Rabu, 16 Desember 2009

BELAJAR DARI (KMB) JANGAN LAGI PERCAYA BARAT KITA BISA MAJU DENGAN BEKERJA SAMA BANGSA SENDIRI

Dari tanggal 23 Agustus sampai tanggal 2 November 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) diselenggarakan di Den Haag. Dari hasil perundingan ini ada beberapa dampak terhadap pihak Indonesia yang harus memberikan konsesi-konsesi dalam dua masalah yang paling sulit yaitu;
1. Pada tanggal 27 Desember 1949, negeri Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua. Belanda tetap mempertahankan kedaulatan atas Papua sampai ada perundingan-perundingan lebih lanjut mengenai setatus wilayah itu yang ditentukan satu tahun kemudian;
2. RIS memikul tanggung jawab atas hutang Hindia Timur Belanda yang setelah terjadi banyak tawar-menawar, jumlahnya ditetapkan sebesar 4,3 milyar gulden. Hal ini Hatta menganggap bahwa apapun hasil KMB tetap harus diterima. Menurut mereka yang paling penting, Belanda menarik kekuatan militernya dan menghargai kedaulatan politik Indonesia. Sebenarnya dana hutang yang ditanggung tersebut merupakan biaya perang pihak Belanda dalam menghentikan revolusi Indonesia hal tersebut juga dijelaskan oleh Ricklefts (2007: 466) bahwa:
“jumlahnya ditetapkan sebesar 4,3 milyar gulden; sebagian besar dari jumlah ini sebenarnya merupakan biaya yang dipakai oleh pihak Belanda dalam usahanya menumpas Revolusi”.

Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal yang memberatkan bangsa Indonesia untuk mentaati keputusan dari hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag;
3. Pembentukan RIS, tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda;
4. Terjadinya gencatan senjata antara militer RIS dengan militer Belanda. Namun menurut Riclefts (2008: 488) bahwa:

“Pada tanggal 23 Januari 1950, Westerling dan sekitar 800 orang serdadunya merebut tempat-tempat penting di Bandung, tetapi komusaris Tinggi Belanda dan komandan garnisun Belanda yang masih berada di Bandung mendesaknya supaya mundur pada hari itu juga”.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan sebagian para revolusioner melakukan penolakan terhadap hasil dari KMB terutama Soekarno dalam Pidatonya bahwa:
“Dengan Belanda, melalui K.M.B., kita mesti mentjairkan Djiwa-revolusi kita; di Indonesia sendiri, kita harus berkompromis dengan golongan-golongan jang non-revolusioner: golongan-golongan blandis, golongan-golongan reformis, golongan-golongan konservatif, golongan-golongan kontra-revolusioner, golongan-golongan bunglon dan tjetjunguk-tjetjunguk. Sampai-sampai kita, dalam mengorbankan djiwa revolusi ini, meninggalkan Undang-Undang-Dasar 1945 sebagai alat perdjoangan”. (2009: 351 – 357).

Meskipun pemerintah kolonial belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan indonesia dalam konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, namun tidak bisa ditutupi kenyataan bahwa hasil-hasil KMB banyak menguntungkan kepentingan ekonomi Belanda. Setidaknya untuk menopang perekonomian negeri Belanda yang masih carut-marut pasca Perang Dunia ke II, pemerintah Belanda memandang penting mempertahankan perusahaan-perusahaanya di Indonesia. Indonesia tetap amat penting bagi ekonomi Belanda. Hal ini tercermin dari suatu perkiraan resmi Belanda yang diungkapkan foreign bahwa:
“Pada tahun 1950 penghasilan total Belanda yang diperoleh dari hubungan ekonomi dengan Indonesia (ekspor ke Indonesia, pengolahan Indonesia (ekspor ke Indonesia, pengolahan bahan-bahan mentah, penghasilan dari penanaman modal di Indonesia, transfer uang pensiun dan tabungan, dan lain-lain) merupakan 7,8 persen dari pendapatan nasional Belanda” Hartono (2008: 6)

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Warsosukarto (1956: ) bahwa:
“Achirnja Belanda dapat menguasai Indonesia dengan adanja persetudjuan K.M.B. Dia menquasai semua sumber kekajaan negara seperti : minjak, timah, gula, karet dll. Indonesia berdaulat, tetapi tidak berkuasa. Dalam praktek pemerintah hanja mendjadi pelindung pengedukan keuntungan jang lebih besar dari djaman sebelum perang. Kemelaratan tidak berkurang, tetapi makin bertambah. Bukan hanja makan kurang, pakaian tidak lengkap jang diderita, tetapi terlebih-lebih adanja gangguan keamanan akibat teror D.I.-T.I.I.”
Di sisi lain, beberapa tokoh Indonesia –terutama Moh.Hatta yang memimpin delegasi Indonesia-menganggap bahwa “apapun hasil KMB tetap harus diterima. Menurut mereka yang paling penting, Belanda menarik kekuatan militernya dan menghargai kedaulatan politik Indonesia” (Hartono, 2008: 6).
Beberapa kelompok kiri, terutama yang berbasiskan serikat pekerja, menganggap bahwa eksistensi perusahaan-perusaan Belanda di Indonesia, selain melakukan penindasan langsung terhadap pekerja Indonesia dengan politik upah murah, juga merupakan perwujudan masih bercokolnya neokolonialisme di Indonesia. Menghadapi ”watak kolonial” yang masih bercokol terutama di lapangan ekonomi, pemerintah berupaya mengambil langkah untuk menyelamatkan sektor yang dianggap strategis, terutama perbankan. Pada tahun 1953, dilakukan nasionalisasi terhadap Bank Java dan kemudian namanya berubah menjadi ”Bank Indonesia” yang kemudian dilanjutkan dengan nasionalisme aset-aset milik Belanda yang lainnya.

Senin, 07 Desember 2009

SEJARAH MALADEWA UNTUK INDONESIA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya maladewa dari bangsa yang miskin sehingga para akademisi-akademisi maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka miliki. Maladewa adalah Negara Asia bagian selatan yang terletak di samudera Hindia, berupa Negara kepuluan dan memiliki potensi untuk menjadi Negara yang maju dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa atol, yang menjadi permasalahan disini adalah Mengapa masyarakat dan pemerintah Maladewa sangat mencintai potensi Bahari yang dimilikinya?
Dalam makalah ini juga saya bahas pula Negara Indonesia dengan potensi sumber daya alam khususnya dalam sector bahari, dengan dikaitkannya antara kemajuan sektor bahari di Maladewa dengan permasalahan yang terjadi di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada permasalahan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah Bagamana peran masyarakat dan pemerintahan Maladewa dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang mereka miliki untuk kemajuan Negara dan meningkatkan investasi masyarakatnya? Agar dalam menguraikan permasalahan menjadi lebih terarah maka kami membatasi permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu :
1. Bagamanakah letak geografis Maladewa yang menunjang perekonomian di sektor bahari?
2. Bagamanakan perekonomian Maladewa dapat bangkit pasca Tsunami tahun 2004?
3. Bagamanakah posisi potensi Indonesia dalam sumber daya alam khususnya bahari dalam menunjang perekonomian?

1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya maka tujuan dari permasalahan dalam makalah ini ialah untuk mengetahui dan menunjukan bagamana cara yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Maladewa dalam mengoptimalkan potensi bahari untuk meningkatkan perekonomiannya. Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menunjukan letak geografis maladewa
2. Menjelaskan bagamana maladewa dalam mengoptimalkan potensi bahari untuk kemajuan perekonomian negara.
3. Untuk mengetahui potensi Indonesia yang memiliki kesamaan dengan Maladewa dalam bidang kelautan dan pariwisata bahari.

1.4. Metode Penulisan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode tinjauan pustaka baik dari buku sumber yang menurut kami terdapat kesesuaian dengan pembahasan dalam makalah ini maupun metode wawancara untuk proses heuristik dan kritik dan selanjutnya yaitu (1) penapsiran dan pengelompokan fakta-fakta dalam berbagai hubungan mereka yang dalam bahasa Jerman disebut Auffasung dan (2) formulasi dan presentasi hasil-hasilnya yang dalam bahasa Jerman disebut Darstellung dan (3) menentukan dari kritik dokumen-dokumen kepada penulisan teks yang sesungguhnya”. Carrard (Syamsudin, 2007: 155)
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sitematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1.4 Teknik Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB 2 KEBANGKITAN NEGARA MALADEWA UNTUK INDONESIA DALAM SEKTOR WISATA BAHARI DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
2.1 Faktor Geografis dalam Menunjang Perekonomian Maladewa
2.2 Kebangkitan Maladewa Dibidang Pariwisata di Bidang Ekonomi
2.3 Potensi Negara Indonesia dalam Bidang Wisata Bahari dalam Kebangkitan Perekonomian.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB 2
KEBANGKITAN NEGARA MALADEWA UNTUK INDONESIA: SEKTOR WISATA BAHARI DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
2.1. Faktor Geografis dalam Menunjang Perekonomian Maladewa

Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya maladewa dari bangsa yang miskin sehingga para akademisi-akademisi maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka miliki. Seperti yang kita ketahui bahwa Maladewa merupakan negara kecil yang memiliki sekitar 1.191 pulau kecil-kecil yang `berserakan` di Samudra Hindia (dekat atau bawah India dan Srilangka), dengan penduduk sekitar 250 ribu jiwa. Pulaunya kecil-kecil tanpa penghuni, hanya lima pulau berpenghuni dan terbesar seluas dua kilometer persegi, di mana ibukota negara tersebut berada, yaitu Male.

