hampir segera dirasakan di sepanjang pesisir barat laut Sumatra, terdekat dengan episentrum gempa. Tsunami datang dalam waktu 30 – 40 menit, dengan ketinggian melebihi 30 m. Seluruh desa diratakan dan hanya ada sedikit waktu untuk melarikan diri. Ketinggian tsunami juga dipengaruhi oleh kondisi geografis; gelombang yang memasuki teluk seringkali bertambah tingginya sebagaimana sisi teluk mengurangi pergerakan air sehingga memperbesar tinggi gelombang. Lebih jauh lagi, gelombang bertambah tinggi saat menjelajahi lembah sempit, dengan ketinggian gelombang 48 m tercatat di Indonesia. Gelombang setinggi 5 – 10 m menerjang Thailand dan Sri Lanka sekitar 1,5 – 2 jam setelah gempa. Karena adanya geometri dalam pergerakan dasar laut, dimana terjadi pengangkatan pada tepi barat lempengan yang telah terangkat dan kemudian menyusup di timur jauh, gelombang awal tsunami yang menuju ke timur menghasilkan peristiwa surut di laut, sementara gelombang awal yang menuju ke barat menghasilkan penggenangan. Sehingga, orang yang pertama kali melihat gelombang di Thailand mendapatkan pertanda yang jelas dengan adanya peristiwa surut mendadak di laut; di beberapa kasus banyak orang yang selamat saat menyadari pertanda ini dan mereka menyelamatkan diri. Namun demikian, tanda-tanda alam ini tidak dipahami, dan banyak orang menuju ke rataan terumbu. Gelombang berikutnya menelan banyak korban. Di Sri Lanka, efek pertama gelombang adalah berupa penggenangan, dan masyarakat hanya mendapatkan sedikit pertanda atau bahkan tidak sama sekali.
Walaupun tinggi tsunami yang menyebar ke seluruh Samudera Hindia tidak lebih dari 1 m (seperti yang terukur oleh radar satelit yang mengukur ketinggian laut di daerah tempat tsunami terjadi), tetap saja tingginya mencapai 1 – 2 meter saat memasuki perairan dangkal yang jauhnya ribuan kilometer dari gempa. Sebagai contoh, gelombang setinggi 1,5 m teramati di Afrika Selatan, 8.500 km dari tsunami. Energi yang dihasilkan tegak lurus dari garis sesar, lebih besar bila dibandingkan dengan yang mendatar; ini merupakan ciri umum gempa yang menghasilkan tsunami. Sehingga, sebagian besar energi tsunami dihasilkan dari arah timur-barat setelah Gempa Dahsyat Sumatra-Andaman, yang timbul di sepanjang garis sesar utara-selatan. Ini menjelaskan mengapa Thailand dan Sri Lanka terkena hantaman gelombang besar, dan Myanmar serta Bangladesh tidak.

Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 sangatlah luar biasa dimana gelombangnya menjelajahi seluruh dunia. Peta ini menunjukkan bahwa gelombang mengikuti jalur mid-samudera dibawah Samudera Hindia yang memecah di dinding es Antartika serta di sekitar Afrika Selatan dan di sepanjang Jalur Mid-Atlantik yang memecah di Rio de Janeiro (dicetak ulang seizin New Scientist, ©2005).
[gambar hal 29]

