Senin, 07 September 2009

KESENIAN SISINGAAN KABUPATEN SUBANG dan ARTI KIASANYA



Oleh : Didi Sopyan. S
Tanggal : 07 September 2009

Kesenian Sisingaan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Subang yang penuh dengan makna yang tersirat didalamnya. Sisingaan (patung singa) yang terbuat dari kayu terbungkus oleh kain dan dihias menyerupai binatang singa yang kemudian diberikan dua buah tongkat penyokong dibawah sisingaan tersebut untuk di gotong oleh empat orang dan seorang memayungi dibelakang sisingaan tersebut. Sisingaan selalu diiringi oleh alat-alat musik tradisional dimulai dari gendang dua buah untuk gendang bas dan gendang pentas, goong, bonang (saron 2 buah), terompet, kecrek, sinden, kentung (gendang kecil dua buah) dan biasanya ketika pentas menggunakan pengeras suara (speaker).
Kesenian sisingaan yang ada di kabupaten subang mulanya adalah dari bentuk sederhana, menurut responden yang saya waancara, Sarlan (75 tahun) mengatakan bahwa “Kesenian sisingaan pada masa kecil saya tidaklah seperti yang sekarang, yaitu suatu bentuk ritual sebelum anak itu disunat maka dihibur terlebih dahulu dengan dibopong dan di arak dengan menduduki kursi yang digotong oleh dua orang saja kemudian kursi tersebut dihiasi oleh dedaunan seperti daun pisang dan sebagainya setelah itu berkeliling kampong dengan diiringi music doger”. Namun seiring berjalannya waktu pada saat itu kemudian terjadi modifikasi atau sering kita kenal dengan inovasi terhadap kesenian tersebut dengan menggunakan bentuk patung singa sebagai lambang negara-negara penjajah hususnya Inggris. Adapun arti dari kesenian sisingaan adalah sebagai berikut:
1. Patung singa merupakan simbol negara penjajah seperti Inggris.
2. Penanggung singa merupakan masyarakat Indonesia ketika masa penjajahan.
3. Anak kecil yang menunggangi patung singa merupakan generasi muda Indonesia.
4. Payang yang menaungi diatas melambangkan kekuasaan sang pencipta.
5. Alat musik yang mengiringi merupakan do’a dari seluruh masyarakat yang ada pada saat itu.
6. Beragam alat musik merupakan beragam agama, budaya, dan bangsa, serta bahasa yang berbeda tetapi ketika disatukan menghasilkan sesuatu yang indah.
7. Sinden merupakan ibu dari seorang anak yang sangat tulus mendo’akan keberhsilan anaknya kelak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari ke tujuh unsur tersebut merupakan cita-cita dari masyarakat subang ketika itu yang memiliki harapan dan perlawanan terhadap pemerintah Kolonial yang menduduki subang (Indonesia) agar disuatu saat nanti anak-anak mereka sebagai generasi baru bangsa Indonesia dapat menandingi bahkan menaklukan singa atau bangsa eropa (bangsa barat) dengan cara bersama-sama didukung oleh masyarakat dan do’a tulus dari seorang ibu serta kerja keras seorang bapak untuk dapat mengsuskan anaknya agar dapat membalas penderitaan yang telah dilakukan terhadap bangsa Indonesia diwaktu penjajahan dulu, yaitu dengan cara berusaha dan berdo’a kepada Tuhan YME agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari-Nya.
Kesenian sisingaan dimasa sekarang terus berubah dan mengalami modifikasi hal ini dikarenakan agar generasi muda terus menyukainya dan menyesuaikan dengan zamannya. Misalnya modifikasi yang terjadi dengan menambahkan alat music modern seperti alat-alat music dangdut serta merubah tampilan sisingaan menjadi burung, namun hal tersebut tidak mengurangi esensi dari arti sisingaan yang sebenarnya terkandung dalam kesenian tersebut. Menurut bupati subang Eef Hidayat mengatakan ketika saya wawancarai di kecamatan Jalan Cagak saat memperingati hari jadi kecamatan tersebut bahwa:
“Kesenian sisingaan dimodifikasi agar kaula muda menyenangi dan menyesuaikan seleranya agar mereka tetap menyukai kesenian yang mereka miliki dan menyesuaikan dengan zamannya”.
Semoga kesenian sisingaan tetap tertanam pada sanubari kaula muda khususnya yang ada di Subang agar mereka paham yang sebenarnya mengenai arti yang terkandung dari kesenian tersebut, dan semoga pemerintah masih memperhatikan kesenian tersebut sebagai asset bangsa dan identitas yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia saja tidak dimiliki oleh bangsa lain selain dari bangsa Indonesia terkecuali wilayahnya mau bergabung dengan NKRI dan menjadi Propinsi terbaru di NKRI.