Malé, ibu kota Maladewa, adalah salah satu pulau terpadat di dunia dengan lebih dari 80.000 orang tinggal dalam 2 kilometer persegi. Tsunami menggenangi beberapa bagian dari pulau dan merusak dinding laut penahan gelombang (sea wall), bangunan, dan kendaraan yang parkir di jalan (Foto dariHussein Zahir).
Gugusan pulau di Maladewa selain kecil-kecil, juga dangkal dengan hamparan pasir di pantainya dominan putih, sehingga flora dan fauna maupun terumbu karang sekitar pantainya tampak terlihat cukup jelas namun negara itu tidaklah subur dan sekaya dengan negara Indonesia namun karena potensi yang cukup jelas tersebut kemudian pengembangan sebagai kawasan wisata bahari dimulai sekitar tahun 1971-an, dengan dibuat `master plan` dengan sistem sewa. Investor menyewa dan boleh membangun fasilitas wisata di atas lautan sekitarnya, sementara daratannya yang mungil untuk fasilitas penunjang.
Pulau disewa tersebut umumnya tidak berpenghuni dan yang telah dibangun fasilitas wisata sebanyak 86 pulau. Menurut sebuah surat kabar dalam situs internet http//www.gatra.com menjelaskan bahwa:
"Penghasilan negara kecil ini (devisa) setiap tahun sekitar 600 juta dolar AS, 70 persen merupakan peran pariwisata bahari ini secara langsung maupun tidak langsung, devisa dari kehadiran sekitar 600 ribu wisatawan yang didominasi oleh asing setiap tahun tersebut, untuk ukuran negara kecil seperti Maladewa nominalnya tergolong cukup besar”. http://www.gatra.com/2002-09-21/artikel.php?id=20759
2.2. Kebangkitan Maladewa di Bidang Pariwisata dalam Kemajuan Ekonomi
a. Maladewa Bangkit Pasca Tsunami
Kira-kira 3 jam setelah gempa bumi 26 Desember 2004, dilaporkan gelombang setinggi 1 – 3 meter menyapu Maladewa. Tsunami menyebabkan naiknya air secara cepat melewati terumbu-terumbu dan kepulauan, bukan merupakan gelombang besar seperti yang terjadi di Thailand dan Sumatera. Genangan pertama adalah yang terbesar, berlangsung selama sekitar 20 menit sebelum akhirnya diikuti penyurutan air dalam jumlah besar. Kekuatan gelombang dan banjir menyebabkan kerusakan pada pulau berpenghuni ini, 80% dari 25 atol di Maladewa terletak hanya 1 meter di atas permukaan laut. Kurang lebih 69 dari 199 pulau berpenghuni mengalami kerusakan di sana-sini, sementara hampir sepertiga dari 300.000 penduduk kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, atau infrastruktur lokal lainnya. Kerugian total diperkirakan berkisar antara US$ 480 – 1.000 juta; nilai perkiraan berdasarkan catatan kerusakan pada infrastruktur, armada perikanan, harta pribadi, pariwisata, dan sedikit kerugian pada pertanian yang berarti besar bagi produksi lokal. Lebih dari 50% pendapatan kotor Maladewa berasal dari industri pariwisata terumbu karang dan kepulauan, dan 12% berasal dari perikanan karang. Terdapat keprihatinan bahwa tsunami semakin memperparah kondisi terumbu karang yang telah menurun akibat adanya fenomena pemutihan karang di tahun 1998.
Tsunami telah menghancurkan masyarakat Maladewa yang keseluruhannya merupakan masyarakat pesisir. Banjir telah menyebabkan padamnya listrik, gangguan pasokan air bersih, kerusakan pada pelabuhan dan dermaga, erosi daerah pesisir, dan penetrasi air laut ke dalam tanah yang menyebabkan hancurnya pertanian. Gelombang tsunami juga menyebabkan rusaknya sistem pembuangan yang mengarah pada kontaminasi cadangan air tanah, pasir dan laut di sekeliling kepulauan. Terumbu karang menjadi rusak akibat terkena hantaman puing infrastruktur yang tersapu ke laut. Kebanyakan masalah-masalah ini telah ada sebelum tsunami. Namun tsunami telah memaksakan adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan pemanfaatan terumbu karang secara tak berkelanjutan dan lemahnya pengelolaan daerah pesisir. Tsunami juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan adanya system peringatan dini yang efektif dan rencana penanggulangan bencana yang proaktif. Pariwisata sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang, sehingga beberapa hotel telah membantu pemerintah dalam membangun dan mengelola daerah perlindungan laut (MPA) untuk konservasi terumbu karang. Sejumlah besar usaha perikanan beroperasi di daerah terumbu karang: ikan segar seperti tuna ditangkap di laguna terumbu karang sedangkan ikan karang diambil untuk dikonsumsi turis dan diekspor, terutama kerapu untuk perdagangan ikan segar. Selain itu, teripang, hiu (bagian siripnya), dan ikan hias diambil untuk diekspor. Kegiatan-kegiatan ini memberikan dampak nyata dimana jumlah kerapu dan hiu semakin berkurang, yang berpotensi menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang dalam jangka waktu yang lama. Walaupun keragaman hayati belum pernah diteliti secara rinci, tercatat lebih dari 250 jenis karang keras dan lebih dari 1.200 jenis biota telah ditemukan, membuat Maladewa termasuk ke dalam salah satu daerah laut terkaya di kawasannya.
b. Status Terumbu Karang Sebelum Tsunami
Republik Maladewa terdiri dari 1.190 pulau yang berada dalam 25 atol yang tersebar sepanjang 900 kilometer di tengah Samudera Hindia. Sebagian besar pulau dikitari oleh terumbu karang yang kondisinya baik sampai sangat baik sebelum tahun 1998, dimana fenomena perubahan iklim akibat El Niño berdampak pada memutihnya karang dan kematian pada sekitar 90% karang di sebagian besar terumbu Maladewa, menyisakan hanya 2% tutupan karang hidup. Sisi utara dan tengah adalah daerah yang paling parah mengalami kerusakan dan pemulihan berjalan dengan lambat dan bervariasi. Pemutihan tidak terlalu merusak karang di sepanjang atol selatan, menyisakan sekitar 40-55% tutupan karang hidup. Terdapat sedikit perkiraan tentang prosentase tutupan karang sebelum tahun 1998. Satu studi mengatakan 37% tutupan di 3 lokasi dan 47% di 7 lokasi, sehingga diperkirakan prosentase tutupan karang di sisi selatan, tengah, dan utara atol adalah 25 sampai 50% (dengan kisaran antara 5 – 10%) sebelum terjadi gangguan.
Fenomena pemutihan tahun 1998 telah menggeser keseimbangan terumbu, dimana karang masif yang tumbuh lambat menjadi berlebih dibandingkan dengan karang bercabang atau berbentuk piringan yangndapat tumbuh dengan cepat (merupakan pilihan industri pariwisata). Di tahun 2002, terdapat sejumlah kemunculan karang muda yang baru dari marga Acropora dan Pocillopora yang memberi harapan akan adanya pemulihan struktur komunitas karang seperti sebelumnya. Karang-karang ini sangat terkenal di Malé Utara dan Atol Ari sebelum terjadi tsunami.
Banyak karang meja besar Acropora yang tadinya tampak mati, mulai menunjukkan regenerasi jaringan; proses pemulihan terbantu dengan rendahnya tingkat penangkapan ikan. Ikan pemakan rumput laut melimpah dan menghabiskan rumput laut serta memfasilitasi penempatan larva karang baru. Sebaliknya di Malé Utara dan Atol Ari kehilangan karang masif yang lambat tumbuh yang dapat mengurangi kapasitas pertumbuhan terumbu dan menambah batuan baru di masa depan. Sebagai tambahan, fenomena pemutihan karang skala kecil di tahun 2003 dan badai besar pada Mei 2004 semakin memperlambat proses pemulihan.
Terdapat perkiraan yang menyatakan bahwa kondisi terumbu akan berbeda di masa datang dengan adanya jenis yang lambat tumbuh (seperti Agaricidae dan Favidae) yang terus mendominasi karang bercabang Acropora dan Pocillopora. Namun, terdapat indikasi kuat adanya kemunculan karang baru dari jenis-jenis karang yang cepat tumbuh, sehingga struktur terumbu di masa depan adalah tidak pasti.
Berkembangnya wisata bahari yang membuat Maladewa berubah dari negara miskin menjadi cukup makmur, karena pulau-pulaunya kosong mudah ditata, sebelum pariwisata berjalan UU dan peraturannya dibuat dulu serta pariwisata merupakan sektor dominan, sementara sektor atau instansi lain mendukung.
Maladewa, negara kecil di barat daya Srilanka, hanya punya 99 pulau. Tapi, wisata baharinya sangat maju berkat konsep one island one resort. Meluasnya lapangan kerja dan pemasukan uang yang dihasilkan sangat tinggi, baik bagi negara maupun masyarakatnya. "Tenaga kerja asing dibatasi di level manajer. Selebihnya menjadi hak warganegara Maladewa,"
Negara kepulauan Maladewa atau Maldive yang terdiri dari kumpulan atol di Samudra Hindia menjadi daya tarik utama wisatawan dari seluruh dunia. terletak di sebelah selatan-barat daya India, sekitar 700 km sebelah barat daya Sri Lanka. Negara ini memiliki 26 atol yang terbagi menjadi 20 atol administratif dan 1 kota yang seluruh wilayahnya merupakan daerah wisata.
Maladewa sejak dulu telah dijelajahi oleh pelayar dan penjelajah dunia sebagaimana diungkapkan dalam media Bisnis Indonesia bahwa:
“Musafir Islam, Ibnu Batutah datang ke kepulauan ini pada abad ke-14 dengan membawa ajaran Islam yang kemudian menjadi agama mayoritas penduduk Maladewa hingga saat ini. Pernah dijajah oleh Portugis dan kemudian berpindah-pindah ke tangan Belanda, Perancis serta Inggris, barulah tahun 1965 akhirnya Maladewa berhasil meraih kemerdekaannya”.
Maladewa sampai sekarang terkenal dengan keindahan wisata baharinya yang sangat tertata dengan baik
2.3. Potensi Negara Indonesia dalam Wisata Bahari dalam Kebangkitan Perekonomian
MARINE ecotourism merupakan proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka yang tentunya harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung ke masyarakat. Setelah puluhan tahun seakan diabaikan, kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan menjadikan potensi kelautan sebagai tumpuan harapan sekaligus fokus pembangunan di masa depan, baru mulai tumbuh di era reformasi. Bahkan akhir-akhir ini, industri wisata laut (marine tourism) menunjukkan perkembangan yang pesat dan telah menjadi salah satu produk wisata yang penting.
Padahal, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim sehingga dalam beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di wilayah nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya kelautan. Itu karena karakteristik kekayaan dan keragaman hayati biodiversity laut terbesar dunia, berbagai bentuk alam, struktur historic, dan kawasan berupa pulau-pulau kecil, perairan laut dengan ekosistem pantai, terumbu karang, lamun, dan biota-biota laut, ada di Indonesia.


a. Konsep Wisata Laut
Pengembangan sektor wisata laut pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek serta daya tarik kawasan pesisir dan laut berupa kekayaan alam pantai yang indah, keragaman taman laut berupa flora dan fauna dan hewan seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias, serta budaya tradisional yang berkaitan dengan legenda kelautan.
Seiring dengan kenyataan bahwa masyarakat global sudah jenuh dan penat hidup dalam lingkungan buatan, salah satu indikasinya adalah adanya semboyan back to nature, yang banyak dianut bangsa-bangsa maju di dunia saat ini, maka pemanfaatan wisata laut menjadi sebuah jalan keluar.
Pembangunan tersebut tentunya bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan. Sebaliknya, juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan. Sekaligus, pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir, baik di masa kini terlebih lagi masa yang akan datang.