E. Belajar Sejarah Yang Memandang Ke Masa Depan
Gempa Sumatra-Andaman 26 Desember adalah gempa berukuran besar pertama yang tercatat sejak kehadiran instrumen seismik modern. Alat tersebut menghimpun data yang akan digunakan untuk mempelajari gempa dan struktur bagian dalam bumi bertahun-tahun ke depan. Tsunami tersebut merupakan yang pertama dicatat dan diselidiki dengan pengukur pasang berkualitas tinggi di seluruh dunia, serta satelit yang terus-menerus melewati tinggi gelombang di samudera terbuka. Lama setelah tsunami menerjang Samudera Hindia, para ilmuwan yang memantau tinggi permukaan laut dapat melihat gelombang menyebar menuju Samudera Atlantik dan Pasifik. Instrumen-instrumen tersebut mencatat lintasan tsunami sampai jauh ke utara di Kamchatka, Rusia di Samudera Pasifik, Nova Scotia, Kanada di Samudera Atlantik, dan sampai ke Antartika. Ini adalah tsunami pertama yang dipantau secara terusmenerus ke seluruh samudera, dan sekarang disebut serta diakui sebagai ‘tsunami global’ pertama.
Peristiwa bencana Desember 2004 bukanlah peristiwa terisolasi di Samudera Hindia saja. Lempenglempeng tektonik akan terus bergerak dan menekan lempeng lain, dan beberapa gempa serta tsunami akan terjadi di masa depan pada skala yang sama atau bahkan lebih. Tingkat kerusakan dari Gempa Dahsyat Sumatra-Andaman dan tsunami Samudera Hindia memanglah besar, dilihat dari skala gempa dan jumlah korban jiwa yang direnggutnya. Sebagaimana populasi manusia terus bertambah dan terus mengembangkan daerah pesisir dengan cara menebangi hutan di pesisir dan mereklamasi lahan, ancaman terhadap tsunami semakin meningkat, dan berpotensi untuk menghasilkan kerugian besar terhadap jiwa dan kerusakan properti. Mudah-mudahan saja, gempa dan segala hal yang terkait dengan tsunami akan menjadi peringatan bagi pemerintah dan lembaga internasional untuk menyediakan sistem peringatan dini yang lebih efektif dan mengadakan penilaian resiko bencana alam untuk memastikan desa-desa, kelurahan, dan kota tidak dibangun di daerah yang paling rentan serta jauh dari tepi perairan. Kerusakan yang disebabkan oleh tsunami juga menggarisbawahi kebutuhan akan perlindungan pelindung alami pesisir, yaitu mangrove dan terumbu karang. Terdapat beberapa bukti di beberapa bab berikut Gempa Bumi, Lempeng Tektonik, dan Tsunami Samudera Hindia menunjukkan bahwa mangrove meredam energi tsunami dan menyediakan naungan langsung terhadap populasi manusia dari puing yang terbawa oleh gelombang seperti pecahan kapal, dan mencegah orang terseret ke laut. Terdapat juga bukti yang serupa bahwa terumbu karang lepas pantai dapat mengurangi tekanan tsunami dan perlahan mengurangi kerusakan akibat gelombang.
Gempa Dahsyat Sumatra-Andaman dan Gempa Nias 28 Maret 2005 melepaskan akumulasi tekanan energi di sepanjang 1.500 km Busur Sunda-Andaman. Karena itu, kecenderungan gempa besar lain yang timbul di masa depan, di sepanjang bagian zona subduksi ini, adalah kecil. Namun, peristiwa gempagempa ini mungkin meningkatkan kecenderungan munculnya gempa besar lain baik di sebelah utara atau timur dari segmen ini. Zona subduksi sampai ke tenggara (dekat Sumatra tengah), menyebabkan gempa besar tahun 1833 dan sejak itu mengakumulasikan energi tekanan yang cukup signifikan. Walaupun struktur tektonik dan sejarah gempa dari perpanjangan Palung Andaman di daerah utara tidak cukup diketahui, gempa besar lain yang serupa tahun 1762 di sepanjang pesisir Arakan, Myanmar mungkin saja terjadi.
Usaha internasional yang lebih besar diperlukan untuk menyempurnakan pemahaman kita tentang ancaman bahaya tsunami serta untuk mengembangkan kapabilitas peringatan tsunami di Samudera Hindia sehubungan dengan penanganan yang lebih baik terhadap perkiraan gempa di masa depan. Tidak terdapat sistem peringatan dini di Samudera Hindia sebelum tsunami Desember. Keberadaan sistem yang efektif dapat menyelamatkan ribuan nyawa dengan menyediakan peringatan akan adanya tsunami sehingga tersedia waktu untuk mengevakuasi diri ke tempat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, tsunami membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke Thailand dan Sri Lanka, dan lebih dari 4 jam untuk sampai ke Australia. Pada Konferensi Dunia tentang Pengurangan Resiko Bencana di awal 2005, Persatuan Bangsa-Bangsa mulai merencanakan untuk membangun sistem peringatan global untuk mengurangi ancaman bencana alam yang mematikan sebagaimana sejarah telah menunjukkan bahwa peristiwa serupa tidak dapat dihindari.

Lihatlah gambar dibawah ini:



Peta ini memperlihatkan zona-zona kegiatan seismik utama untuk gempa bumi dan gunung api yang dapat menyebabkan tsunami. Gempa bumi tanggal 26 Desember 2004 terjadi kira-kira di pertengahan garis patahan dari Timor di daerah timur hingga Kep. Nikobar di utara (dari Viacheslav Gusiakov).

2.2. Kebangkitan Maladewa Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami 2004.


Sumber Gambar: Australia Govermen (UNESCO) 2006 hal 116
Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya maladewa dari bangsa yang miskin sehingga para akademisi-akademisi maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka miliki. Seperti yang kita ketahui bahwa Maladewa merupakan negara kecil yang memiliki sekitar 1.191 pulau kecil-kecil yang `berserakan` di Samudra Hindia (dekat atau bawah India dan Srilangka), dengan penduduk sekitar 250 ribu jiwa. Pulaunya kecil-kecil tanpa penghuni, hanya lima pulau berpenghuni dan terbesar seluas dua kilometer persegi, di mana ibukota negara tersebut berada, yaitu Male.

Malé, ibu kota Maladewa, adalah salah satu pulau terpadat di dunia dengan lebih dari 80.000 orang tinggal dalam 2 kilometer persegi. Tsunami menggenangi beberapa bagian dari pulau dan merusak dinding laut penahan gelombang (sea wall), bangunan, dan kendaraan yang parkir di jalan (Foto dariHussein Zahir).
Gugusan pulau di Maladewa selain kecil-kecil, juga dangkal dengan hamparan pasir di pantainya dominan putih, sehingga flora dan fauna maupun terumbu karang sekitar pantainya tampak terlihat cukup jelas namun negara itu tidaklah subur dan sekaya dengan negara Indonesia namun karena potensi yang cukup jelas tersebut kemudian pengembangan sebagai kawasan wisata bahari dimulai sekitar tahun 1971-an, dengan dibuat `master plan` dengan sistem sewa. Investor menyewa dan boleh membangun fasilitas wisata di atas lautan sekitarnya, sementara daratannya yang mungil untuk fasilitas penunjang.
“Republik Maladewa adalah sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol di Samudra Hindia. Maladewa terletak di sebelah selatan-barat daya India, sekitar 700 km sebelah barat daya Sri Lanka. Negara ini memiliki 26 atol yang terbagi menjadi 20 atol administratif dan 1 kota” www.wikipedia/maladewa.htm
Pulau disewa tersebut umumnya tidak berpenghuni dan yang telah dibangun fasilitas wisata sebanyak 86 pulau. Menurut sebuah surat kabar dalam situs internet http//www.gatra.com menjelaskan bahwa:
"Penghasilan negara kecil ini (devisa) setiap tahun sekitar 600 juta dolar AS, 70 persen merupakan peran pariwisata bahari ini secara langsung maupun tidak langsung, devisa dari kehadiran sekitar 600 ribu wisatawan yang didominasi oleh asing setiap tahun tersebut, untuk ukuran negara kecil seperti Maladewa nominalnya tergolong cukup besar”. http://www.gatra.com/2002-09-21/artikel.php?id=20759