cintailah budaya sendiri sebagai identitas diri

Jumat, 04 September 2009

UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA DIMASA YANG AKAN DATANG


UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA DI MASA DEPAN
Penulis : Didi Sopyan. S [nicky sapoetra]
Tanggal: 05 September 2009
Tema : Membangun Indonesia melaui tulisan bukan teriakan

“TERIAKAN SUDAH TAK ZAMAN”, Banyak manusia meneriakan sesuatu yang mereka tuntut, seperti; Hidup Mahasiswa..!!!!, Hidup Buruh...!!!!, Hidup Indonesia..!!!!, dan lain sebagainya.
Teriakan kini telah membooming dimana-mana, semua orang bisa teriak kecuali pada masa Orde Baru, namun hal tersebut bisa di dobrak dengan sedikit keberanian maka semua orang harus bisa dan dapat berteriak untuk melawan rezim penguasa. Teriakan banyak dikalangan mahasiswa, buruh, aktivis HAM, atau dari kelompok mana pun yang katanya merasa peduli dengan Indonesia.
Bagamana kita mebandingkan antara dua Negara yang kini sedang ada perselisihan dan merasa dirinya yang paling berhak atas sesuatu atau dengan bahasa kasarnya Pengklaiman.
Apa yang sebenarnya terjadi:
1. Pemerintah kurang memperhatikan daerah perbatasan, karena ketertekanan ekonomi, dan ketidak jujuran pejabat setempat
2. Masyarakat kurang berpendidikan dan sadar akan potensi yang sebenarnya bisa menguntungkan
3. Orientasi lebih kepada uang dengan rela mengorbankan kehormatan yang telah mereka miliki
Saya memiliki teman kuliah dari Kalimantan tepatnya di daerah Sambas-Kalimantan Barat, menurutnya sering terjadi kasus ilegaloging yang besar-besaran, hal itu terjadi karena di daerah tersebut juga terdapat cukong-cukong yang benar-benar asli penduduk warga Negara Indonesia.
Sadarkah rekan-rekan bahwa 10 tahun sudah reformasi kita laksanakan, dan aksi-aksi pun sudah kalian lakukan seperti halnya saya jadi teringat ketika aksi BEM SI yang sebernarnya tidak menghasilkan apa-apa, gagasan kita tidak ada yang digubris sedikitpun. Jadi hal itu menandakan bahwa kata-kata atau aksi kita sudah tidak zaman lagi karena saya katakana kembali bahwa sekarang Teriakan Sudah Tidak Zaman. Faktanya BBM terus melambung karena kebutuhan yang terus meningkat sedangkan ketersediaan Bahan Bakar Mentah berkurang, belum lagi karena sengketa dari pengklaiman Negara tetangga kita Malaysia mengenai kasus Sipadan-Ligitan yang sekarang sudah menjadi milik Mereka dan pengklaiman yang lainnya.
Sadarkah kita bahwa Negara Indonesia khususnya di daerah perbatasan sudak diobok-obok tapi oleh siapa, faktanya:
1. Aceh ingin memisahkan dari NKRI dengan GAM yang dinamakan provokatornya
2. Maluku dengan dengan RMS yang dinamakan provokatornya
3. Papua dengan OPM yang dinamakan oleh provokatornya
4. Negara tetangga merong-rong daerah perbatasan Indonesia hampir di seluruh perbatasan NKRI
5. Terorisme yang merajalela
Hal tersebut diatas haruslah menjadi bahan renungan bagi kita semua sebagai bangsa Indonesia yang lahir dan hidup di tanah ini, jadikanlah peristiwa Timor-Timur sebagai bahan pelajaran. Banyak kepentingan-kepentingan orang asing terhadap keamanan dan keutuhan Negara Indonesia baik itu kepentingan ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Janganlah kita bersantai ria atau mengacaukan Negara dengan berbagai macam demontrasi yang sebenarnya tidak akan memecahkan masalah, namun seharusnya kita mampu untuk berfikir realistis dengan bentuk aksi-aksi kongkrit dalam lingkungan kita sendiri.
INDONESIA HANYA MENGANDALKAN JARGON SEPERTI JALAN DITEMPAT
Apakah dengan teriakan atau Jargon kita akan maju dan jauh meninggalkan mereka?