Konsep wisata laut didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Marine ecotourism merupakan proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka yang tentunya harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung ke masyarakat.
Agar supaya wisata laut ini dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Pengembangan wisata laut Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya alam laut. Dengan demikian, masyarakat akan peduli terhadap sumber daya wisata karena memberikan manfaat karena pada akhirnya, masyarakat akan merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.
b. Prospek Wilayah
Indonesia memiliki potensi menjadi negara tujuan wisata laut terbesar di dunia. Namun, secara umum kegiatan wisata laut di tanah air belum berkembang baik dan menimbulkan keprihatinan. Itu antara lain disebabkan oleh tidak terjaganya ekosistem laut, seperti terjadi di Kepulauan Seribu di utara Jakarta. Di era 1970 hingga 1990, kawasan itu masih disebut sebagai salah satu tempat wisata bahari yang paling eksotis di dunia. Kini yang tersisa hanyalah sampah dan limbah dari ibukota, ikannya pun tak direkomendasikan untuk dikonsumsi.
Padahal jika potensi wisata bahari ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan dijadikan sebagai andalan utama wisata, potensinya cukup besar. Bandingkan dengan Maladewa misalnya yang hanya memiliki 99 pulau tapi penghasilannya dari sektor ini jauh lebih tinggi. Itu juga karena kebijakan dasarnya cukup tegas dan prospektif, yakni tenaga kerja asing dibatasi hanya sampai pada level manager, serta dengan target one island one resort.
Indonesia dengan jumlah pulau yang jauh di atas Maladewa, plus sumber daya hayati pesisir dan lautan yang luar biasa seperti populasi ikan hias terbesar dunia, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau coastal landscape yang unik dan menakjubkan, jelas merupakan daya tarik sangat besar bagi wisatawan. Karenanya, pantas bila dijadikan sebagai objek wisata laut yang bernilai strategis.
Sebagai gambaran, pada tahun 2000 nilai yang diperoleh dari wisata bahari per tahun kita baru mencapai USD 2 miliar. Nilai tersebut jelas jauh dari maksimal, mengingat potensi ekonomi wisata laut diperkirakan dapat mencapai USD52.809,37 per hektare. Bila dibandingkan dengan Queensland yang mempunyai karang laut yang dikenal dengan The Great Reef di Australia sebagai tempat tujuan wisata dengan panjang garis pantai hanya 2,1 km, negara bagian Australia itu pada tahun 2002 mampu menghasilkan devisa sebesar USD2 miliar.
Nilai yang diperoleh Indonesia tentu saja sangat kecil jika dilihat dari potensinya sebagai negara kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, serta panjang garis pantai 95.181 km (terpanjang setelah Kanada, USA dan Rusia Federasi).
Selain Taman Nasional Bunaken, Manado, Sulawesi Utara yang telah telanjur dikenal dunia sebagai surga pemandangan bawah laut, sesungguhnya Sulawesi Selatan adalah salah satu daerah yang cukup potensial pengembangan industri wisata laut. Itu jika menilik posisi geografis strategis di mana daerah ini memiliki wilayah pesisir dengan panjang pantai 1.973,7 km, luas perairan lautnya kurang lebih 48.000 km2 plus memiliki 263 pulau-pulau kecil. Semua itu jelas memiliki arti penting dan strategis baik dari segi ekologis, ketahanan pangan, ekonomi, sosial budaya maupun keindahan alamnya.
Sebagai contoh Kabupaten Selayar yang memiliki Taman Nasional Takabonerate, yang diklaim sebagai karang atol terbesar ke tiga di dunia (sekitar 220. 000 km2) setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di kepulauan Moldiva. Daya tarik kehidupan bawah air di perairan Taman Nasional Takabonerate ini yang sangat variatif, spesifik, unik dan excotic, telah menyebabkan kawasan ini menjadi primadona pariwisata Sulawesi Selatan dan tumbuh sebagai salah satu objek wisata laut yang menjanjikan. Potensi dan kondisi tersebut sangat mendukung dan menjadi daya tarik besar bagi wisatawan mancanegara sehingga pantas bila dijadikan sebagai objek marine tourism yang memilki keunggulan yang komparatif dan kompetitif.
Masalahnya memang, keindahan terumbu karang yang ada tersebut, terancam oleh pola dan sistem penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Belum lagi akibat penambangan batu karang untuk bangunan, sedimentasi akibat erosi di darat, eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya perikanan karang, termasuk akibat pemanasan global.
Semua itu terjadi akibat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, serta mungkin keterbatasan dana. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, 2003) terhadap kondisi terumbu karang Taman Nasional Takabonerate, ditemukan bahwa kondisi karang yang sangat baik tersisa 6,45 persen, kondisi baik 22,35 persen, kondisi kritis 28,39 persen, dan dalam keadaan rusak berat 42,95 persen.
Karena itu, untuk mengatasi berbagai kendala yang ada, maka faktor penting yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan kegiatan marine tourism adalah berupa strategi terukur manajemen daya tarik objek industri wisata yang terkait. Mulai dari aspek teknis, strategi jasa pelayanan sampai kepada strategi penawaran. Selanjutnya, berupa dukungan perangkat kebijakan dari pemerintah serta penciptaan iklim keamanan yang kondusif bagi kegiatan pariwisata di Indonesia.
Upaya yang harus dilakukan dalam membenahi strategi pengembangan wisata laut adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi yang tepat. Bila sektor industri wisata laut ini dikelola secara baik, diyakini dapat menjadi lokomotif penggerak ekonomi dan menambah pemasukan daerah, serta mengurangi pengrusakan secara langsung dari kegiatan eksploitasi.
Menghadapi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir diperlukan upaya penanganan terpadu. Tentunya, komitmen dan peran serta pemerintah, industri wisata laut swasta dan kemitraan pengusaha dan masyarakat sangat dibutuhkan sehingga marine tourism dapat menjadi strategi dasar pengembangan pariwisata di Indonesia seperti yang dapat kita pelajari dari kesuksesan Negara Maladewa.
Menurut prediksi saya dalam kebangkitan asia menjelang 2020 Asia akan memiliki:
• Suatu pasar terpadu yang bebas dari hambatan terhadap aliran barang, jasa dan modal regional;
• Pasar-pasar keuangan yang cair, dalam dan terbuka bagi aliran keuangan lintas batas, dengan standar pengawasan yang tinggi dan perlindungan yang kuat untuk investor nasional dan asing;
• Kerangka kerja yang efektif untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi makro dan kebijakan nilai tukar, mengingat tantangan global dan keadaan nasional yang berbeda-beda;
• Upaya kolektif untuk menangani isu-isu sosial yang vital, seperti kemiskinan, eksklusi, ketidakstabilan penghasilan, migrasi, ketuaan, kesehatan, dan ancaman lingkungan;
• Suara yang konsisten untuk memproyeksikan keprihatinan negara-negara Asia dalam forum kebijakan global dan mendorong tata kelola global yang bertanggungjawab; dan
• Institusi vital, dengan staf yang memadai dan sangat professional, untuk menyediakan dukungan analisa terbaik dan logistik bagi usaha ini. Inilah yang kemudian menjadi Intisari Kebangkitan Regionalisme Asia.

Oleh karena itu Indonesia menurut saya perlu kiranya melakukan hal-hal sebagai berikut diantaranya adalah:
Solusi:
1. Untuk itu pembangunan infrastruktur guna menunjang pengembangan wisata bahari dan kegiatan promosi dijalankan bersamaan agar mempercepat realisasi mimpi indah meraup devisa dari kegiatan wisata bahari
2. Karena itu, untuk mengatasi berbagai kendala yang ada, maka faktor penting yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan kegiatan marine tourism adalah berupa strategi terukur manajemen daya tarik objek industri wisata yang terkait. Mulai dari aspek teknis, strategi jasa pelayanan sampai kepada strategi penawaran. Selanjutnya, berupa dukungan perangkat kebijakan dari pemerintah serta penciptaan iklim keamanan yang kondusif bagi kegiatan pariwisata di Indonesia.
3. Upaya yang harus dilakukan dalam membenahi strategi pengembangan wisata laut adalah peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi yang tepat. Bila sektor industri wisata laut ini dikelola secara baik, diyakini dapat menjadi lokomotif penggerak ekonomi dan menambah pemasukan daerah, serta mengurangi pengrusakan secara langsung dari kegiatan eksploitasi.
4. Menghadapi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir diperlukan upaya penanganan terpadu. Tentunya, komitmen dan peran serta pemerintah, industri wisata laut swasta dan kemitraan pengusaha dan masyarakat sangat dibutuhkan sehingga marine tourism dapat menjadi strategi dasar pengembangan pariwisata di Indonesia.
5. Pengembangan wisata laut Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya alam laut. Dengan demikian, masyarakat akan peduli terhadap sumber daya wisata karena memberikan manfaat karena pada akhirnya, masyarakat akan merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.
6. Indonesia juga bisa mengelola pulau terluar dengan baik dengan cara kegiatan konservasi, taman nasional laut, daerah persinggahan/tempat kapal berlabuh, pariwisata atau pengembangan laboratorium alam untuk penilitian dan pengembangan sumber daya kelautan.


c. Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari
Telah kita ketahui bahwa potensi wisata bahari kita sangat beragam dan nilai keindahaanya tiada bandingannya di dunia. Seperti di Kep. Padaido di Papua yang memiliki taman laut yang indah, keindahnya bahkan menepati peringkat tertinggi di dunia dengan skor 35. Dan telah mengalahkan taman laut Great Barrier Reef [skor 28] di Queensland, Australia. Lebih dari itu selain jenis wisata alam (Eco Tourism) seperti taman laut kep. Padaido kita juga masih memiliki banyak jenis wisata bahari lainya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yaitu di antaranya: Wisata Bisnis (Business Tourism), Wisata Pantai (Seaside Tourism), Wisata Budaya (Cultural Tourism), wisata pemancingan (fishing tourism), Wisata Pesiar (Cruise Tourism), Wisata Olahraga (Sport Tourism), dan masih banyak jenis wisata bahari lainya.
Namun potensi yang di miliki tersebut saat ini belum sepenuhnya menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) bangsa Indonesia yang dapat memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Oleh karena itu agar pariwisata bahari benar-benar menjadi salah satu penopang perekonomian negara secara berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosytem), maka pariwisata bahari harus di bangun dengan strategi yang terencana dan bervisi jangka panjang.
1. Dalam pengelolaan pariwisata bahari tersebut pemerintah harus mengubah dari pendekatan dari sistem birokrasi yang berbelit menjadi sistem pendekatan entrepreurial. Dimana pemerintah dituntut untuk tanggap dan selalu bekerja keras dalam melihat peluang dan memanfaatkan peluang tersebut sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus meyiapkan sebuah regulasi/kebijakan yang mendukung pengembangan pariwisata bahari. Kebijakan tersebut antara lain, menciptkan kawasan ekonomi khusus di kawasan yang sedang mengembangkan pariwisata bahari, misalnya memberikan kebijakan bebas visa pada wisatawan yang akan berkunjung dan lain-lain.
2. melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki, yaitu berupa nilai, karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan kemampuanya dalam menopang perekonomian. Dengan demikian dapat ditentukan parawisata bahari mana yang harus segera dibangun dan mana yang hanya perlu direvitalisasi. Selain itu kita juga perlu memetakan lingkungan yang terkait dengan pariwisata bahari baik lingkungan internal maupun ekternal. Lingkungan internalnya yang perlu dipetakan adalah sejauh mana kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) pariwisata bahari tersebut. Sedangkan Lingkungan eksternal yang perlu dipetakan adalah sosial-budaya, politik/kebijakan, ekonomi-pasar, dan kemampuan teknologi. Selain itu juga perlu di ketahui sejauh mana negara-negara lain melangkah dalam pengembangan pariwisata bahari, sehingga kita bisa belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka dalam mengembangkan pariwisata bahari.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi yang telah kita dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ini adalah, bahwa kita tidak hanya akan membangun sebuah pariwisata bahari saja Namun juga perlu di perhatikan faktor pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan demikian rencana pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
4. menciptakan kualitas SDM yang tangguh di bidang paraiwisata bahari, baik skill-nya, kemampuan dalam inovasi, adaptabilitas dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan eksternal, budaya kerja dan tingkat pendidikan serta tingkat pemahaman terhadap permasalahan strategis dan konsep yang akan dilaksanakannya. Karena di masa mendatang keunggulan SDM dalam berinovasi akan sangat penting setara dengan pentingnya SDA dan permodalan. Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi yang pesat, khususnya teknologi informasi.
5. Melakukan strategi pemasaran yang baik, seperti yang dilakukan negara tetangga kita Thailand yang memasarkan objek wisatannya di televisi-televisi internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan pameran-pameran pariwisata di tingkat internasional. Bahkan mereka menghabiskan dana sekitar US$ 1 miliyar untuk mempromosikan wisata mereka di beberapa jaringan televisi internasional. Bahkan saking kreatifnya, beberapa negara melakukan segmentasi pasar wisatawan, ini seperti yang dilakukan Hong Kong dan Thailand untuk memudahkan merencanakan pengembangan pariwisatanya dengan tidak menyamaratakan pasar wisatawannya.
Agar supaya wisata laut ini dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik oleh karena itu sejarah lokal perlu dilakukan dalam menggali potensi dan menunjang sector pariwisata bahari tersebut.
d. Studi Kasus: Potensi Pulau Sekatung
Pulau Sekatung adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang potensial bagi wisata. Letaknya berbatasan langsung dengan Vietnam di Laut Cina Selatan. Memang, pulau ini rawan konflik karena berada di antara 12 pulau terluar yang rawan sengketa. Pulau Sekatung berada di bagian utara Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Secara geografis, Sekatung terletak di Laut Cina Selatan pada posisi 40 47' 38" - 40 46' 41" Lintang Utara dan 1080 0' 39"-1080 1' 20" Bujur Timur. Sekatung termasuk dalam gugusan Pulau Natuna selain Pulau Sedanau, Bunguran, dan Midai.
Sekatung tidak berpenduduk dan ukurannya relatif kecil sehingga pengembangan pulau ini lebih cocok untuk daerah persinggahan nelayan. Agar kapal-kapal yang melintasi pulau kecil tertarik singgah di Sekatung, perlu dibangun sarana dan prasarana seperti dermaga tradisional, pelindung pantai, tempat istirahat sejenis resort, atau pun rumah-rumah dari bahan baku lokal. Secara administratif, Sekatung masuk wilayah Desa Air Payang, Kelurahan Pulau Laut, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna. Jarak dari Sekatung ke lbukota Kecamatan Bunguran Barat di Sedanau sekitar 65 mil dan dipisahkan oleh Laut Natuna.
Sekatung berada di utara Pulau Laut dan dipisahkan Selat Setakong. Pantai bagian utara dari pulau ini berbentuk curam dan sulit didarati dari arah laut. Di bagian selatan, topografinya bergelombang dan sering digunakan sebagai tempat persinggahan nelayan lokal maupun asing. Secara umum, kondisi lingkungan Sekatung hampir sama dengan wilayah lain di Kabupaten Natuna, yaitu dipengaruhi perubahan angin dan cuaca. Kawasan pantai di Sekatung bagian utara dipengaruhi perilaku Laut Cina Selatan yang bergelombang besar. Kawasan pantai bagian selatan dipengaruhi Laut Natuna yang lebih tenang.
Pulau Sekatung berbentuk bukit kecil dengan ketinggian 5-6 meter di atas permukaan laut. Lereng sebelah utara agak curam dan di sebelah selatan topografinya bergelombang. Batuan tersusun dari endapan permukaan dan batuan sedimen. Secara umum, struktur geologi Sekatung terdiri atas Formasi Aluvial (QA), Formasi Batuan Mafik, dan Ultramafik (Jmu). Sekatung memiliki iklim tropis basah dengan suhu udara berkisar 23-32 derajat Celsius. Iklim di pulau ini dipengaruhi perubahan arah angin, yaitu Angin Muson Timur (Mei-September) dan Angin Muson Barat (November-Maret). April dan Oktober merupakan masa transisi antara dua angin tersebut.


BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemajuan suatu negara atau bangsa amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat, dan tepat. Dari perspektif ekonomi misalnya, permasalahan yang dialami bangsa maladewa pada saat itu adalah ingin bangkitnya maladewa dari bangsa yang miskin sehingga para akademisi-akademisi maladewa mulai berpikir dengan mengadakan suatu kajian mengenai potensi yang mereka miliki. Seperti yang kita ketahui bahwa Maladewa merupakan negara kecil yang memiliki sekitar 1.191 pulau kecil-kecil yang `berserakan` di Samudra Hindia (dekat atau bawah India dan Srilangka), dengan penduduk sekitar 250 ribu jiwa. Pulaunya kecil-kecil tanpa penghuni, hanya lima pulau berpenghuni dan terbesar seluas dua kilometer persegi, di mana ibukota negara tersebut berada, yaitu Male. Maladewa memiliki potensi bahari yang baik sehingga pendapatan Negara sebesar 70% didapatkan dari sector pariwisata bahari dan sisanya dari perikanan dan lain-lain.
Indonesia memiliki potensi menjadi negara tujuan wisata laut terbesar di dunia. Namun, secara umum kegiatan wisata laut di tanah air belum berkembang baik dan menimbulkan keprihatinan. Itu antara lain disebabkan oleh tidak terjaganya ekosistem laut, seperti terjadi di Kepulauan Seribu di utara Jakarta. Di era 1970 hingga 1990, kawasan itu masih disebut sebagai salah satu tempat wisata bahari yang paling eksotis di dunia. Kini yang tersisa hanyalah sampah dan limbah dari ibukota, ikannya pun tak direkomendasikan untuk dikonsumsi. Padahal jika potensi wisata bahari ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan dijadikan sebagai andalan utama wisata, potensinya cukup besar. Bandingkan dengan Maladewa misalnya yang hanya memiliki 99 pulau tapi penghasilannya dari sektor ini jauh lebih tinggi. Itu juga karena kebijakan dasarnya cukup tegas dan prospektif, yakni tenaga kerja asing dibatasi hanya sampai pada level manager, serta dengan target one island one resort.
Indonesia dengan jumlah pulau yang jauh di atas Maladewa, plus sumber daya hayati pesisir dan lautan yang luar biasa seperti populasi ikan hias terbesar dunia, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau coastal landscape yang unik dan menakjubkan, jelas merupakan daya tarik sangat besar bagi wisatawan. Karenanya, pantas bila dijadikan sebagai objek wisata laut yang bernilai strategis.
3.2. Saran
Indonesia harus dapat belajar dari Maladewa dalam pemanfaatan dan pengoptimalan potensi bahari agar menjadi Negara yang bangkit dari kemiskinan, membangun wisata bahari, dengan tidak langsung masyarakat dapat memelihara kekayaan bahari alam dan lingkungannya karena disanalah tempat mereka berinvestasi seperti masyarakat Maladewa dan hal inilah yang perlu kiranya kita pelajari dari sejarah kebangkitan Maladewa untuk Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. (2008). KEBANGKITAN REGIONALISME ASIA, Kemitraan bagi Kemakmuran Bersama. Mandaluyong City: ABD
Bisnis Indonesia.(2009). Ketika Maluku Utara Terinspirasi Maladewa [Online]. Tersedia: http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/cybertravel/detail.aspx?x=Travel+News&y=cybertravel%7C0%7C0%7C4%7C2099 [01 November 2009]
Burhanuddin, Andi Iqbal. (2009) Potensi Wisata Laut Menyambut “Visit Indonesia 2008”. Aceh: Universitas Hasanuddin Press
Dahuri, Rokhmin. (2009). PARIWISATA BAHARI: Raksasa Ekonomi Indonesia Yang Masih Tidur [Online]. Tersedia: http://rokhmindahuri.wordpress.com/ tag/pariwisata-bahari/ [30 Oktober 2009]
Gatra forum. (2009). Gugusan Pulai di Nusa Tenggara bisa di "Maladewa"-kan [Online]. Tersedia: http://www.gatra.com/2002-09-21/artikel.php?id=20759 [04 November 2009]
Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Australia Govermen. (2006). Status Terumbu Karang di Negara-Negara yang terkena Tsunami 2005 Diterjemahkan oleh Ayu Ratri Khairuna Ahza, Wasistini Baitoningsih (UNESCO Office Jakarta, dan Putu Liza Kusuma Mustika (Praktisi Kelautan). Darwin: Northern Territory.

Senin, 07 September 2009

KESENIAN SISINGAAN KABUPATEN SUBANG dan ARTI KIASANYA



Oleh : Didi Sopyan. S
Tanggal : 07 September 2009

Kesenian Sisingaan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Subang yang penuh dengan makna yang tersirat didalamnya. Sisingaan (patung singa) yang terbuat dari kayu terbungkus oleh kain dan dihias menyerupai binatang singa yang kemudian diberikan dua buah tongkat penyokong dibawah sisingaan tersebut untuk di gotong oleh empat orang dan seorang memayungi dibelakang sisingaan tersebut. Sisingaan selalu diiringi oleh alat-alat musik tradisional dimulai dari gendang dua buah untuk gendang bas dan gendang pentas, goong, bonang (saron 2 buah), terompet, kecrek, sinden, kentung (gendang kecil dua buah) dan biasanya ketika pentas menggunakan pengeras suara (speaker).
Kesenian sisingaan yang ada di kabupaten subang mulanya adalah dari bentuk sederhana, menurut responden yang saya waancara, Sarlan (75 tahun) mengatakan bahwa “Kesenian sisingaan pada masa kecil saya tidaklah seperti yang sekarang, yaitu suatu bentuk ritual sebelum anak itu disunat maka dihibur terlebih dahulu dengan dibopong dan di arak dengan menduduki kursi yang digotong oleh dua orang saja kemudian kursi tersebut dihiasi oleh dedaunan seperti daun pisang dan sebagainya setelah itu berkeliling kampong dengan diiringi music doger”. Namun seiring berjalannya waktu pada saat itu kemudian terjadi modifikasi atau sering kita kenal dengan inovasi terhadap kesenian tersebut dengan menggunakan bentuk patung singa sebagai lambang negara-negara penjajah hususnya Inggris. Adapun arti dari kesenian sisingaan adalah sebagai berikut:
1. Patung singa merupakan simbol negara penjajah seperti Inggris.
2. Penanggung singa merupakan masyarakat Indonesia ketika masa penjajahan.
3. Anak kecil yang menunggangi patung singa merupakan generasi muda Indonesia.
4. Payang yang menaungi diatas melambangkan kekuasaan sang pencipta.
5. Alat musik yang mengiringi merupakan do’a dari seluruh masyarakat yang ada pada saat itu.
6. Beragam alat musik merupakan beragam agama, budaya, dan bangsa, serta bahasa yang berbeda tetapi ketika disatukan menghasilkan sesuatu yang indah.
7. Sinden merupakan ibu dari seorang anak yang sangat tulus mendo’akan keberhsilan anaknya kelak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari ke tujuh unsur tersebut merupakan cita-cita dari masyarakat subang ketika itu yang memiliki harapan dan perlawanan terhadap pemerintah Kolonial yang menduduki subang (Indonesia) agar disuatu saat nanti anak-anak mereka sebagai generasi baru bangsa Indonesia dapat menandingi bahkan menaklukan singa atau bangsa eropa (bangsa barat) dengan cara bersama-sama didukung oleh masyarakat dan do’a tulus dari seorang ibu serta kerja keras seorang bapak untuk dapat mengsuskan anaknya agar dapat membalas penderitaan yang telah dilakukan terhadap bangsa Indonesia diwaktu penjajahan dulu, yaitu dengan cara berusaha dan berdo’a kepada Tuhan YME agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari-Nya.
Kesenian sisingaan dimasa sekarang terus berubah dan mengalami modifikasi hal ini dikarenakan agar generasi muda terus menyukainya dan menyesuaikan dengan zamannya. Misalnya modifikasi yang terjadi dengan menambahkan alat music modern seperti alat-alat music dangdut serta merubah tampilan sisingaan menjadi burung, namun hal tersebut tidak mengurangi esensi dari arti sisingaan yang sebenarnya terkandung dalam kesenian tersebut. Menurut bupati subang Eef Hidayat mengatakan ketika saya wawancarai di kecamatan Jalan Cagak saat memperingati hari jadi kecamatan tersebut bahwa:
“Kesenian sisingaan dimodifikasi agar kaula muda menyenangi dan menyesuaikan seleranya agar mereka tetap menyukai kesenian yang mereka miliki dan menyesuaikan dengan zamannya”.
Semoga kesenian sisingaan tetap tertanam pada sanubari kaula muda khususnya yang ada di Subang agar mereka paham yang sebenarnya mengenai arti yang terkandung dari kesenian tersebut, dan semoga pemerintah masih memperhatikan kesenian tersebut sebagai asset bangsa dan identitas yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia saja tidak dimiliki oleh bangsa lain selain dari bangsa Indonesia terkecuali wilayahnya mau bergabung dengan NKRI dan menjadi Propinsi terbaru di NKRI.

cintailah budaya sendiri sebagai identitas diri

Jumat, 04 September 2009

UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA DIMASA YANG AKAN DATANG


UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA DI MASA DEPAN
Penulis : Didi Sopyan. S [nicky sapoetra]
Tanggal: 05 September 2009
Tema : Membangun Indonesia melaui tulisan bukan teriakan