A. Maladewa Bangkit Pasca Tsunami oleh Watak Nasional [Karakter Manusia] dan Kualitas Pemerintah.
Kira-kira 3 jam setelah gempa bumi 26 Desember 2004, dilaporkan gelombang setinggi 1 – 3 meter menyapu Maladewa. Tsunami menyebabkan naiknya air secara cepat melewati terumbu-terumbu dan kepulauan, bukan merupakan gelombang besar seperti yang terjadi di Thailand dan Sumatera. Genangan pertama adalah yang terbesar, berlangsung selama sekitar 20 menit sebelum akhirnya diikuti penyurutan air dalam jumlah besar. Kekuatan gelombang dan banjir menyebabkan kerusakan pada pulau berpenghuni ini, 80% dari 25 atol di Maladewa terletak hanya 1 meter di atas permukaan laut. Kurang lebih 69 dari 199 pulau berpenghuni mengalami kerusakan di sana-sini, sementara hampir sepertiga dari 300.000 penduduk kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, atau infrastruktur lokal lainnya. Kerugian total diperkirakan berkisar antara US$ 480 – 1.000 juta; nilai perkiraan berdasarkan catatan kerusakan pada infrastruktur, armada perikanan, harta pribadi, pariwisata, dan sedikit kerugian pada pertanian yang berarti besar bagi produksi lokal. Lebih dari 50% pendapatan kotor Maladewa berasal dari industri pariwisata terumbu karang dan kepulauan, dan 12% berasal dari perikanan karang. Terdapat keprihatinan bahwa tsunami semakin memperparah kondisi terumbu karang yang telah menurun akibat adanya fenomena pemutihan karang di tahun 1998.
Tsunami telah menghancurkan masyarakat Maladewa yang keseluruhannya merupakan masyarakat pesisir. Banjir telah menyebabkan padamnya listrik, gangguan pasokan air bersih, kerusakan pada pelabuhan dan dermaga, erosi daerah pesisir, dan penetrasi air laut ke dalam tanah yang menyebabkan hancurnya pertanian. Gelombang tsunami juga menyebabkan rusaknya sistem pembuangan yang mengarah pada kontaminasi cadangan air tanah, pasir dan laut di sekeliling kepulauan. Terumbu karang menjadi rusak akibat terkena hantaman puing infrastruktur yang tersapu ke laut. Kebanyakan masalah-masalah ini telah ada sebelum tsunami. Namun tsunami telah memaksakan adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan pemanfaatan terumbu karang secara tak berkelanjutan dan lemahnya pengelolaan daerah pesisir. Tsunami juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan adanya system peringatan dini yang efektif dan rencana penanggulangan bencana yang proaktif. Pariwisata sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang, sehingga beberapa hotel telah membantu pemerintah dalam membangun dan mengelola daerah perlindungan laut (MPA) untuk konservasi terumbu karang. Sejumlah besar usaha perikanan beroperasi di daerah terumbu karang: ikan segar seperti tuna ditangkap di laguna terumbu karang sedangkan ikan karang diambil untuk dikonsumsi turis dan diekspor, terutama kerapu untuk perdagangan ikan segar. Selain itu, teripang, hiu (bagian siripnya), dan ikan hias diambil untuk diekspor. Kegiatan-kegiatan ini memberikan dampak nyata dimana jumlah kerapu dan hiu semakin berkurang, yang berpotensi menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang dalam jangka waktu yang lama. Walaupun keragaman hayati belum pernah diteliti secara rinci, tercatat lebih dari 250 jenis karang keras dan lebih dari 1.200 jenis biota telah ditemukan, membuat Maladewa termasuk ke dalam salah satu daerah laut terkaya di kawasannya. Namun hal tersebut tidak menjadi sebuah kendala penduduk Maladewa
[tambahkan peran penduduk dan pemerintahan maladewa dalam proses pemulihan dan pelestarian wisata laut]
B. Status Terumbu Karang Sebelum Tsunami yang Menguntungkan dari Letak Geografis
Republik Maladewa terdiri dari 1.190 pulau yang berada dalam 25 atol yang tersebar sepanjang 900 kilometer di tengah Samudera Hindia. Sebagian besar pulau dikitari oleh terumbu karang yang kondisinya baik sampai sangat baik sebelum tahun 1998, dimana fenomena perubahan iklim akibat El Niño berdampak pada memutihnya karang dan kematian pada sekitar 90% karang di sebagian besar terumbu Maladewa, menyisakan hanya 2% tutupan karang hidup. Sisi utara dan tengah adalah daerah yang paling parah mengalami kerusakan dan pemulihan berjalan dengan lambat dan bervariasi. Pemutihan tidak terlalu merusak karang di sepanjang atol selatan, menyisakan sekitar 40-55% tutupan karang hidup. Terdapat sedikit perkiraan tentang prosentase tutupan karang sebelum tahun 1998. Satu studi mengatakan 37% tutupan di 3 lokasi dan 47% di 7 lokasi, sehingga diperkirakan prosentase tutupan karang di sisi selatan, tengah, dan utara atol adalah 25 sampai 50% (dengan kisaran antara 5 – 10%) sebelum terjadi gangguan.
Fenomena pemutihan tahun 1998 telah menggeser keseimbangan terumbu, dimana karang masif yang tumbuh lambat menjadi berlebih dibandingkan dengan karang bercabang atau berbentuk piringan yangndapat tumbuh dengan cepat (merupakan pilihan industri pariwisata). Di tahun 2002, terdapat sejumlah kemunculan karang muda yang baru dari marga Acropora dan Pocillopora yang memberi harapan akan adanya pemulihan struktur komunitas karang seperti sebelumnya. Karang-karang ini sangat terkenal di Malé Utara dan Atol Ari sebelum terjadi tsunami.
Banyak karang meja besar Acropora yang tadinya tampak mati, mulai menunjukkan regenerasi jaringan; proses pemulihan terbantu dengan rendahnya tingkat penangkapan ikan. Ikan pemakan rumput laut melimpah dan menghabiskan rumput laut serta memfasilitasi penempatan larva karang baru. Sebaliknya di Malé Utara dan Atol Ari kehilangan karang masif yang lambat tumbuh yang dapat mengurangi kapasitas pertumbuhan terumbu dan menambah batuan baru di masa depan. Sebagai tambahan, fenomena pemutihan karang skala kecil di tahun 2003 dan badai besar pada Mei 2004 semakin memperlambat proses pemulihan.
Terdapat perkiraan yang menyatakan bahwa kondisi terumbu akan berbeda di masa datang dengan adanya jenis yang lambat tumbuh (seperti Agaricidae dan Favidae) yang terus mendominasi karang bercabang Acropora dan Pocillopora. Namun, terdapat indikasi kuat adanya kemunculan karang baru dari jenis-jenis karang yang cepat tumbuh, sehingga struktur terumbu di masa depan adalah tidak pasti.
Berkembangnya wisata bahari yang membuat Maladewa berubah dari negara miskin menjadi cukup makmur, karena pulau-pulaunya kosong mudah ditata, sebelum pariwisata berjalan UU dan peraturannya dibuat dulu serta pariwisata merupakan sektor dominan, sementara sektor atau instansi lain mendukung.
Maladewa, negara kecil di barat daya Srilanka, hanya punya 99 pulau. Tapi, wisata baharinya sangat maju berkat konsep one island one resort. Meluasnya lapangan kerja dan pemasukan uang yang dihasilkan sangat tinggi, baik bagi negara maupun masyarakatnya. "Tenaga kerja asing dibatasi di level manajer. Selebihnya menjadi hak warganegara Maladewa,"
Maladewa sejak dulu telah dijelajahi oleh pelayar dan penjelajah dunia sebagaimana diungkapkan dalam media Bisnis Indonesia bahwa:
“Musafir Islam, Ibnu Batutah datang ke kepulauan ini pada abad ke-14 dengan membawa ajaran Islam yang kemudian menjadi agama mayoritas penduduk Maladewa hingga saat ini. Pernah dijajah oleh Portugis dan kemudian berpindah-pindah ke tangan Belanda, Perancis serta Inggris, barulah tahun 1965 akhirnya Maladewa berhasil meraih kemerdekaannya”.
Negara kepulauan Maladewa atau Maldive yang terdiri dari kumpulan atol di Samudra Hindia menjadi daya tarik utama wisatawan dari seluruh dunia. terletak di sebelah selatan-barat daya India, sekitar 700 km sebelah barat daya Sri Lanka. Negara ini memiliki 26 atol yang terbagi menjadi 20 atol administratif dan 1 kota yang seluruh wilayahnya merupakan daerah wisata.