Indonesia jika diibaratkan manusia ia adalah manusia yang paling kaya raya, memiliki budaya, bangsa, bahasa, sejarah, pulau, wilayah yang sangat beragam dan berjumlah besar dan banyak. Maka tidak salah jika ada Negara tetangga yang tergiur dengan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jika tidak percaya anda dapat memantaunya dengan berjalan-jalan dari Sabang sampai Marauke.
Kesalahan kita sekarang ini adalah tidak ada RASA MEMILIKI YANG BESAR, kita hanya mampu berkata saja dengan Jargon-Jargon yang sebenarnya hanya membanggakan diri-sendiri tanpa ada rasa memiliki. Faktanya banyak yang meneriakan bahwa itu milik Indonesia walaupun setelah di klaim oleh bangsa lain barulah kita perhatikan. Jika kita memang bangsa yang besar kaya dan beragam pelajarilah budaya, sejarah dan cintailah dengan sungguh-sungguh jangan hanya dimulut saja tapi kita harus belajar dan melakukan dalam melestarikan budaya sendiri sehingga rasa memiliki itu akan timbul dengan sendirinya, contoh kongkritnya adalah kita mempelajari kesenian atau budaya dari masyarakat lokal dimana tempat kita tinggal yang bisa dijadikan potensi lalu ikutlah bersama mereka khususnya bagi pelajar-pelajar yang sudah banyak mendapatkan ilmu dari sekolah, setelah itu tulislah apa yang kamu dapatkan dan ajaklah rekan-rekanmu untuk bersama melestarikan budaya yang kita punya. Memang tidak mudah namun jika mereka memiliki dasar akan pemahaman akan hal ini pastilah akan timbul rasa memiliki yang besar dengan apa yang kita miliki, namun ingat janganlah kita memiliki rasa kebanggaan yang tinggi karena itu akan memalaskan kita untuk berfikir dengan akal yang baik untuk tetap maju karena hal itu akan menyebabkan kita terlena dengan pujian atau prestasi yang telah kita capai dan pada akhirnya tanpa sadar kita sudah ditinggal jauh oleh Negara tetangga.
NEGARA YANG KUAT ADALAH NEGARA YANG MEMILIKI 3 UNSUR PENTING:
Menurut Kong Hu Chu, ada 3 hal yang membuat Negara itu menjadi kuat dengan bercerita kepada murid-muridnya:
1. Negara yang memiliki tentara atau militer yang kuat,
2. Negara yang masyarakatnya tercukupi sandang pangannya, dan
3. Negara yang bangsanya memiliki percaya diri yang tinggi
Namun muridnya tersebut bertanya,
Murid : “Guru apa boleh hilang dari ke-3 syarat tersebut tidak ada tetapi Negara tetap masih bisa kuat?”
Guru : “Yang boleh hilang tetapi Negara tersebut masih tetap bisa kuat adalah no 1, yaitu Negara yang memiliki tentara atau militer yang kuat asalakan negara tersebut memiliki 2 syarat yang berikutnya”.
Kemudian murid tersebut penasaran terhadap gurunya tersebut dan ia pun bertanya kembali, kali ini pertanyaannya nyeleneh,
Murid : “Tetapi guru bagaimana jika Negara tesebut hanya memiliki satu persyaratan saja, apa yang tidak boleh dihilangkan, agar Negara itu tetap kuat?”
Guru : “Hanya satu hal yang tidak boleh dihilangkan dari suatu Negara agar tetap kuat yaitu no 3, walaupun Tentara/Militer kuat dan sandang pangan tercukupi itu hilang maka akan tetap kuat Negara tersebut karena bangsanya masih memiliki rasa percaya diri yang kuat terhadap negaranya tersebut”.
Dari percakapan diatas kita dapat belajar bahwa hanya satu yang harus tidak hilang dalam diri kita selaku bangsa Indonesia yaitu rasa percaya diri yang kuat, sehingga tidak ada lagi bangsa lain yang dapat menginjak-injak bangsa Indonesia, tidak ada lagi pengklaiman budaya, tidak ada lagi yang mampu mengusik wilayah Indonesia, karena bangsanya memiliki harga diri akan statusnya sebagai bangsa Indonesia yang besar. Hal itulah yang membuat kita kuat.
Namun apa yang terjadi, faktanya sekarang khususnya dalam program pendidikan dan pencerdasan bangsa yang sangat-sangat kurang sehingga tidak memiliki dan tidak timbul rasa percaya diri dengan apa yang kita miliki sebenarnya:
1. Program televisi yang sebenarnya merupakan media yang paling efektif dalam melaksanakan pendidikan atau pencerdasan bangsa lebih berorientasi pada tingkat ekonomi yaitu persyaratan nomor dua dengan cara memperkuat sandang dan pangan segelintir orang saja yang mengatas namakan dirinya pihak swasta, karena swasta jelas orientasinya pada kepentingan golongan sehingga hanya orang yang memiliki uang saja yang dapat mengendalikan program apa yang diberikan kepada masyarakat yang jauh dari niali-nilai pendidikan. Fakta berbandingannya anda bisa hitung berapa jumlah TV swasta dengan TV milik pemerintah/negeri, anda juga dapat menghitung program-program yang bernuansa pendidikan dalam peningkatan kepercayaan diri bangsa, karena jika banyak program yang baik seperti bagamana mendapatkan uang yang halal atau jujur dengan usaha yang penuh pengorbanan namun bisa dilakukan dengan cara berfikir jernih dan bisa dikerjakan sesuai dengan akal.
2. Generasi muda sudah banyak yang teracuni oleh budaya Hedonis sedangkan para orang tua banting tulang dalam mencari nafkah baik itu secara halal maupun tidak halal yang disebabkan oleh prilaku pemuda atau anak mereka yang jauh dari nilai-nilai agama, norma dan hukum yang berlaku. Mereka lebih mencintai budaya luar dari pada budayanya sendiri. Anda bisa memperhatikan tingkah laku pemuda disekitar kita yang luntang-lantung karena bingung mencari kerja dan akhirnya beban orang tua semakin bertambah.
Menurut Kingsley dan Tylor budaya itu akan berubah dan perubahan itu:
“menyangkup segenap cara berpikir dan bertingkah-laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan oleh karena warisan yang berdasarkan keturunan. Sedangkan Tylor menyatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat”. Hermawan et al (2006: 191)
Begitulah perubahan yang nampak dalam kehidupan generasi muda kita sekarang ini, banyak yang melakukan tindakan-tindakan criminal dan Negara pula yang dirugikan, hal ini sebenarnya diakibatkan oleh pendidikan yang kurang terserap dalam pikiran pemuda kita. Karena pada saat ia sekolah tidak ada kesungguhan dan tidak berfikir untuk masa depan dan tidak bisa belajar dari masa lalu.
3. Pejabat pemerintah Nampak mementingkan golongan, seperti ketika sekolah yang berbentuk genk-genk akhirnya saling singgenk [saling bergesekan antar genk] dan memunculkan kepentingan-kepentingan dan saling curiga dan ketidak akuran dalam memerintah yang pada akhirnya tidak akan maju, walaupun maju tidak akan jauh dan secepat seperti berlari mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, itulah yang sebenarnya menjadi penyakit dalam pemerintahan kita. Karena mementingkan golongan ketika menciptakan dan mendapatkan proyek maka hanya golongan tertentu saja yang dapat menikmatinya sehingga banyak hal-hal yang dapat diselewengkan yang pada akhirnya pula berdampak pada masyarakat kecil yang menyulitkan mereka akan kehilangan kepercayaan atas amanah yang telah mereka berikan dampaknya mereka ingin diberi jika harus memberika pilihan, seperti dalam pemilu dengan adanya money politic, hal itu akan justru akan menambah rumit masalah karena orang yang telah dipilih karena uang maka dalam jabatannya pun akan selalu berfikir bagamana uang yang telah ia berikan untuk kampanye bisa kembali modal dan untung yang menjadi korban lagi adalah masyarakat/ rakyat kecil.