“TERIAKAN SUDAH TAK ZAMAN”, Banyak manusia meneriakan sesuatu yang mereka tuntut, seperti; Hidup Mahasiswa..!!!!, Hidup Buruh...!!!!, Hidup Indonesia..!!!!, dan lain sebagainya.
Teriakan kini telah membooming dimana-mana, semua orang bisa teriak kecuali pada masa Orde Baru, namun hal tersebut bisa di dobrak dengan sedikit keberanian maka semua orang harus bisa dan dapat berteriak untuk melawan rezim penguasa. Teriakan banyak dikalangan mahasiswa, buruh, aktivis HAM, atau dari kelompok mana pun yang katanya merasa peduli dengan Indonesia.
Bagamana kita mebandingkan antara dua Negara yang kini sedang ada perselisihan dan merasa dirinya yang paling berhak atas sesuatu atau dengan bahasa kasarnya Pengklaiman.
Apa yang sebenarnya terjadi:
1. Pemerintah kurang memperhatikan daerah perbatasan, karena ketertekanan ekonomi, dan ketidak jujuran pejabat setempat
2. Masyarakat kurang berpendidikan dan sadar akan potensi yang sebenarnya bisa menguntungkan
3. Orientasi lebih kepada uang dengan rela mengorbankan kehormatan yang telah mereka miliki
Saya memiliki teman kuliah dari Kalimantan tepatnya di daerah Sambas-Kalimantan Barat, menurutnya sering terjadi kasus ilegaloging yang besar-besaran, hal itu terjadi karena di daerah tersebut juga terdapat cukong-cukong yang benar-benar asli penduduk warga Negara Indonesia.
Sadarkah rekan-rekan bahwa 10 tahun sudah reformasi kita laksanakan, dan aksi-aksi pun sudah kalian lakukan seperti halnya saya jadi teringat ketika aksi BEM SI yang sebernarnya tidak menghasilkan apa-apa, gagasan kita tidak ada yang digubris sedikitpun. Jadi hal itu menandakan bahwa kata-kata atau aksi kita sudah tidak zaman lagi karena saya katakana kembali bahwa sekarang Teriakan Sudah Tidak Zaman. Faktanya BBM terus melambung karena kebutuhan yang terus meningkat sedangkan ketersediaan Bahan Bakar Mentah berkurang, belum lagi karena sengketa dari pengklaiman Negara tetangga kita Malaysia mengenai kasus Sipadan-Ligitan yang sekarang sudah menjadi milik Mereka dan pengklaiman yang lainnya.
Sadarkah kita bahwa Negara Indonesia khususnya di daerah perbatasan sudak diobok-obok tapi oleh siapa, faktanya:
1. Aceh ingin memisahkan dari NKRI dengan GAM yang dinamakan provokatornya
2. Maluku dengan dengan RMS yang dinamakan provokatornya
3. Papua dengan OPM yang dinamakan oleh provokatornya
4. Negara tetangga merong-rong daerah perbatasan Indonesia hampir di seluruh perbatasan NKRI
5. Terorisme yang merajalela
Hal tersebut diatas haruslah menjadi bahan renungan bagi kita semua sebagai bangsa Indonesia yang lahir dan hidup di tanah ini, jadikanlah peristiwa Timor-Timur sebagai bahan pelajaran. Banyak kepentingan-kepentingan orang asing terhadap keamanan dan keutuhan Negara Indonesia baik itu kepentingan ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Janganlah kita bersantai ria atau mengacaukan Negara dengan berbagai macam demontrasi yang sebenarnya tidak akan memecahkan masalah, namun seharusnya kita mampu untuk berfikir realistis dengan bentuk aksi-aksi kongkrit dalam lingkungan kita sendiri.
INDONESIA HANYA MENGANDALKAN JARGON SEPERTI JALAN DITEMPAT
Apakah dengan teriakan atau Jargon kita akan maju dan jauh meninggalkan mereka?
Indonesia jika diibaratkan manusia ia adalah manusia yang paling kaya raya, memiliki budaya, bangsa, bahasa, sejarah, pulau, wilayah yang sangat beragam dan berjumlah besar dan banyak. Maka tidak salah jika ada Negara tetangga yang tergiur dengan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jika tidak percaya anda dapat memantaunya dengan berjalan-jalan dari Sabang sampai Marauke.
Kesalahan kita sekarang ini adalah tidak ada RASA MEMILIKI YANG BESAR, kita hanya mampu berkata saja dengan Jargon-Jargon yang sebenarnya hanya membanggakan diri-sendiri tanpa ada rasa memiliki. Faktanya banyak yang meneriakan bahwa itu milik Indonesia walaupun setelah di klaim oleh bangsa lain barulah kita perhatikan. Jika kita memang bangsa yang besar kaya dan beragam pelajarilah budaya, sejarah dan cintailah dengan sungguh-sungguh jangan hanya dimulut saja tapi kita harus belajar dan melakukan dalam melestarikan budaya sendiri sehingga rasa memiliki itu akan timbul dengan sendirinya, contoh kongkritnya adalah kita mempelajari kesenian atau budaya dari masyarakat lokal dimana tempat kita tinggal yang bisa dijadikan potensi lalu ikutlah bersama mereka khususnya bagi pelajar-pelajar yang sudah banyak mendapatkan ilmu dari sekolah, setelah itu tulislah apa yang kamu dapatkan dan ajaklah rekan-rekanmu untuk bersama melestarikan budaya yang kita punya. Memang tidak mudah namun jika mereka memiliki dasar akan pemahaman akan hal ini pastilah akan timbul rasa memiliki yang besar dengan apa yang kita miliki, namun ingat janganlah kita memiliki rasa kebanggaan yang tinggi karena itu akan memalaskan kita untuk berfikir dengan akal yang baik untuk tetap maju karena hal itu akan menyebabkan kita terlena dengan pujian atau prestasi yang telah kita capai dan pada akhirnya tanpa sadar kita sudah ditinggal jauh oleh Negara tetangga.
NEGARA YANG KUAT ADALAH NEGARA YANG MEMILIKI 3 UNSUR PENTING:
Menurut Kong Hu Chu, ada 3 hal yang membuat Negara itu menjadi kuat dengan bercerita kepada murid-muridnya:
1. Negara yang memiliki tentara atau militer yang kuat,
2. Negara yang masyarakatnya tercukupi sandang pangannya, dan
3. Negara yang bangsanya memiliki percaya diri yang tinggi
Namun muridnya tersebut bertanya,
Murid : “Guru apa boleh hilang dari ke-3 syarat tersebut tidak ada tetapi Negara tetap masih bisa kuat?”
Guru : “Yang boleh hilang tetapi Negara tersebut masih tetap bisa kuat adalah no 1, yaitu Negara yang memiliki tentara atau militer yang kuat asalakan negara tersebut memiliki 2 syarat yang berikutnya”.
Kemudian murid tersebut penasaran terhadap gurunya tersebut dan ia pun bertanya kembali, kali ini pertanyaannya nyeleneh,
Murid : “Tetapi guru bagaimana jika Negara tesebut hanya memiliki satu persyaratan saja, apa yang tidak boleh dihilangkan, agar Negara itu tetap kuat?”
Guru : “Hanya satu hal yang tidak boleh dihilangkan dari suatu Negara agar tetap kuat yaitu no 3, walaupun Tentara/Militer kuat dan sandang pangan tercukupi itu hilang maka akan tetap kuat Negara tersebut karena bangsanya masih memiliki rasa percaya diri yang kuat terhadap negaranya tersebut”.
Dari percakapan diatas kita dapat belajar bahwa hanya satu yang harus tidak hilang dalam diri kita selaku bangsa Indonesia yaitu rasa percaya diri yang kuat, sehingga tidak ada lagi bangsa lain yang dapat menginjak-injak bangsa Indonesia, tidak ada lagi pengklaiman budaya, tidak ada lagi yang mampu mengusik wilayah Indonesia, karena bangsanya memiliki harga diri akan statusnya sebagai bangsa Indonesia yang besar. Hal itulah yang membuat kita kuat.
Namun apa yang terjadi, faktanya sekarang khususnya dalam program pendidikan dan pencerdasan bangsa yang sangat-sangat kurang sehingga tidak memiliki dan tidak timbul rasa percaya diri dengan apa yang kita miliki sebenarnya:
1. Program televisi yang sebenarnya merupakan media yang paling efektif dalam melaksanakan pendidikan atau pencerdasan bangsa lebih berorientasi pada tingkat ekonomi yaitu persyaratan nomor dua dengan cara memperkuat sandang dan pangan segelintir orang saja yang mengatas namakan dirinya pihak swasta, karena swasta jelas orientasinya pada kepentingan golongan sehingga hanya orang yang memiliki uang saja yang dapat mengendalikan program apa yang diberikan kepada masyarakat yang jauh dari niali-nilai pendidikan. Fakta berbandingannya anda bisa hitung berapa jumlah TV swasta dengan TV milik pemerintah/negeri, anda juga dapat menghitung program-program yang bernuansa pendidikan dalam peningkatan kepercayaan diri bangsa, karena jika banyak program yang baik seperti bagamana mendapatkan uang yang halal atau jujur dengan usaha yang penuh pengorbanan namun bisa dilakukan dengan cara berfikir jernih dan bisa dikerjakan sesuai dengan akal.
2. Generasi muda sudah banyak yang teracuni oleh budaya Hedonis sedangkan para orang tua banting tulang dalam mencari nafkah baik itu secara halal maupun tidak halal yang disebabkan oleh prilaku pemuda atau anak mereka yang jauh dari nilai-nilai agama, norma dan hukum yang berlaku. Mereka lebih mencintai budaya luar dari pada budayanya sendiri. Anda bisa memperhatikan tingkah laku pemuda disekitar kita yang luntang-lantung karena bingung mencari kerja dan akhirnya beban orang tua semakin bertambah.
Menurut Kingsley dan Tylor budaya itu akan berubah dan perubahan itu:
“menyangkup segenap cara berpikir dan bertingkah-laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan oleh karena warisan yang berdasarkan keturunan. Sedangkan Tylor menyatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat”. Hermawan et al (2006: 191)
Begitulah perubahan yang nampak dalam kehidupan generasi muda kita sekarang ini, banyak yang melakukan tindakan-tindakan criminal dan Negara pula yang dirugikan, hal ini sebenarnya diakibatkan oleh pendidikan yang kurang terserap dalam pikiran pemuda kita. Karena pada saat ia sekolah tidak ada kesungguhan dan tidak berfikir untuk masa depan dan tidak bisa belajar dari masa lalu.
3. Pejabat pemerintah Nampak mementingkan golongan, seperti ketika sekolah yang berbentuk genk-genk akhirnya saling singgenk [saling bergesekan antar genk] dan memunculkan kepentingan-kepentingan dan saling curiga dan ketidak akuran dalam memerintah yang pada akhirnya tidak akan maju, walaupun maju tidak akan jauh dan secepat seperti berlari mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, itulah yang sebenarnya menjadi penyakit dalam pemerintahan kita. Karena mementingkan golongan ketika menciptakan dan mendapatkan proyek maka hanya golongan tertentu saja yang dapat menikmatinya sehingga banyak hal-hal yang dapat diselewengkan yang pada akhirnya pula berdampak pada masyarakat kecil yang menyulitkan mereka akan kehilangan kepercayaan atas amanah yang telah mereka berikan dampaknya mereka ingin diberi jika harus memberika pilihan, seperti dalam pemilu dengan adanya money politic, hal itu akan justru akan menambah rumit masalah karena orang yang telah dipilih karena uang maka dalam jabatannya pun akan selalu berfikir bagamana uang yang telah ia berikan untuk kampanye bisa kembali modal dan untung yang menjadi korban lagi adalah masyarakat/ rakyat kecil.
4. Kaum terpelajar tidak ingin kembali ke Indonesia, dosen saya pernah mengatakan bahwa di Indonesia itu sekolah harus bayar sedangkan fasilitas yang dimiliki sangat buruk adapun yang dapat dikatakan bagus adalah milik swasta dengan standar internasional atau setara dengan sekolah yang ada diluar negeri, siapa yang membiayai sekolah itu, jelas orang tua siswa yang kaya raya mereka memilih sekolah swasta yang kualitasnya tidak diragukan lagi atau mereka sekolahkan anaknya ke luar negeri sehingga ketika mereka lulus dari luar negeri bukannya kembali ke Indonesia tetapi menetap dan mencari uang disana dengan memberikan dan memanfaatkan ilmu yang ia miliki kepada negeri orang lain serta hanya membaktikan dirinya kepada orang tuanya saja karena ia yang dulu membiayai sekolahnya dan jelas-jelas bukan Negara [Indonesia].
5. Ekonomi Pertahanan yang kalah oleh Negara tetangga, menurut Sandler bahwa:
“Suatu Negara harus memiliki Ekonomi Pertahanan (defense economic), merupakan studi tentang biaya-biaya pertahanan yang mengkaji tentang masalah pertahanan dan perdamaian dengan menggunakan analisis dan metode ekonomi yang meliputi kajian mikroekonomi dan makroekonomi, seperti optimisasi statis dan dinamis, teori pertumbuhan, distribusi, perbandingan data statistik, dan ekonometrik (penggunaan statistika model ekonomi). Sedangkan pelaku dalam studi ini, antara lain menteri pertahanan, birikrat, kontraktor pertahanan, anggota parlemen, bangsa-bangsa yang bersekutu, para gerilyawan, teroris, dan pemberontak”. Sandler (Supardan, 2008: 377)
Jika kita cermati kutipan diatas hampir semua itu terdapat potensi di Indonesia mengenai prilaku yang diterangkan oleh Sandler tersebut. Hal ini yang seharusnya diselidiki lebih intensif dengan berhati-hati dan optimis.
Perlu kiranya kita ketahui bahwa kebudayaan bangsa barat dengan bangsa Indonesia berbeda menurut Koenjtaraningrat bahwa:
“Kebudayaan Timur [Indonesia] itu mementingkan kehidupan kerohanian, mistik, pikiran prelogis, keramah-tamahan dan gotong-royong sedangkan Kebudayaan Barat [USA, Inggris, dan Negara-negara lainnya] menurut mereka mementingkan kebendaan, pikiran logis, hubungan asaguna (hubungan hanya berdasarkan prinsip guna), dan individualisme...Orang Indonesia memang tidak suka berusaha dengan sengaja gigih dan tekun, untuk dapat mnecapai tujuan ekonomis, tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka tidak mementingkan materi…Manusia Timur menurut Hsu, tidak memiliki sikap hidup yang gigih itu, karena salah satu kebutuhan yang pokok, yaitu ‘lingkungan karib’…dan ia hidup mengambang dengan selaras puas dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, menikmati keindahan hidup sekitarnya, atau kalau hidup itu tidak indah melainkan penuh dosa dan kesengsaraan, maka sikap orang Indonesia itu adalah untuk tetap mencoba dan melihat unsur-unsur keindahan dalam kesengsaraan itu”. Koenjtaraningrat (1987:134-137)
Jadi sebenarnya kita tidak harus berkiblat terhadap dunia barat karena berbeda kebudayaan dengan yang kita miliki namun jika mempelajari kebudayaan barat boleh untuk berfikir maju, yang paling penting kita harus memahami kebudayaan masyarakat kita sendiri. Kerjasama yang baik antara Rakyat dan Pemerintah dan adanya saling percaya maka akan cepat majulah kita semua. Mari sejenak kita merenung apa yang meski kita perbaiki dan mana yang harus kita kerjakan dan mana yang harus kita tinggalkan untuk kemakmuran bersama, tinggalkanlah yang kurang manfaat dan kerjakanlah yang manfaat. Semoga artikel ini memberikan kita inspirasi untuk melangkah dan lari kedepan untuk Indonesia yang lebih baik.