2.3. Kondisi Indonesia Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami 2004

A. Potensi Letak geografis Negara Indonesia dalam Sektor Wisata Bahari untuk Kebangkitan Perekonomian
Marine Ecotourism merupakan proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka yang tentunya harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung ke masyarakat. Setelah puluhan tahun seakan diabaikan, kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan menjadikan potensi kelautan sebagai tumpuan harapan sekaligus fokus pembangunan di masa depan, baru mulai tumbuh di era reformasi. Bahkan akhir-akhir ini, industri wisata laut (marine tourism) menunjukkan perkembangan yang pesat dan telah menjadi salah satu produk wisata yang penting.
Padahal, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim sehingga dalam beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di wilayah nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya kelautan. Itu karena karakteristik kekayaan dan keragaman hayati biodiversity laut terbesar dunia, berbagai bentuk alam, struktur historic, dan kawasan berupa pulau-pulau kecil, perairan laut dengan ekosistem pantai, terumbu karang, lamun, dan biota-biota laut, ada di Indonesia.

B. Konsep Wisata Laut
Pengembangan sektor wisata laut pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek serta daya tarik kawasan pesisir dan laut berupa kekayaan alam pantai yang indah, keragaman taman laut berupa flora dan fauna dan hewan seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias, serta budaya tradisional yang berkaitan dengan legenda kelautan.
Seiring dengan kenyataan bahwa masyarakat global sudah jenuh dan penat hidup dalam lingkungan buatan, salah satu indikasinya adalah adanya semboyan back to nature, yang banyak dianut bangsa-bangsa maju di dunia saat ini, maka pemanfaatan wisata laut menjadi sebuah jalan keluar.
Pembangunan tersebut tentunya bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan. Sebaliknya, juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan. Sekaligus, pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir, baik di masa kini terlebih lagi masa yang akan datang.

Konsep wisata laut didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Marine ecotourism merupakan proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka yang tentunya harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung ke masyarakat.
Agar supaya wisata laut ini dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Pengembangan wisata laut Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya alam laut. Dengan demikian, masyarakat akan peduli terhadap sumber daya wisata karena memberikan manfaat karena pada akhirnya, masyarakat akan merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.

C. Prospek Wilayah
Indonesia memiliki potensi menjadi negara tujuan wisata laut terbesar di dunia. Namun, secara umum kegiatan wisata laut di tanah air belum berkembang baik dan menimbulkan keprihatinan. Itu antara lain disebabkan oleh tidak terjaganya ekosistem laut, seperti terjadi di Kepulauan Seribu di utara Jakarta. Di era 1970 hingga 1990, kawasan itu masih disebut sebagai salah satu tempat wisata bahari yang paling eksotis di dunia. Kini yang tersisa hanyalah sampah dan limbah dari ibukota, ikannya pun tak direkomendasikan untuk dikonsumsi.
Padahal jika potensi wisata bahari ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan dijadikan sebagai andalan utama wisata, potensinya cukup besar. Bandingkan dengan Maladewa misalnya yang hanya memiliki 99 pulau tapi penghasilannya dari sektor ini jauh lebih tinggi. Itu juga karena kebijakan dasarnya cukup tegas dan prospektif, yakni tenaga kerja asing dibatasi hanya sampai pada level manager, serta dengan target one island one resort.
Indonesia dengan jumlah pulau yang jauh di atas Maladewa, plus sumber daya hayati pesisir dan lautan yang luar biasa seperti populasi ikan hias terbesar dunia, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau coastal landscape yang unik dan menakjubkan, jelas merupakan daya tarik sangat besar bagi wisatawan. Karenanya, pantas bila dijadikan sebagai objek wisata laut yang bernilai strategis.
Sebagai gambaran, pada tahun 2000 nilai yang diperoleh dari wisata bahari per tahun kita baru mencapai USD 2 miliar. Nilai tersebut jelas jauh dari maksimal, mengingat potensi ekonomi wisata laut diperkirakan dapat mencapai USD52.809,37 per hektare. Bila dibandingkan dengan Queensland yang mempunyai karang laut yang dikenal dengan The Great Reef di Australia sebagai tempat tujuan wisata dengan panjang garis pantai hanya 2,1 km, negara bagian Australia itu pada tahun 2002 mampu menghasilkan devisa sebesar USD2 miliar.
Nilai yang diperoleh Indonesia tentu saja sangat kecil jika dilihat dari potensinya sebagai negara kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, serta panjang garis pantai 95.181 km (terpanjang setelah Kanada, USA dan Rusia Federasi).
Selain Taman Nasional Bunaken, Manado, Sulawesi Utara yang telah telanjur dikenal dunia sebagai surga pemandangan bawah laut, sesungguhnya Sulawesi Selatan adalah salah satu daerah yang cukup potensial pengembangan industri wisata laut. Itu jika menilik posisi geografis strategis di mana daerah ini memiliki wilayah pesisir dengan panjang pantai 1.973,7 km, luas perairan lautnya kurang lebih 48.000 km2 plus memiliki 263 pulau-pulau kecil. Semua itu jelas memiliki arti penting dan strategis baik dari segi ekologis, ketahanan pangan, ekonomi, sosial budaya maupun keindahan alamnya.
Sebagai contoh Kabupaten Selayar yang memiliki Taman Nasional Takabonerate, yang diklaim sebagai karang atol terbesar ke tiga di dunia (sekitar 220. 000 km2) setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di kepulauan Moldiva. Daya tarik kehidupan bawah air di perairan Taman Nasional Takabonerate ini yang sangat variatif, spesifik, unik dan excotic, telah menyebabkan kawasan ini menjadi primadona pariwisata Sulawesi Selatan dan tumbuh sebagai salah satu objek wisata laut yang menjanjikan. Potensi dan kondisi tersebut sangat mendukung dan menjadi daya tarik besar bagi wisatawan mancanegara sehingga pantas bila dijadikan sebagai objek marine tourism yang memilki keunggulan yang komparatif dan kompetitif.
Masalahnya memang, keindahan terumbu karang yang ada tersebut, terancam oleh pola dan sistem penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Belum lagi akibat penambangan batu karang untuk bangunan, sedimentasi akibat erosi di darat, eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya perikanan karang, termasuk akibat pemanasan global.
Semua itu terjadi akibat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, serta mungkin keterbatasan dana. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, 2003) terhadap kondisi terumbu karang Taman Nasional Takabonerate, ditemukan bahwa kondisi karang yang sangat baik tersisa 6,45 persen, kondisi baik 22,35 persen, kondisi kritis 28,39 persen, dan dalam keadaan rusak berat 42,95 persen.
Karena itu, untuk mengatasi berbagai kendala yang ada, maka faktor penting yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan kegiatan marine tourism adalah berupa strategi terukur manajemen daya tarik objek industri wisata yang terkait. Mulai dari aspek teknis, strategi jasa pelayanan sampai kepada strategi penawaran. Selanjutnya, berupa dukungan perangkat kebijakan dari pemerintah serta penciptaan iklim keamanan yang kondusif bagi kegiatan pariwisata di Indonesia.
Upaya yang harus dilakukan dalam membenahi strategi pengembangan wisata laut adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi yang tepat. Bila sektor industri wisata laut ini dikelola secara baik, diyakini dapat menjadi lokomotif penggerak ekonomi dan menambah pemasukan daerah, serta mengurangi pengrusakan secara langsung dari kegiatan eksploitasi.
Menghadapi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir diperlukan upaya penanganan terpadu. Tentunya, komitmen dan peran serta pemerintah, industri wisata laut swasta dan kemitraan pengusaha dan masyarakat sangat dibutuhkan sehingga marine tourism dapat menjadi strategi dasar pengembangan pariwisata di Indonesia seperti yang dapat kita pelajari dari kesuksesan Negara Maladewa.