4. Kaum terpelajar tidak ingin kembali ke Indonesia, dosen saya pernah mengatakan bahwa di Indonesia itu sekolah harus bayar sedangkan fasilitas yang dimiliki sangat buruk adapun yang dapat dikatakan bagus adalah milik swasta dengan standar internasional atau setara dengan sekolah yang ada diluar negeri, siapa yang membiayai sekolah itu, jelas orang tua siswa yang kaya raya mereka memilih sekolah swasta yang kualitasnya tidak diragukan lagi atau mereka sekolahkan anaknya ke luar negeri sehingga ketika mereka lulus dari luar negeri bukannya kembali ke Indonesia tetapi menetap dan mencari uang disana dengan memberikan dan memanfaatkan ilmu yang ia miliki kepada negeri orang lain serta hanya membaktikan dirinya kepada orang tuanya saja karena ia yang dulu membiayai sekolahnya dan jelas-jelas bukan Negara [Indonesia].
5. Ekonomi Pertahanan yang kalah oleh Negara tetangga, menurut Sandler bahwa:
“Suatu Negara harus memiliki Ekonomi Pertahanan (defense economic), merupakan studi tentang biaya-biaya pertahanan yang mengkaji tentang masalah pertahanan dan perdamaian dengan menggunakan analisis dan metode ekonomi yang meliputi kajian mikroekonomi dan makroekonomi, seperti optimisasi statis dan dinamis, teori pertumbuhan, distribusi, perbandingan data statistik, dan ekonometrik (penggunaan statistika model ekonomi). Sedangkan pelaku dalam studi ini, antara lain menteri pertahanan, birikrat, kontraktor pertahanan, anggota parlemen, bangsa-bangsa yang bersekutu, para gerilyawan, teroris, dan pemberontak”. Sandler (Supardan, 2008: 377)
Jika kita cermati kutipan diatas hampir semua itu terdapat potensi di Indonesia mengenai prilaku yang diterangkan oleh Sandler tersebut. Hal ini yang seharusnya diselidiki lebih intensif dengan berhati-hati dan optimis.
Perlu kiranya kita ketahui bahwa kebudayaan bangsa barat dengan bangsa Indonesia berbeda menurut Koenjtaraningrat bahwa:
“Kebudayaan Timur [Indonesia] itu mementingkan kehidupan kerohanian, mistik, pikiran prelogis, keramah-tamahan dan gotong-royong sedangkan Kebudayaan Barat [USA, Inggris, dan Negara-negara lainnya] menurut mereka mementingkan kebendaan, pikiran logis, hubungan asaguna (hubungan hanya berdasarkan prinsip guna), dan individualisme...Orang Indonesia memang tidak suka berusaha dengan sengaja gigih dan tekun, untuk dapat mnecapai tujuan ekonomis, tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka tidak mementingkan materi…Manusia Timur menurut Hsu, tidak memiliki sikap hidup yang gigih itu, karena salah satu kebutuhan yang pokok, yaitu ‘lingkungan karib’…dan ia hidup mengambang dengan selaras puas dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, menikmati keindahan hidup sekitarnya, atau kalau hidup itu tidak indah melainkan penuh dosa dan kesengsaraan, maka sikap orang Indonesia itu adalah untuk tetap mencoba dan melihat unsur-unsur keindahan dalam kesengsaraan itu”. Koenjtaraningrat (1987:134-137)
Jadi sebenarnya kita tidak harus berkiblat terhadap dunia barat karena berbeda kebudayaan dengan yang kita miliki namun jika mempelajari kebudayaan barat boleh untuk berfikir maju, yang paling penting kita harus memahami kebudayaan masyarakat kita sendiri. Kerjasama yang baik antara Rakyat dan Pemerintah dan adanya saling percaya maka akan cepat majulah kita semua. Mari sejenak kita merenung apa yang meski kita perbaiki dan mana yang harus kita kerjakan dan mana yang harus kita tinggalkan untuk kemakmuran bersama, tinggalkanlah yang kurang manfaat dan kerjakanlah yang manfaat. Semoga artikel ini memberikan kita inspirasi untuk melangkah dan lari kedepan untuk Indonesia yang lebih baik.

REFERENSI
Hermawan, Ruswandi et al. (2006). PERKEMBANGAN MASYARAKAT dan BUDAYA. Bandung: Upi Press.
Koentjaraningrat. (1987). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Supardan, Dadang. (2008). PENGANTAR ILMU SOSIAL, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.