REFERENSI
Hermawan, Ruswandi et al. (2006). PERKEMBANGAN MASYARAKAT dan BUDAYA. Bandung: Upi Press.
Koentjaraningrat. (1987). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Supardan, Dadang. (2008). PENGANTAR ILMU SOSIAL, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Kamis, 09 Juli 2009

PROPOSAL "PERKASA" (Pekan Raya Karang Taruna Desa)

     
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Assalamu’alaikum…Wr…Wb…

I. PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia dengan segala fitrah yang baik yang akan menjadi tenang dan tentram bila senan tiasa mengingat Allah dan hatinya menjadi lapang bila mengerjakan amal shalihnya. Shalawat besrta Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW kepada keluarga dan Sahabatnya serta kepada ummatnya yang senantiasa menanti syafaatnya diyaumul akhir.
Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
Kemerdekaan Indonesia kini telah menginjak usianya yang ke-64 tahun dalam hal ini kaum pemudalah akan terus berkarya demi menciptakan kegiatan yang bermanfaat demi masyarakat sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat dan untuk mewujudkan hal itu tentunya kami membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang masih peduli terhadap kreatifitas karang taruna sebagai wadah pemuda dan pemudi yang ada di daerah kami. Kami akui bahwa kegiatan ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kami pun membutuhkan saran dan kritikan untuk membangun kegiatan ini.
II. DASAR PEMIKIRAN
1. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 83/Huk/2005 Tentang Pedoman Dasar Karang Taruna Menteri Sosial Republik Indonesia
2. Undang Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
3. Undang undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 44. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3298);
4. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 25/HUK/2003 tentang Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial
5. Undang undang, Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
6. Pedoman dasar bab iii tentang kedudukan, tugas pokok dan fungsi, pasal 3 poin (1) bahwa setiap karang taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat di dalam wilayah hukum negara kesatuan republik indonesia.
7. Pedoman dasar /bab x tentang KEUANGAN Pasal 10 bahwa keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari:
a. Iuran warga Karang Taruna.
b. Usaha Sendiri yang diperoleh secara syah.
c. Bantuan Masyarakat yang tidak mengikat.
d. Bantuan/Subsidi dari Pemerintah.
e. Usaha usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
III. NAMA KEGIATAN
Kegiatan ini di namakan: “PERKASA” (Pekan Raya Karang Taruna Desa).
IV. TEMA KEGIATAN
“Perjuangan dan Do’a Pemuda” sebagai pengerak kemerdekaan Indonesia pada masa sekarang.
V. TUJUAN KEGIATAN
Adapun Tujuan dari kegiatan ini antara lain:
1. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial.
2. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan.
3. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
4. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
5. Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 tahun.
6. Ikut serta dalam pembangunan Desa.
Karena setiap Karang Taruna mempunyai tugas pokok secara bersama sama dengan Pemerinitah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
VI. KESEKRETARIATAN
Jln. Saradan-Peundeuy, Dusun Cipacar, Desa Padamulya, Kecamatan Cipunagara-Subang Kode Pos: 41257 Telf: (0260)452240-452237 No Hp: 0852 8369 6150 (A’ Kara) – 0852 2244 7177 (A’ Didi).
e-mail : krtcipacar@yahoo.co.id
facebook : karang taruna cipacar.
Blog : http://karangtarunacipacar.blogspot.com/

VII. SASARAN KEGIATAN
1. Mayarakat Desa Padamulya,
2. Pemuda dan Pemudi Desa khususnya komunitas Karang Taruna,
3. Adik-adik usia Sekolah Dasar sebagai regenerasi karang taruna.
VIII. BENTUK KEGIATAN
Adapun bentuk kegiatannya antara lain:
1. “Lomba Kreativitas Anak” yaitu lomba kreativitas dan permainan untuk pendidikan anak dalam meningkatkan keterampilan dan tanggung jawabnya.
Hari/Tanggal: Senin- Kamis/ 10-13 Agustus 2009
Waktu : 13.00-15.00 dan 15.30-17.00 WIB
Tempat : Balai Musyawarah Serba Guna dan Lapangan Badminton Karang Taruna
2. Bakti Sosial “Jumsih” (Jum’at Beresih) kesadaran akan kebersihan dan pemeliharaan lingkungan masyarakat.
Hari/Tanggal: Jum;at/ 14 Agustus 2009
Waktu : 06.00-08.00 WIB
Tempat : Jalan Umum dengan membersihkan sampah
3. “Sekolah Peradaban” yaitu kegiatan penyuluhan dan motivasi yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah Daerah dan Kepolisian (BNN) terhadap Pemuda dan Pemudi Desa.
Hari/Tanggal: Sabtu/ 15 Agustus 2009
Waktu : 08.00-11.30 dan 13.00-15.00 WIB
Tempat : Balai Musyawarah
4. Konvoy Sepedah Hias, yaitu kegiatan kreativitas dalam bentuk peringatan atas Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 tahun dari kampung ke kampung dan finish di Desa.
Hari/Tanggal: Sabtu/ 16 Agustus 2009
Waktu : 08.00-11.30 WIB
Tempat : Dusun Cipacar sampai Desa Padamulya.
5. Panjat Pinang, yaitu kegiatan hiburan dan melatih kerjasama dan kekompakan Pemuda.
Hari/Tanggal: Minggu/ 17 Agustus 2009
Waktu : 13.00 s/d Selesai
Tempat : Halaman Lapangan Badminton Karang Taruna
6. Semalam bersama Karang Taruna dan Pembagian Hadiah, yaitu kegiatan penutup sebagai pemberi hiburan kepada masyarakat serta dilaksanakannya pembagian hadiah sebagai motivasi agar terus berkarya.
Hari/Tanggal: Minggu Malam/ 17 Agustus 2009
Waktu : 20.00-23.00 WIB
Tempat : Lapangan Badminton Karang Taruna
IX. ANGGARAN BIAYA
 Rencana Pemasukan KAS Karang Taruna Rp.245.000,-
 Rencana Pengeluaran
1. Lomba Kreativitas Anak Rp. 1. 500.000,-
2. Bakti Sosial Rp. 500.000,-
3. Sekolah Peradaban Rp. 2.000.000,-
4. Konvoy Sepedah Hias Rp. 500.000,-
5. Lomba Panjat Pinang Rp. 2.000.000,-
6. Semalam bersama KRT Rp. 3.000.000,-
7. Transportasi Rp. 100.000,-
8. Administrasi Rp. 200.000,-
9. Pubdekdok Rp. 100.000,-
10. Biaya tak terduga Rp. 100.000,- +

Jumlah Pengeluaran Rp. 10.000.000,-
Jumlah Pemasukan Rp. 245.000,- +
- Rp. 9.755.000,-

X. SUSUNAN KEPANITIAAN
• Pelindung : Kepala Desa Padamulya Bapak Ujang Kosasih
• Pembina Fungsional : A’ Iwan
• Pembina Teknis : A’ Budi, A.md
• Penasihat Umum : A’ Cecep, A’ Warsa, A’ Rukman, Teh Rosih
• Ketua : A’ Sukara Mahaguna Syaputra
• Wakil Ketua : A’ Rustim
• Sekretrais : A’ Didi Sopyan. S
• Wkl. Sekretaris : A’ Riki Sopian
• Bendahara : A’ Yogi Gustiana M.A
• Wkl. Bendahara : Teh Ratna Dwi
• Seksi Pendidikan dan Pelatihan: Teh Engkes, Am.Kep
• Seksi Usaha Kesejahteraan Sosial : A’ Deni
• Seksi Kelompok Usaha Bersama : A’ Dede A.R
• Seksi Kerohanian dan Pembinaan Mental :A’D. Husni
• Seksi Olahraga dan Seni Budaya : A’ Dedi
• Seksi Lingkungan Hidup : Teh Engkes
• Seksi Humas dan Kerjasama Kemitraan: A’ Yana. S

XII. PENUTUP
Atas dasar kerjasama dan kontribusi semua pihak yang mendukung juga ridha semoga mendapatkan rahmat Allah SWT yang kuasa atas hal yang ada di dunia ini, semoga proposal ini menjadi gambaran singkat tentang kegiatan ini, juga dapat menjadi pertimbangan bagi semua pihak agar tercapainya kegiatan yang bermanfaat ini.