2.4. Analisis dan Rekomendasi
A. Analisis
Menurut prediksi saya dalam kebangkitan asia menjelang 2020 Asia akan memiliki:
• Suatu pasar terpadu yang bebas dari hambatan terhadap aliran barang, jasa dan modal regional;
• Pasar-pasar keuangan yang cair, dalam dan terbuka bagi aliran keuangan lintas batas, dengan standar pengawasan yang tinggi dan perlindungan yang kuat untuk investor nasional dan asing;
• Kerangka kerja yang efektif untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi makro dan kebijakan nilai tukar, mengingat tantangan global dan keadaan nasional yang berbeda-beda;
• Upaya kolektif untuk menangani isu-isu sosial yang vital, seperti kemiskinan, eksklusi, ketidakstabilan penghasilan, migrasi, ketuaan, kesehatan, dan ancaman lingkungan;
• Suara yang konsisten untuk memproyeksikan keprihatinan negara-negara Asia dalam forum kebijakan global dan mendorong tata kelola global yang bertanggungjawab; dan
• Institusi vital, dengan staf yang memadai dan sangat professional, untuk menyediakan dukungan analisa terbaik dan logistik bagi usaha ini. Inilah yang kemudian menjadi Intisari Kebangkitan Regionalisme Asia.

Oleh karena itu Indonesia menurut saya perlu kiranya melakukan hal-hal sebagai berikut diantaranya adalah:

B. Rekomendasi:
1. Untuk itu pembangunan infrastruktur guna menunjang pengembangan wisata bahari dan kegiatan promosi dijalankan bersamaan agar mempercepat realisasi mimpi indah meraup devisa dari kegiatan wisata bahari
2. Karena itu, untuk mengatasi berbagai kendala yang ada, maka faktor penting yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan kegiatan marine tourism adalah berupa strategi terukur manajemen daya tarik objek industri wisata yang terkait. Mulai dari aspek teknis, strategi jasa pelayanan sampai kepada strategi penawaran. Selanjutnya, berupa dukungan perangkat kebijakan dari pemerintah serta penciptaan iklim keamanan yang kondusif bagi kegiatan pariwisata di Indonesia.
3. Upaya yang harus dilakukan dalam membenahi strategi pengembangan wisata laut adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi yang tepat. Bila sektor industri wisata laut ini dikelola secara baik, diyakini dapat menjadi lokomotif penggerak ekonomi dan menambah pemasukan daerah, serta mengurangi pengrusakan secara langsung dari kegiatan eksploitasi.
4. Menghadapi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir diperlukan upaya penanganan terpadu. Tentunya, komitmen dan peran serta pemerintah, industri wisata laut swasta dan kemitraan pengusaha dan masyarakat sangat dibutuhkan sehingga marine tourism dapat menjadi strategi dasar pengembangan pariwisata di Indonesia.
5. Pengembangan wisata laut Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya alam laut. Dengan demikian, masyarakat akan peduli terhadap sumber daya wisata karena memberikan manfaat karena pada akhirnya, masyarakat akan merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.
6. Indonesia juga bisa mengelola pulau terluar dengan baik dengan cara kegiatan konservasi, taman nasional laut, daerah persinggahan/tempat kapal berlabuh, pariwisata atau pengembangan laboratorium alam untuk penilitian dan pengembangan sumber daya kelautan.
C. Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari
Telah kita ketahui bahwa potensi wisata bahari kita sangat beragam dan nilai keindahaanya tiada bandingannya di dunia. Seperti di Kep. Padaido di Papua yang memiliki taman laut yang indah, keindahnya bahkan menepati peringkat tertinggi di dunia dengan skor 35. Dan telah mengalahkan taman laut Great Barrier Reef [skor 28] di Queensland, Australia. Lebih dari itu selain jenis wisata alam (Eco Tourism) seperti taman laut kep. Padaido kita juga masih memiliki banyak jenis wisata bahari lainya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yaitu di antaranya: Wisata Bisnis (Business Tourism), Wisata Pantai (Seaside Tourism), Wisata Budaya (Cultural Tourism), wisata pemancingan (fishing tourism), Wisata Pesiar (Cruise Tourism), Wisata Olahraga (Sport Tourism), dan masih banyak jenis wisata bahari lainya.
Namun potensi yang di miliki tersebut saat ini belum sepenuhnya menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) bangsa Indonesia yang dapat memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Oleh karena itu agar pariwisata bahari benar-benar menjadi salah satu penopang perekonomian negara secara berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosytem), maka pariwisata bahari harus di bangun dengan strategi yang terencana dan bervisi jangka panjang.
1. Dalam pengelolaan pariwisata bahari tersebut pemerintah harus mengubah dari pendekatan dari sistem birokrasi yang berbelit menjadi sistem pendekatan entrepreurial. Dimana pemerintah dituntut untuk tanggap dan selalu bekerja keras dalam melihat peluang dan memanfaatkan peluang tersebut sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus meyiapkan sebuah regulasi/kebijakan yang mendukung pengembangan pariwisata bahari. Kebijakan tersebut antara lain, menciptkan kawasan ekonomi khusus di kawasan yang sedang mengembangkan pariwisata bahari, misalnya memberikan kebijakan bebas visa pada wisatawan yang akan berkunjung dan lain-lain.
2. melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki, yaitu berupa nilai, karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan kemampuanya dalam menopang perekonomian. Dengan demikian dapat ditentukan parawisata bahari mana yang harus segera dibangun dan mana yang hanya perlu direvitalisasi. Selain itu kita juga perlu memetakan lingkungan yang terkait dengan pariwisata bahari baik lingkungan internal maupun ekternal. Lingkungan internalnya yang perlu dipetakan adalah sejauh mana kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) pariwisata bahari tersebut. Sedangkan Lingkungan eksternal yang perlu dipetakan adalah sosial-budaya, politik/kebijakan, ekonomi-pasar, dan kemampuan teknologi. Selain itu juga perlu di ketahui sejauh mana negara-negara lain melangkah dalam pengembangan pariwisata bahari, sehingga kita bisa belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka dalam mengembangkan pariwisata bahari.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi yang telah kita dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ini adalah, bahwa kita tidak hanya akan membangun sebuah pariwisata bahari saja Namun juga perlu di perhatikan faktor pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan demikian rencana pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
4. menciptakan kualitas SDM yang tangguh di bidang paraiwisata bahari, baik skill-nya, kemampuan dalam inovasi, adaptabilitas dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan eksternal, budaya kerja dan tingkat pendidikan serta tingkat pemahaman terhadap permasalahan strategis dan konsep yang akan dilaksanakannya. Karena di masa mendatang keunggulan SDM dalam berinovasi akan sangat penting setara dengan pentingnya SDA dan permodalan. Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi yang pesat, khususnya teknologi informasi.
5. Melakukan strategi pemasaran yang baik, seperti yang dilakukan negara tetangga kita Thailand yang memasarkan objek wisatannya di televisi-televisi internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan pameran-pameran pariwisata di tingkat internasional. Bahkan mereka menghabiskan dana sekitar US$ 1 miliyar untuk mempromosikan wisata mereka di beberapa jaringan televisi internasional. Bahkan saking kreatifnya, beberapa negara melakukan segmentasi pasar wisatawan, ini seperti yang dilakukan Hong Kong dan Thailand untuk memudahkan merencanakan pengembangan pariwisatanya dengan tidak menyamaratakan pasar wisatawannya.
Agar supaya wisata laut ini dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik oleh karena itu sejarah lokal perlu dilakukan dalam menggali potensi dan menunjang sector pariwisata bahari tersebut.
D. Studi Kasus: Potensi Pulau Sekatung
Pulau Sekatung adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang potensial bagi wisata. Letaknya berbatasan langsung dengan Vietnam di Laut Cina Selatan. Memang, pulau ini rawan konflik karena berada di antara 12 pulau terluar yang rawan sengketa. Pulau Sekatung berada di bagian utara Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Secara geografis, Sekatung terletak di Laut Cina Selatan pada posisi 40 47' 38" - 40 46' 41" Lintang Utara dan 1080 0' 39"-1080 1' 20" Bujur Timur. Sekatung termasuk dalam gugusan Pulau Natuna selain Pulau Sedanau, Bunguran, dan Midai.
Sekatung tidak berpenduduk dan ukurannya relatif kecil sehingga pengembangan pulau ini lebih cocok untuk daerah persinggahan nelayan. Agar kapal-kapal yang melintasi pulau kecil tertarik singgah di Sekatung, perlu dibangun sarana dan prasarana seperti dermaga tradisional, pelindung pantai, tempat istirahat sejenis resort, atau pun rumah-rumah dari bahan baku lokal. Secara administratif, Sekatung masuk wilayah Desa Air Payang, Kelurahan Pulau Laut, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna. Jarak dari Sekatung ke lbukota Kecamatan Bunguran Barat di Sedanau sekitar 65 mil dan dipisahkan oleh Laut Natuna.
Sekatung berada di utara Pulau Laut dan dipisahkan Selat Setakong. Pantai bagian utara dari pulau ini berbentuk curam dan sulit didarati dari arah laut. Di bagian selatan, topografinya bergelombang dan sering digunakan sebagai tempat persinggahan nelayan lokal maupun asing. Secara umum, kondisi lingkungan Sekatung hampir sama dengan wilayah lain di Kabupaten Natuna, yaitu dipengaruhi perubahan angin dan cuaca. Kawasan pantai di Sekatung bagian utara dipengaruhi perilaku Laut Cina Selatan yang bergelombang besar. Kawasan pantai bagian selatan dipengaruhi Laut Natuna yang lebih tenang.
Pulau Sekatung berbentuk bukit kecil dengan ketinggian 5-6 meter di atas permukaan laut. Lereng sebelah utara agak curam dan di sebelah selatan topografinya bergelombang. Batuan tersusun dari endapan permukaan dan batuan sedimen. Secara umum, struktur geologi Sekatung terdiri atas Formasi Aluvial (QA), Formasi Batuan Mafik, dan Ultramafik (Jmu). Sekatung memiliki iklim tropis basah dengan suhu udara berkisar 23-32 derajat Celsius. Iklim di pulau ini dipengaruhi perubahan arah angin, yaitu Angin Muson Timur (Mei-September) dan Angin Muson Barat (November-Maret). April dan Oktober merupakan masa transisi antara dua angin tersebut.


BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya maladewa dari bangsa yang miskin sehingga para akademisi-akademisi maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka miliki. Seperti yang kita ketahui bahwa Maladewa merupakan negara kecil yang memiliki sekitar 1.191 pulau kecil-kecil yang `berserakan` di Samudra Hindia (dekat atau bawah India dan Srilangka), dengan penduduk sekitar 250 ribu jiwa. Pulaunya kecil-kecil tanpa penghuni, hanya lima pulau berpenghuni dan terbesar seluas dua kilometer persegi, di mana ibukota negara tersebut berada, yaitu Male. Maladewa memiliki potensi bahari yang baik sehingga pendapatan Negara sebesar 70% didapatkan dari sector pariwisata bahari dan sisanya dari perikanan dan lain-lain.
Indonesia memiliki potensi menjadi negara tujuan wisata laut terbesar di dunia. Namun, secara umum kegiatan wisata laut di tanah air belum berkembang baik dan menimbulkan keprihatinan. Itu antara lain disebabkan oleh tidak terjaganya ekosistem laut, seperti terjadi di Kepulauan Seribu di utara Jakarta. Di era 1970 hingga 1990, kawasan itu masih disebut sebagai salah satu tempat wisata bahari yang paling eksotis di dunia. Kini yang tersisa hanyalah sampah dan limbah dari ibukota, ikannya pun tak direkomendasikan untuk dikonsumsi. Padahal jika potensi wisata bahari ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan dijadikan sebagai andalan utama wisata, potensinya cukup besar. Bandingkan dengan Maladewa misalnya yang hanya memiliki 99 pulau tapi penghasilannya dari sektor ini jauh lebih tinggi. Itu juga karena kebijakan dasarnya cukup tegas dan prospektif, yakni tenaga kerja asing dibatasi hanya sampai pada level manager, serta dengan target one island one resort.
Indonesia dengan jumlah pulau yang jauh di atas Maladewa, plus sumber daya hayati pesisir dan lautan yang luar biasa seperti populasi ikan hias terbesar dunia, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau coastal landscape yang unik dan menakjubkan, jelas merupakan daya tarik sangat besar bagi wisatawan. Karenanya, pantas bila dijadikan sebagai objek wisata laut yang bernilai strategis.
3.2. Saran
Indonesia harus dapat belajar dari Maladewa dalam pemanfaatan dan pengoptimalan potensi bahari agar menjadi Negara yang bangkit dari kemiskinan, membangun wisata bahari, dengan tidak langsung masyarakat dapat memelihara kekayaan bahari alam dan lingkungannya karena disanalah tempat mereka berinvestasi seperti masyarakat Maladewa.

DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. (2008). KEBANGKITAN REGIONALISME ASIA, Kemitraan bagi Kemakmuran Bersama. Mandaluyong City: ABD
Bisnis Indonesia.(2009). Ketika Maluku Utara Terinspirasi Maladewa [Online]. Tersedia: http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/cybertravel/detail.aspx?x=Travel+News&y=cybertravel%7C0%7C0%7C4%7C2099 [01 November 2009]
Burhanuddin, Andi Iqbal. (2009) Potensi Wisata Laut Menyambut “Visit Indonesia 2008”. Aceh: Universitas Hasanuddin Press
Dahuri, Rokhmin. (2009). PARIWISATA BAHARI: Raksasa Ekonomi Indonesia Yang Masih Tidur [Online]. Tersedia: http://rokhmindahuri.wordpress.com/ tag/pariwisata-bahari/ [30 Oktober 2009]
Gatra forum. (2009). Gugusan Pulai di Nusa Tenggara bisa di "Maladewa"-kan [Online]. Tersedia: http://www.gatra.com/2002-09-21/artikel.php?id=20759 [04 November 2009]
Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Australia Govermen. (2006). Status Terumbu Karang di Negara-Negara yang terkena Tsunami 2005 Diterjemahkan oleh Ayu Ratri Khairuna Ahza, Wasistini Baitoningsih (UNESCO Office Jakarta, dan Putu Liza Kusuma Mustika (Praktisi Kelautan). Darwin: Northern Territory.