Wassalamu’alaikum…wr…wb.


Ketua Karang Taruna



Sukara Mahaguna Syaputra
Subang, 10 Juli 2009
Sekretaris



Didi Sopyan. S



Ketua Karang Taruna Desa



Budi, A.md

Mengetahui
Kepala Desa Padamulya



Ujang Kosasih

PROPOSAL

Minggu, 31 Mei 2009

PROKLAMASI dan SEKITARNYA

BAB II

PROKLAMASI DAN PERISTIWA SEKITARNYA

2.1 Janji Jepang Mengenai Status Bangsa Indonesia

2.1.1 Janji Jepang memerdekakan bangsa Indonesia

Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa ke-58 Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang), Perdana Menteri Kaiso mengungumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka “kelak dikemudian hari”. Pernyataaan ini dikeluarkan karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang, yang menimbulkan kegoncangan pada masyarakat Jepang. Situasi Jepang semakin buruk di bulan Agustus 1944. terbukti bahwa moril masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang menyebabkan kurangnya persedian senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logoistik karena hilangnya sejumlah besar kapal angkut dan kapal perang. Factor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkat Jenderal Kunaiki Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji kemerdekaan Indonesia di kemudian hari”.

Jepang mengalami serangan udara Amerika Serikat Serikat atas kota-kota Ambon, Makasar, Manado, dan Surabaya; bahkan tentara Amerika Serikat telah pula mendarat didaerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan, berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Menghadapi situasi yang kritis tersebut, pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada pada tanggal 1 Maret 1945 telah mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokoritsu Junbi Cosakai). Maksud dan tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka susunan pengurusnya terdiri atas sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan Perundinmgan terdiri atas seorangh Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua Muda), 60 orang Iin (Anggota), termasuk 4 orang golongan Arab serta golongan peranakan Belanda. Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dan yang diangkat menjadi Kaico bukanlah Ir. Soekarno, melainkan dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Sedangkan Fuku Kaico pertama dijabat oleh seorang jepang yakni Shucokan Cirebon bernama Icibangase, sedangkan R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala serketariat Dokuritsu Junbi Cosokai dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.

2.1.2 Perumusan Dasar Negara dan UUD 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, dilangsungkan peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomura oleh Mr. A.G. Pringodigdo. Yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota dalam usahanya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Dokuritsu Junbi Cosakai mengadakan persidangan untuk merumuskan Undang-undang Dasar, dimulai dengan persoalan ”dasar” bagi Negara Indonesia Merdeka. Ketua dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia Merdeka yang akan dibentuk itu. Ada tiga anggota yang memenuhi permintaan Ketua, yaitu Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo dan Ir. Soekarno. Pada tanggal 19 Mei 1945, yaitu hari pertama dari persidangan pertama Badan penyelidik, Muh. Yamin mengetengahkan rumusan dasar Negara Indonesia Merdeka. Muh. Yamin mengemukakan lima ”Azas dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan;

2. Peri Kemanusian;

3. Peri Ke-Tuhanan;

4. Peri Kerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat.

Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo memulai pidaton ya yang memusatkan pembicaraannya pada dasar Negara Indonesia Merdeka. Dasar-dasar yang diajukan adalah ”persatuan”, ”kekeluargaan”, ”keseimbangan lahir dan batin”, ”musyawarah” dan ”keadilan rakyat”. Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1954 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama ”Lahirnya Pancasila”. Selain berisi tentang pandangan dasar negara Indonesia Merdeka, pidatonya juga bersisi usul mengenai nama bagi dasar negara, yakni Pancasila. Pada kesempatan itu Ir. Soekarno di dalam pidatonya mengemukakan perumusan lima dasar negara Indonesia Merdeka dengan usul nama Pancasila sebagai berikut:

1. Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;

3. Mufakat atau demokrasi;

4. Kesejahteraan sosial;

5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Badan Penyelidik telah membentuk suatu panitia kecil di bawah pimpinan Ir. Soekarno dengan anggota lainnya Drs. Moh. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Wachid Hasjim, Ki Agus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muh. Yamin dan A.A. Maramis. Mereka bertugas menampung saran, usul dan konsepsi para anggota yang diserahkan melalui Sekretariat. Pada rapat pertama persidangan kedua Badan Penyelidik pada tanggal 10 Juli 1945, Ir. Soekarno melaporkan pada Ketua Radjiman bahwa telah diadakan pertemuan antara Panitia Kecil dengan anggota Dokuritsu Junbi Cosakai. Pertemuan itulah yang telah membentuk sebuah panitia kecil lain yang berjumlah 9 orang. Kesembilan anggota itu berkumpul untuk menyusun rumusan dasar negara berdasarkan pandangan umum para anggota dan dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Muh. Yamin, Wachid Hasjim, A.A. Maramis, Abdulkadir Tjokrokusumo, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrokujoso. Mereka menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh. Yamin rumusan hasil Panitia Sembilan itu kemudian diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta , yang berbunyi sebagai berikut:

1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;

5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada persidangan kedua tanggal 10 Juli 1945 dibahas rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambulenya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam rapatnya tanggal 11 Juli, Panitia Perancang Undang-undang Dasar menyetujui isi priambule yang diambil dari Piagam Jakarta.

Persidangan kedua Dokuritsu Junbi Cosakai dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945 untuk menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Soekarno selaku panitia melaporkan tiga hasil panitia, yakni:

1. Pernyataan Indonesia Merdeka;

2. Pembukaan Undang-undang Dasar;

3. Undang-undang Dasarnya sendiri (batang tubuhnya).

Pembukaan beserta batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yakni suatu badan yang pada tanggal 7 Agustus 1945 oleh pihak Jepang dibentuk sebagai ganti Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembukaan Undang-undang Dasar yang disahkan adalah konsep yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan yang dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta. Sebelum konsep itu disahkan, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta setelah menerima pesan dari tokoh-tokoh Kristen dari Indonesia bagian Timur, sila pertama daripada dasar negara yang tercantum di dalam Pembukaan itu, yang diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian Pancasila Dasar Negara yang otentik adalah rumusan panitia oleh panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus yang kemudian menyatakan diri sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat. Rumusan yang otentik itu berbunyi sebgai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.1.3 Aktivitas di Kalangan Pemuda

Sebelum Dokuritsu Junbi Cosakai dibetuk dan bersidang, di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan kongres Pemuda seluruh Jawa, yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun Angkatan Moeda ini ternyata dibentuk atas inisiatif Jepang, pada pertengahan 1944. tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Di dalam kongres ini dianjurkan oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indoensia agar supaya para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang bukan merupakan hadiah dari Jepang.

Setelah tiga hari lamanya kongres berjalan, akhirnya diterima baik dua revolusi sebagai berikut: pertama, semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dalam satu pimpinan nasional saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Namun kongres ini pun menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemenangan akhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Shaleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebnih radikal.

Sebagai realisasi tekad tersebut pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta diantara seluruh 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oelh B.M. Harsono Tjkroaminoto, Wikana, Chairul Shaleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang kegiatannya sebagian digerakan oleh para pemuda dari Menteng. Tujuan dari gerakan tersebut tercantum dalam surat kabar Asia Raja pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukan sifat gerakan tersebut yang lebih radikal sebagai berikut: pertama, mencapai persatuan kompak diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia; kedua, menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia; dan keempat, mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk ”mencapai kemerdekaan dengan kekuatan sendiri”.

Pemuda radikal seperti Chairul Shaleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supomo, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo, dan Pandu Kartawiguna telah diikutsertakan di dalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano di dalam suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In yang mengusulkan didirikannya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta tanah air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang.

Adapun pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan oleh pemerintah Jepang untuk mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka pun harus pula bekerja dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbulah rasa tidak puas. Karena itu ketika Gerakan Rakyat Baroe di resmikan pada tanggal 28 Juli 1945, di mana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorang pun dari tokoh golongan pemuda radikal yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia merdeka.

2.2 Persiapan untuk Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

2.2.1 Perbedaan Pendapat antara Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan Golongan Pemuda tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Memuncaknya perjuangan menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sepertinya disebabkan oleh golongan muda. Baik golongan tua maupun golongan muda sama-sama berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan, hanya mengenai caranya melaksanakan Proklamasi itu terdapat adanya perbedaan pendapat. Golongan tua berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah hanya jika tetap bekerjasama dengan Jepang. Mereka menggantungkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Iinkai). Peresmian pembentukan badan itu dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 1945, sesuai dengan keputusan Jenderal Besar Terauci, Panglima Tentara Umum Selatan yang membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara. Para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu diijinkan melakukan kegiatannya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelenggarakan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia; karena itu bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam Perang Asia Tenggara.

2. Negara Indonesia itu merupakan anggota lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu.

Pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat, bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk pelaksanaannya telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaanya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaanya tidak dapat sekaligus untuk seluruh Indonesia melainkan bagian demi bagian sesuai kondisi setempat.

20 anggota telah terpilih, yang berasal dari berbagai pulau seperti: 12 orang wakil Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku, dan seorang dari golongan penduduk Cina. Dan yang ditunjuk sebagai ketua PPKI adalah Ir. Soekarno, sedangkan wakilnya adalah Drs. Moh. Hatta, dan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Ahmad Soebardjo. Kemudian anggota PPKI ditambah 6 orang lagi tanpa seizin Jepang. Anggota-anggotanya adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Soebardjo.

Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang mengalami pemboman oleh Amerika Serikat atas Hirosima dan Nagasaki dengan bom atom. Dengan demikian dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga proklamasi kemerdekaan harus segera dilaksanakan. Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta ingin memperbincangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan di dalam rapat PPKI, sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang, yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota PPKI yang pertama pada keesokan harinya. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menggangap bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Mereka juga tidak menyetujui dilaksanakannya Prokalmasi Kemerdekaan sesuai dengan yang direncanakan oleh Jenderal Besar Terauci. Sebaliknya mereka menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan yang dengan kekuatan sendiri tanpa campur tangan dari Jepang.

Sutan Sjahrir adalah tokoh pertama yang mendesak proklamasinya kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta tanpa menunggu janji Jepang. Karena ia mendengar di radio bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut dilaksanakannya pada tanggal 15 Agustus 1945 dalam suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta. Namun Ir. Soekarno dan Moh. Hatta masih ingin memastikan kembali berita tentang kekalahan Jepang tersebut dan tetap ingin membicarakan pelaksanaan proklamasi pada rapat PPKI.

Langkah yang kemudian diambil oleh golongan muda adalah terlebih dahulu mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30. diantara yang hadir adalah Chairul Shaleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadjo, Margono, disamping Wikana dan Armansjah. Rapat ini telah memutuskan suatu hasil bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan kerajaan lain. Janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta agar mereka diikutsertakan menyatakan Proklamasi. Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 kepada Ir Soekarno di rumahnya. Bahkan Wikana mendesak agar proklamasi bisa diadakan keesokan harinya dan jika tidak terlaksana, ia menyatakan akan terjadi pertumpahan darah. Mendengar ancaman tersebut Soekarno menjadi marah dan terjadi suatu ketegangan saat itu. Nampak perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda memuncak, dimana para pemuda tetap mendesak agar tanggal 16 Agustus 1945 itu juga Proklamasi dilaksanakan, sedangkan pemimpin golongan tua amsih mendesak perlunya diadakan rapat PPKI terlebih dahulu.

2.2.2 Peristiwa Rengasdengklok

Adanya perbedaan paham itu telah mendorong golongan pemuda untuk membawa Ir. Soekarno dan Moh. Hatta keluar kota. Tindakan tersebut berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan oleh para pemuda pada pukul 00.30 menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang sebelumnya berada di ruangan Lembaga Bakteriologi, rapat itu juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari barisan Pelopor dan Shodanco Singgih dari Daidan Peta Jakarta Syu. Bersama Chairul Shaleh mereka telah bersepakat untuk melaksanakan keputusan rapat pada waktu itu, yaitu antara lain ”menyingkirkan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta keluar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang”. Agar menghindari kecurigaan dari tindakan Jepang, Shudanco Singgih mendapat kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.

Rencana tersebut berjalan lancar karena diperolehnya dukungan berupa perlengkapan Tentara peta dari Cudanco Latief Hendadiningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang bertugas ke Bandung. Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa keluar kota menuju Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan disebelah timur Jakarta. Rengasdengklok dipilih untuk mengamankan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta karena perhitungan militer. Disamping itu Rengasdengklok letaknya terpencil yakni 15 km kedalam dari Kedunggede, Karawang pada jalan raya Jakarta-Cirebon. Dengan demikian deteksi dapat dengan mudah dilaksanakan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah. Karena pastilah mereka harus melalui Kedunggede dahulu dimana Tentara Peta telah bersiap-siap untuk menahannya.

Sehari penuh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta di Rengasdengklok. Maksud pemuda untuk menekan mereka berdua supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terlepas dari setiap kaitan dengan Jepang, ternyata tidak terlaksana. Sepertinya kedua pemimpin tersebut memiliki wibawa yang cukup besar, sehingga para pemuda yang membawanya segan untuk melakukan penekanan. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Soekarno, Shodanco Singgih menganggap Soekarno menyatakan kesediaanya untuk mengadakan Proklamasi itu segera sesudah kembali ke Jakarta. Berdasarkan anggapan itu Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana Proklamasi itu kepada kawan-kawannya pemimpin pemuda.

Sementara itu di Jakarta antara Mr. Ahmad Sobardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda tercapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dimana Laksamana Tadashi Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada berada dirumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda pada hari itu juga mengantarkan Mr. Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya ke Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Di Rengasdengklok oleh Ahmad Soebardjo diberi jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan harinya selambat-lambatnya pukul 12.00. dengan jaminan tersebut komandan kompi Peta Cudanco Soebendo bersedia melepaskan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta.

2.2.3 Perumusan Teks Proklamasi

Sesampainya di Jakarta pada pukul 23.30 rombongan menuju rumah Laksamana Meida di Jalan Imam Bonjol No.1 setelah Ir. Soekarno dan Moh. Hatta singgah dirumah masing-masing terlebih dahulu. Di rumah itulah naskah Prokalmasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta telah menemui Somubuco, Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajaki sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata sepakat antara Soekarno-Hatta di satu pihak dengan Nishimura di lain pihak. Di satu pihak Soekarno-Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat PPKI, yang pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 itu tidak akan diadakan karena mereka dibawa oleh para pemuda ke Rengasdengklok. Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauci telah menyerahkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan pada PPKI. Di lain pihak, Nishimura menegaskan bahwa dengan menyerahnya Jepang pada Amerika serikat berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo. Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Amerika Serikat dan diharuskan tunduk kepada pemerintah Amerika Serikat. Berdasarkan kebijakan itu Nishimura melarang Soekarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Maka sampailah Soekarno-Hatta pada suatu kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Hanya mereka mengharapkan dari pihak Jepang supaya tidak menghalang-halangi pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.

Setelah pertemuan itu Soekarno-Hatta kembali kerumah Maeda. Rumah Lasamana itu dianggap tempat yang aman dari tindakan pemerintah militer yang di Jawa dipegang oleh Angkatan Darat. Kedudukan Maeda sebagai Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan darat memungkinkannya berhubungan dengan Mr. Ahmad Soebardjo dan sejumlah pemuda Indonesia yang bekerja pada kantornya. Berdasarkan hubungan baik itu rumah Maeda dijadikan tempat pertemuan antara berbagai golongan Pergerakan Nasional baik golongan tua maupun golongan pemuda.

Di ruang makan rumah itu dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura bersama tiga orang pemuda yakni Soekarni, Mbah Diro, dan B.M. Diah menyaksikan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dan juga Ahmad Soebardjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Soekarnolah yang menuliskan konsep Proklamasi pada secaraik kertas, sedangkan Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Sebagai hasil pembicaraan mereka bertiga diperolehlah rumusan tulisan tangan Ir. Soekarno yang berbunyi sebagai berikut:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-2 jang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjahra seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 – 8 – ’05

Wakil-2 bangsa Indonesia ,

Kalimat pertama merupakan saran Mr. Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Drs. Moh. Hatta. Beliau menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Menurutnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka dihasilkanlah rumusan kalimat terakhir dari naskah Proklamasi tersebut.

Satelah dirumuskan konsep proklamasi tersebut, Ir. Soekarno mulai membuka pertemuan mejelang subuh itu dengan membacakan rumusan naskah Proklamasi yang masih merupakan konsep. Kepada mereka yang hadir, Ir. Soekarno menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah Proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua disebut-sebutnya sebagai ”budak-budak Jepang”. Turut menandatangani naskah proklamasi. Tetapi kemudian salah seorang tokoh pemuda, yakni Soekarni, mengusulkan agar yang menandatangani naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Dengan disetujuinya usul Soekarni tersebut oleh para hadirin, Ir. Soekarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik bersih naskah itu berdasarkan naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan perubahan-perubahan yang telah disetujui.

Sajuti Melik segera mengetik naskah bersih dari rumusan Proklamasi. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah bersih itu, yakni kata-kata ”tempoh” diganti menjadi ”tempo” sedangkan ”wakil-wakil bangsa Indonesia” pada bagian akhir diganti dengan ”Atas nama Bangsa Indonesia”. Demikian pula perubahan terjadi pada cara menulis tanggal, yaitu ”Djakarta, 17-8-05” menjadi ”Djakarta, hari 17 Boelan 8 tahoen ’05”. Dengan perubahan tersebut maka anskah yang sudah diketik segera ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta di rumah itu juga.

Demikianlah pertemuan yang menghasilkan naskah Prokalmasi kemerdekaan itu berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari. Timbulah persoalan tentang bagaimana caranya naskah tersebut disebarluaskan keseluruh Indonesia. Soekarni melaporkan bahwa Lapangan Ikada telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengarkan pembacaan naskah Proklamasi. Ir. Soekarno menganggap Lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang bisa menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Karena itu ia mengusulkan supaya upacara Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 saja. Usul itu disetujui dan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.30 ditengah-tengah bulan Puasa.

2.3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Setelah selesai dirumuskannya naskah Proklamasi Kemerdekaan pada pukul 05.00 tanggal 17 Agustus 1945, Bung Hatta berpesan pada pemuda yang bekerja pada pers dan kantor berita terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya keseluruh dunia. Semua alat komunikasi yang ada akan dipergunakan untuk menyebarkan berita Proklamasi. Pamflet, pengeras suara, mobil-mobil, akan dikerahkan kesegap penjuru kota. Diusahakan juga pengerahan masa untuk mendengarkan pembacaan Proklamasi di Pegangsaan Timur 56. Ribuan pamfletberhasil dicetak dengan roneo pada malam itu, dan segera disebarkan ke berbagai penjuru kota. Didalam situasi yang menegangkan itu, para pemuda memasang pamflet ditempat-tempat yang mudah dilihat oleh publik. Juga berita itu bisa disampaikan keluar kota Jakarta.

Pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, rumah Ir. Soekarno dipadati oleh sejumlah masa pemuda yang berbaris secara teratur dan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan Proklamasi, dr. Muwardi meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat dan anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno. Sementara itu persiapan di Pegangsaan Timur sendiri cukup sibuk. Dipersiapkan juga perlatan yang diperlukan, seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara. Mr. Wilopo dan Nyonoprawoto pergi kerumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Salemba Tengah 24 untuk meminjamkan mikrofon dan pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud Komandan Pengawal Rumah Soekarno untuk menyiapkan satu tiang bendera. Namun bukan tiang besi yang disiapkannya, namun tiang bambu yang terlebih dahulu dibersihkan dan diberi tali, lalu ditanamkan di depan teras. Bendera yang dijahit tangan yang akan dikibarkan, sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno. Sebagaimana yang telah disepakati semula oleh para pemimpin bangsa Indonesia menjelang pukul 10.30 telah berdatangan ke Pegangsaan Timur, diantara mereka adalah dr. Buntaran Martoatmodjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. Latuharhary, Abikusno Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, Oto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangie, K.H. Mas Mansur, Mr. Hartono, Sajuti Melik, Pandu Kartawiguna, M. Tabrani, dr. Muwardi, A.G. Pringgodogdo, dan lain-lain.

Adapun acara yang ditentukan dalam upacara itu, diatur sebagai berikut:

Pertama, pembacaan Proklamasi;

Kedua, pengibaran bendera Merah putih;

Ketiga, sambutan Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.

Beberapa menit sebelum pukul 10.30, Soekarno dan Hatta pun keluar bersama-sama menuju tempat yang tersedia, diiringi oleh Nyonya Fatmawati Soekarno. Upacara berlangsung tanpa protokol. Semua pemuda yang menunggu dari pagi pun berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief mempersilahkan Soekarno-Hatta untuk maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Soekarno mendekati mikrofon. Dengan suara yang mantap dan jelas ia mengucapkan pidato pendahuluan yang singkat sebelum membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan.’

”Saudara-saudara sekalian! Aya telah minta saudara hadir di sini untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita.

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.

Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naik ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju kearah cita-cita. Juga didalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Didalam Jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyadarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita yang menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita didalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dengan tangan sendiri, akan berdiri dengan kuatnya maka kami, tadi malam telah mengadakan mausyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia, Permusyawaratan itu seiasekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara!

Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjahra seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/ Hatta

(tanda tangan Soekarno)

(tanda tangan Hatta)

Demikianlah saudara-saudara!

Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dengan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, negara Republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi. Insya’Allah, Tuhan memberikan kemerdekaan kita itu.”

Acara selanjutnya dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dengan bantuan Cudanco Latief. Bendera pun dinaikan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Seusai pengerekan bendera diteruskan dengan sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi. Peristiwa besar itu berlangsung hanya selama lebih kurang satu jam dengan penuh kehidmatan sekalipun sangat sederhana.

Berita Proklamasi yang telah meluas diseluruh Indonesia. Pada pagi hari tanggal 17 Agustus itu juga, teks proklamasi telahs ampai di tangan Kepala Radio dari kantor Domei, Waidan B. Paleneweng. Segera ia memerintahkan F. Wuz, seorang markonis supaya disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz menyelesaikan tugasnya, masuklah orang Jepang keruangan radio. Ia mengetahui berita itu telah tersiar keluar lewat udara. Dengan amrah-marah orang Jepang itu meminta agar penyiaran itu segera dihentikan. Tetapi Waidan B. Paleneweng memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Berita itu kemudian diulangi setiap setengah jam sekali sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran itu, tentara Jepang memerintahkan untuk melarat berita tersebut dan menyatakannya sebagai kekeliruan. Pada hari Senin tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel oleh pemerintah Jepang.

Sekalipun pemancar pada kantor Berita Domei disegel, mereka tidak hilang akal. Para pemuda membuat pemancar baru, dengan bantuan beberapa teknisi radio, Soekarman Sutamto, Soesilahardja, dan Suhandar. Dengan pemacar inilah seterusnya berita Proklamasi disisarkan. Uasaha para pemuda dalam penyiaran berita ini tidak terbatas lewat radio, melainkan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus memuat berita Proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Demikianlah berita proklamasi tersiar keseluruh pelosok tanah air.

2.4. Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia. Jejak Perjuangan "Bandung Lautan Api" membawa kita menelusuri kembali berbagai kejadian di Bandung yang berpuncak pada suatu malam mencekam, saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan tembakan musuh.Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita ...

Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerde¬kaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.

Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.

Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat meng¬hadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.

Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.